scholarly journals KETERKENDALIAN PEMILIHAN BAHASA RUANG PUBLIK PELABUHAN DAN BANDARA DI KOTA AMBON [Controlability of Language Application on Public Space Port and Airport in Ambon City]

TOTOBUANG ◽  
2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 225-237
Author(s):  
Nita Handayani Hasan

This study aims to review the phenomenon foreign terms using on sign boards at airports and ports in Ambon City. In order to describe this phenomenon, this study will use two ways. Frist, measuring  the level of control language use with the results of language assessment; and second, describing  the reason as the background of chosing the language in public spaces at ports and airports in Ambon City. It is a qualitative descriptive research. This research using photographs signboards and interviews result as the data. Photos analysis using a research instrument made by the Agency for Language Development. The results of photos analysis then supported by the results of interviews. This study found that ports and airports in Ambon City gets category B in control rating. This category shows that the use of Indonesian language in the port and airport areas in Ambon City is quite controlled. Based on the results of interviews, it is known that the effect of less socialization the existence of Law Number 24 of 2009 to ports and airports in Ambon City is signboards which wrote by foregn languages. Penelitian ini bertujuan untuk mengulas fenomena penggunaan istilah asing pada papan-papan petunjuk yang berada di bandara dan pelabuhan di Kota Ambon. Agar dapat mendeskripsikan fenomena tersebut,  penelitian ini mengukur tingkat keterkendalian penggunaan bahasa menggunakan hasil penilaian bahasa; serta mendeskripsikan latar belakang penyusunan dan penggunaan bahasa ruang publik di pelabuhan dan bandara di Kota Ambon. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Data yang digunakan yaitu berupa foto-foto papan petunjuk dan hasil wawancara. Foto-foto yang diperoleh dianalisis menggunakan instrumen  penelitian yang dibuat oleh Badan dan Pengembangan Bahasa. Hasil dari analisis foto-foto tersebut kemudian ditunjang dengan hasil wawancara. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan bahasa pada pelabuhan dan bandara di Kota Ambon masuk pada kategori peringkat  terkendali B. Kategori ini menunjukkan penggunaan bahasa Indoenesia di wilayah pelabuhan dan bandara di Kota Ambon cukup terkendali. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa minimnya sosialisasi mengenai keberadaan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 pada pihak bandara dan pelabuhan menjadi pemicu penggunaan istilah asing di ruang publik pelabuhan dan bandara di Kota Ambon. Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk memberikan masukan kepada pihak bandara dan pelabuhan di Kota Ambon untuk lebih mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. 

2017 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 198
Author(s):  
Dindin Samsudin

The reality of the language usage that exists in Indonesia is still apprehensive. If we observed, until now there are so many language usages in public spaces, both billboards and instructional boards still use foreign languages or a mix between Indonesian language and foreign languages. That reality of language is not relevant with the legislations which prevail in Indonesia because the legislations stipulate the preferential using of Indonesian language in public space. However, the legislations about language are not well known by the society, so they still prefer using the foreign languages. This research aimed to reveal the knowledge of rural Sundanese society in Garut and Cianjur Regency, West Java about the language regulations. This research used quantitative approach with survey method. The result showed that in general the knowledge of rural Sundanese society in Garut and Cianjur Regency, West Java about language regulations can be categorized not good because the average value only reached 34.25% of the ideal standard. Abstrak Kenyataan kebahasaan yang ada di Indonesia masih saja memprihatinkan. Jika diamati, hingga kini masih banyak pemakaian bahasa di ruang publik, baik papan nama maupun papan petunjuk, yang menggunakan bahasa asing atau campuran bahasa Indonesia dan bahasa asing. Kenyataan kebahasaan tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia karena peraturan perundang-undangan mengharuskan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia dalam ranah publik. Namun, peraturan perundang-undangan tentang kebahasaan tersebut sepertinya belum diketahui oleh masyarakat sehingga mereka masih mengutamakan bahasa asing. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengetahuan masyarakat Sunda pedesaan di Kabupaten Garut dan Cianjur Jawa Barat tentang peraturan kebahasaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan masyarakat Sunda pedesaan di Kabupaten Garut dan Cianjur di Jawa Barat tentang peraturan kebahasaan dapat dikategorikan tidak baik sebab rata-ratanya baru mencapai 34,25% dari ideal. 


2020 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 146-157
Author(s):  
Welya Roza ◽  
Zulkarnaini ◽  
Muslim Tawakal

This article covers the effort to restore the originality of regional names in West Sumatra. The effort aims to fulfill the mandate of UUD 1945.The chapters and verses on the language are included in Section XV, Article 36 UUD 1945 Subsection (4) mentions: "The naming as referred to in subsection (1) and subsection (3) may use regional language or foreign language when it has historical, cultural, customs, and/or religious values." There is almost no society in West Sumatera who reads, understands, and follow up the mandate of the UUD 1945 until 74 years of Indonesian independence. This article reports the results of the ‘qualitative-descriptive’ research on the names of areas in Padang City, one of the level II regions of West Sumatra. The regional names of the villages (103) at 11 sub-district of Padang was recorded, listed, and grouped. The name was confirmed by the authenticity of two respondents/public figure and government.It is noted that 70% of the regional names in Padang have been damaged; among others, using Indonesian vocabulary or vocabulary that is not in Minangkabau language and/or Indonesian at all. This percentage, then based on Kemendagri’s website, is assumed to reach 80% for regional name damage in all 19 regions in West Sumatera. The total number of nagari-level regions in West Sumatera is 903 units. The next research projects the ultimate goals: (1) the written regional naming document in Sumbar: the book of the regional name origin (historical value) and the book/dictionary of regional naming of Sumbar; (2) the birth of Perda Sumbar to return the original name of the district of Sumbar; and (3) desimination (1) and (2) on 19 district/city of Sumbar. Abstrak Artikel ini mencakup upaya mengembalikan keaslian nama daerah di Sumbar. Upaya tersebut bertujuan untuk memenuhi amanat UUD 1945. Pasal dan ayat tentang kebahasaan dimuat pada Bab XV, Pasal 36 UUD 1945 Ayat (4) berisi: “Penamaan sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat-istiadat, dan/atau keagamaan.” Hampir tidak ada masyarakat Sumbar yang membaca, memahami, dan menindaklanjuti amanat UUD 1945 itu sampai 74 tahun kemerdekaan Indonesia. Artikel ini melaporkan hasil penelitian ‘kualitatif-deskriptif’ tentang nama-nama daerah di Kota Padang, salah satu dari daerah tingkat II di Sumbar. Nama daerah se-tingkat kelurahan (103) pada 11 kecamatan Kota Padang dicatat, didaftar, dan dikelompokkan. Daftar nama itu dikonfirmasikan keasliannya kepada 2 orang responden/tokoh masyarakat dan pemerintah. Tercatat bahwa 70% nama daerah itu rusak; di antaranya, menggunakan kosa kata bahasa Indonesia atau kosa kata yang tidak ada dalam bahasa Minangkabau dan/atau bahasa Indonesia. Persentase ini kemudian, sesuai dengan data pada laman Kemendagri, diasumsikan mencapai 80% untuk kerusakan seluruh nama daerah di 19 kabupaten dan kota Sumbar. Jumlah keseluruhan daerah setingkat nagari di Sumbar adalah 903 buah. Penelitian lanjutan memproyeksikan sasaran akhir: (1) tersusunnya dokumen penamaan daerah di seluruh wilayah Sumbar: buku asal-usul nama daerah (nilai sejarah) dan buku dan/atau kamus penamaan daerah Sumbar,  (2) lahirnya Perda Provinsi Sumbar ‘pengembalian nama asli daerah Sumbar’; dan (3) desiminasi (1) dan (2) pada 19 kabupaten dan kota Sumbar. Kata Kunci: amanat UUD 45, penamaan daerah, bahasa indonesia dan minangkabau, perda


INFORMASI ◽  
2017 ◽  
Vol 47 (1) ◽  
pp. 109
Author(s):  
Aris Martiana ◽  
Amika Wardhana ◽  
Poerwanti Hadi Pratiwi

Urban women have a higher education background who understand informationknowledge about smoking and financial independence as they work in the public sector.They have a smoking behavior both in private and public spaces so as to be known to thepublic. It is very interesting that smoking behavior is used as a symbol of communicationmade by fellow smokers, a symbol of social interaction in their group.This study aimsto be able to know that smoking as a symbol of interaction have meaning for urbanwoman smokers. This research is qualitative descriptive research because it will be ableto produce data information in holistic and depth. According to the purpose of researchused purposive sampling and snowball sampling techniques with data collectiontechniques using observation and interview. Data analysis using interactive modelanalysis technique.The results of this study showed that smoking is a symbol for themto communicate that occurs in social interaction. Symbols have a meaning that is asNeeds and Habits, Togetherness, Release Fatigue and Respect Smokers. They also havea habit in smoking that is done together with fellow smokers are drinking coffee, thereare also drinking liquor and gamble. That is gambling soccer. The activity is done whengathering with fellow smokers. The gathering is usually done at night after they work.AbstrakPerempuan urban memiliki latar belakang pendidikan tinggi yang memahamipengetahuan informasi tentang merokok dan kemandirian secara finansial dikarenakanmereka bekerja di sektor publik. Mereka memiliki perilaku merokok baik di ruang pribadimaupun umum sehingga dapat diketahui oleh masyarakat. Hal tersebut sangat menarikternyata perilaku merokok digunakan sebagai simbol komunikasi yang dilakukan sesamaperokok, simbol interaksi sosial dalam kelompok mereka.Penelitian ini bertujuan untukdapat mengetahui bahwa merokok sebagai simbol interaksi memiliki makna bagi perokokperempuan urban. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif karena akan dapatmenghasilkan informasi data secara holistik dan mendalam. Sesuai tujuan penelitian digunakanteknik cuplikan purposive sampling dan snowball samplingdengan teknik pengumpulan datamenggunakan observasi dan wawancara. Analisis data dengan menggunakan teknik analisamodel interaktif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwamerokok adalah sebuah simbol bagimereka melakukan komunikasi yang terjadi dalam interaksi sosialnya. Simbol tersebutmemiliki makna yaitu sebagai kebutuhan dan kebiasaan, kebersamaan, melepaskankepenatan dan menghargai sesama perokok. Mereka juga memiliki kebiasaan dalammerokok yang dilakukan bersama-sama teman sesama perokok yaitu minum kopi, adayang minum minuman keras juga ada yang berjudi yaitu judi bola. Kegiatan tersebutdilakukan saat berkumpul dengan sesama perokok dan biasanya dilakukan pada malamhari selepas mereka bekerja.


2018 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 117
Author(s):  
Zainal Abidin

Abstract The research on the infixed words in KBBI (Indonesian Great Dictionary) aims at describing the infixed words in the structure of the dictionary. This is a qualitative descriptive research. The subject of this study is the Fourth Edition of KBBI, while the object of research is the infixed entries contained in the dictionary. The data used in this study is the whole infixed words that made the entry in the dictionary. Data collection is carried out by reading and writing techniques. The data analysis steps are performed by collecting the entries, sorting the entries, classifying the entries by category or criteria according to the entry structure. The analysis is carried out after classification. The result of the research shows that in Fourth Edition of KBBI, there are twenty infixed words which are divided into four infixes -el-, -em-, -er-, and -in- and arranged as the main entry, i.e gelembung (bubbles), gelenang (grateful), geletar (tremble), geligi (teeth), gemeletuk (tingling), gemelugut (shrieking), gemeresik (rustling), gemeretak (rattling), gemerencang ( clanging), gemerincing (jingling), gemerlap (sparkling), gemetar (trembling), gemuntur (thundering), gemuruh  (rumbling), gerigi (serrations), serabut (fibers), seruling (flutes), sinambung (continuous), telingkah (hoarse), and telunjuk (finger). The word gerisik in the dictionary has the same basic meaning as the rhyme form, although the word geresik as the basic form of rustle are not found, while gerincing is the basic form of rattle, although the word gerencing is not found because the clanging rhyme is given the equivalent of word gemerincing to refer to the formation used. Meanwhile, in the dictionary, the word seruling (flute) that is supposed to be a derivation form of the word suling is created to be one of the meanings of the suling entry instead.  Abstrak Penelitian tentang kata-kata berinfiks pada Kamus Besar Bahasa Indonesia ini bertujuan untuk mendeskripsikan kata-kata berinfiks dalam struktur kamus tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, sedangkan objek penelitiannya adalah lema berinfiks yang terdapat di dalam kamus tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kata berinfiks yang dijadikan lema dalam kamus tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Langkah-langkah analisis data dilakukan dengan mengumpulkan lema, mengurutkan lema, mengklasifikasikan lema berdasarkan kategori atau kriteria sesuai dengan struktur lema. Penganalisisan dilakukan setelah dilakukan pengklasifikasian. Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat terdapat dua puluh kata berinfiks yang dibedakan menjadi empat infiks -el-, -em-, -er-, dan -in- dan disusun sebagai lema utama, yaitu gelembung, gelenang, geletar, geligi,  gemeletuk, gemelugut, gemeresik, gemeretak,  gemerencang, gemerincing, gemerlap, gemetar, gemuntur, gemuruh, gerigi, serabut, seruling,  sinambung, telingkah, dan telunjuk. Kata gerisik dalam kamus tersebut bermakna dasar yang sama dengan bentuk jadian gemeresik meskipun tidak ditemukan kata geresik sebagai bentuk dasar gemeresik, sedangkan gerincing merupakan bentuk dasar gemerencing kendatipun tidak ditemukan kata gerencing karena pada lema gemerincing diberi padanan kata gemerencing untuk mengacu bentukan yang dipakai. Sementara itu, kata seruling yang seharusnya merupakan bentuk derivasi dari kata suling dalam kamus tersebut malah dijadikan salah satu makna dari lema suling. 


Aksara ◽  
2021 ◽  
Vol 33 (1) ◽  
pp. 121-134
Author(s):  
Ketut Widya Purnawati ◽  
Ketut Artawa ◽  
Ni Luh Putu Krisnawati

AbstrakBahasa Indonesia tidak memiliki pemarkah kedefinitan yang khusus. Namun, bahasa Indonesia memiliki sejumlah kata yang dapat berfungsi sebagai pemarkah nomina. Penelitian ini berfokus pada fungsi pemarkah nomina dalam bahasa Indonesia sebagai pemarkah kedefinitan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode penelitian agih dengan teknik utamanya, yaitu teknik bagi unsur langsung. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan bersumber pada korpus corpora leipzig dan sejumlah teks fiksi berupa novel dan kumpulan cerita pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki sejumlah pemarkah nomina berupa (1) demonstrativa dasar, ini dan itu; (2) demonstrativa turunan begini dan demikian; (3) keterangan waktu yang berperilaku sebagai nomina, tadi; (4) verba tersebut; (5) artikula, si dan sang. Selain artikula, semua pemarkah nomina muncul setelah nomina yang dimarkahi. Dari pemarkah nomina yang telah teridentifikasi tersebut, ada lima pemarkah nomina yang dapat berfungsi sebagai pemarkah kedefinitan, yaitu ini, itu, tadi, tersebut, dan si. Berkaitan dengan strategi pemarkahan kedefinitan dalam bahasa Indonesia, ditemukan pula bahwa bahasa Indonesia mengijinkan adanya pemarkah definit ganda dan juga mengijinkan pengulangan nomina definit tanpa pemarkah pada penyebutan ulang setelah penyebutan nomina berpemarkah definit.Kata kunci: relasi anaforis, pemarkah nomina, demonstrativa, pemarkah definit, kedefinitan AbstractIndonesian language does not have a special definit marker. However, the Indonesian language has a number of words that can function as noun markers. This study focuses on the function of noun markers in Indonesian as definite markers. This research is a qualitative descriptive research by using distributional methods with parapharase technique as the main techniques. Data were collected using a note-taking method from the Leipzig corpora and a number of fictional texts in the form of novels and short story collections. The results show that the Indonesian language has a number of noun markers in the form of (1) basic demonstrative, ini and itu; (2) derived demonstrative, begini and demikian; (3) temporal adverbia that behaves like a noun, tadi, (4) verb tersebut; (5) article, si and sang. Based on the noun markers that have been identified, there are five noun markers that can be used as definite markers, those are ini, itu, tadi, tersebut, dan si. It was also found that Indonesian allows the occurrence of double definite markers and also allows the repetition of definite nouns without any marker for the following occurrence of the nouns with definite marker(s). Keywords: Anaphoric relation, noun marker, demonstrative, definite marker, definiteness 


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 153-168
Author(s):  
Ananda Raihan Faj ◽  
Muhammad Aditya Wisnu Wardana ◽  
Wijiasih Wijiasih ◽  
Chafit Ulya

This study aims to describe various forms of language errors in morphology and spelling in the AWALITA magazine of SMA Negeri 1 Talun.  Qualitative descriptive research method is the method used in this study.  In this study, several language errors were found, namely (1) morphological level errors, (2) spelling level errors, (3) writing errors in the preposition di-.  With this research, it is hoped that it can be used as an evaluation material in magazine linguistic writing, especially in the field of morphology.Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan berbagai bentuk kesalahan berbahasa bidang morfologi dan ejaan pada majalah AWALITA SMA Negeri 1 Talun. Metode penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa kesalahan berbahasa diantaranya, yaitu (1) Kesalahan tataran morfologi, (2) Kesalahan tataran ejaan, (3) Kesalahan penulisan preposisi di-. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi dalam penulisan kebahasaan majalah khususnya pada bidang morfologi.


2012 ◽  
Vol 36 (1) ◽  
pp. 25-45 ◽  
Author(s):  
John Macalister

Timor-Leste is a nation where three exogenous languages (Portuguese, Bahasa Indonesia, English) and one of many endogenous languages (Tetun) compete to be heard in public spaces. The constitution names both Tetun and Portuguese as co-official languages, and English and Bahasa Indonesia as working languages in the civil service; but official and de facto language policy are not necessarily the same. One mechanism that can mediate between ideology and practice, both as a way of imposing and of resisting official policy, is language in the public space. This paper demonstrates the insights that examining language in the public space can provide on language policy debates. It reports on the investigation of a linguistic landscape in Dili, the capital of Timor-Leste, and finds considerable difference between official language policy and language practices.


2015 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
Author(s):  
Laili Etika Rahmawati ◽  
Fitri Kartikasari ◽  
Yudha Wahyu Try Sukoco

This study aimed to analyze the language error on the Bahasa Indonesia National Examination instrument test of the Junior High School in 2012/2013 academic year. The research were qualitative descriptive research. The data analyzed the twenty packets of Bahasa Indonesia National Examination instrument test Secondary School Examination in 2012/2013. Twenty packages National Secondary School Examination in 2012/2013 were qualitative data. Data were collected from a package about twenty National Exams then was analyzed by using the language errors. The types of errors found in language packages about twenty Bahasa Indonesia National Examination in 2012/2013 were faults field of phonology, morphology and syntax. The results showed that language errors that occur in twenty packets Discuss Indonesian National Examination in 2013 as many as 58 data. Data analysis results was presented in accordance with the type of language errors that indicate an error in the twenty language packs Indonesian National Examination in 2013, both in the areas of phonology, morphology, and syntax.


2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 357-366
Author(s):  
Hasniar Hasniar

Family environment and social environment influence the process of acquiring Indonesian vocabulary for preschool children. This study aims to determine the vocabulary mastery of Indonesian preschool children. The case study of this research was located in Barru Regency. The research object studied was the mastery of the Indonesian language, the type of word class, and the factors that influenced it. The method used is a qualitative descriptive research method. The results of this study include the form of acquisition of Indonesian preschool children which consists of 4 words, phrases, clauses, and sentences. The dominant type of word class is the object vocabulary category (noun), and four factors affect the vocabulary mastery of Indonesian preschool children in Barru Regency, namely environmental factors, facilities, and children's health. The family environment and the environment in which preschool children generally speak Bugis language affect the Bugis dialect of preschool children in Indonesian.


HUMANIS ◽  
2021 ◽  
Vol 25 (2) ◽  
pp. 192
Author(s):  
I Gede Budiasa ◽  
Putu Weddha Savitri ◽  
A.A.Sg. Shanti Sari Dewi

One of the dynamics of language use that appears on social media today is the use of slang as a reflection of current language development. This phenomenon is interesting to discuss, especially regarding the purpose of using slang or why slang is widely used when using social media. The data source for this research is the verbal form contained in the author's personal social media such as WhatsApp, Twitter and Instagram, as well as YouTube social media. The documentation method is used in data collection with note-taking techniques, especially slang words. This research is a qualitative descriptive study using the theory of Patridge (1950), which is about 15 purposes for using Slang. The results of the analysis show that slang is used for various purposes, especially as a funny ingredient, to look different and contemporary, to facilitate social relations, to reduce seriousness in conversations, to encourage deep intimacy. There are also other goals such as to present oneself, to avoid pleasantries, to show superiority, and also to do something secretive.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document