Aksara
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

128
(FIVE YEARS 78)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Balai Bahasa Bali

2580-0353, 0854-3283

Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 257-268
Author(s):  
Bakdal Ginanjar ◽  
Dwi Purnanto ◽  
Hesti Widyastuti ◽  
Chattri S. Widyastuti

AbstrakPenelitian ini diarahkan pada kajian teks wacana pariwisata dengan pendekatan analisis wacana. Permasalahan yang dikaji adalah aspek kebahasaan pembangun kepaduan teks wacana berupa kohesi gramatikal referensi persona pada teks pariwisata di laman pesonaindonesia.kompas.com. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan aspek kebahasaan kohesi gramatikal referensi persona pada teks pariwisata dalam media digital yang hasilnya dapat dipakai sebagai salah satu dasar merespons tuntutan kualitas strategi komunikasi promosi yang kreatif.  Penelitian ini berjenis kualitatif deskriptif dalam linguistik. Sumber data berasal dari situs/laman pesonaindonesia.kompas.combulan Januari—Oktober 2019. Data berwujud teks wacana pariwisata. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Data dianalisis dengan metode agih dengan teknik ganti. Kajian ini menemukan pendayagunaan referensi pronominal persona yang difungsikan untuk membangun teks wacana yang khas dari teks pariwisata secara koheren. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks pariwisata menggunakan aspek-aspek gramatikal kohesi referensi persona pertama, kedua, ataupun ketiga. Referensi persona kedua mendominasi dalam teks pariwisata di laman pesonaindonesia.kompas.com. guna menciptakan keutuhan dan kepaduan wacana. Lebih lanjut, pemilihan referensi persona tersebut ditujukan untuk mendekatkan diri dengan pembaca dan terkandung implikasi persuasif bagi pembaca. Kata kunci: kohesi, referensi persona, teks pariwisata, wacana AbstractThis research is directed at the study of tourism discourse texts with the discourse analysis approach. The problem studied is the linguistic aspects of the building of the discourse text cohesion in the form of grammatical cohesion of persona references in the pariwisa text on the pesonaindonesia.kompas.com page. The aim is to describe the linguistic aspects of grammatical cohesion of references to charms in the tourism text in digital media, the results of which can be used as a basis for responding to the demands of the quality of creative promotional communication strategies. This research is a descriptive qualitative type in linguistics. The data source is from pesonaindonesia.kompas.com website / page from January to October 2019. The data is in the form of a tourism discourse text. The method of data collection is done by referring to the method. Data were analyzed by the method of distribution. The results showed that the tourism text uses grammatical aspects of the first, second, and third persona reference cohesion. The second persona reference dominates in the tourism text on the pesonaindonesia.kompas.com page. in order to create wholeness and cohesiveness of discourse. Furthermore, the selection of the reference persona is intended to get closer to the reader and has persuasive implications for the reader.Keywords: discourse, cohesion, personal pronouns, tourism text


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 215-228
Author(s):  
Resti - Nurfaidah

Abstrak Makalah berjudul “PSK dalam Framing Tiga Monolog” ditulis untuk membahas tokoh PSK dalam ketiga monolog yang bertemakan kehidupan PSK, yaitu Monolog Tanda Tanya (Anggi Eka Putri), Monolog Pelacur (Putu Wijaya), danMonolog Cahaya (Lenny Koroh dan Silvester Hurit). Penelitian dalam makalah tersebut dibatasi pada penampilan tokoh PSK dalam ketiga monolog, pembahasan PSK berdasarkan konsep framingdan representasi, serta sikap lingkungan terhadap tokoh PSK. Penelitian ini merupakan kualitatif dengan metode analisis deskriptif komparatif pada ketiga monolog. Konsep teoretis yang digunakan dalam penelitian ini adalah framing Pan Konscki, serta representasi Hall. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil berikut: (1) PSK yang ditampilkan dalam ketiga monolog ditunjukkan sebagai perempuan yang terjerumus. Tokoh PSK mudah terjerumus ke dalam dunia hitam, tetapi sulit keluar dari dunia tersebut; (2) Berdasarkan hasil framing dan representasi, tokoh PSK merupakan korban yang tidak mampu mengatasi dampak pelecehan seksual atau pemerkosaan. Kekecewaan berkepanjangan tidak pernah teratasi karena tokoh PSK dipertemukan dengan lingkungan atau pihak yang berkompeten menjerumuskan perempuan itu di dunia hitam, misalnya teman atau kekasih. Konflik dengan sosok ayah juga dianggap sebagai pencetus utama tercetusnya seorang perempuan ke dunia hitam; serta (3) sikap lingkungan terhadap tokoh PSK menunjukkan bahwa dunia hitam para PSK bukan dunia yang ramah. PSK tidak dapat ke luar dari dunia tersebut dengan mudah sementara ia harus bertanggung jawab untuk kehidupan anggota keluarganya.  Selain itu, ia harus menanggung risiko besar selama menjalani profesinya, tanpa perlindungan apa pun. PSK bukan saja mengalami kesulitan di dunianya sendiri, melainkan pula di dunia luar. Lingkungan sosial sulit menerima eksistensi mereka, bahkan cenderung merendahkan. Tidak jarang lingkungan sosial dapat menjadi pencetus atau pendukung terjerumusnya seorang perempuan menjadi PSK. Kata kunci: PSK, framing, pelecehan, korban Abstract"PSK in Framing of Three Monologues" discussed prostitute figures on the three prostitute themed monologues:  Monolog Tanda Tanya (Anggi Eka Putri), Monolog Pelacur (Putu Wijaya), dan Monolog Cahaya (Lenny Koroh dan Silvester Hurit). The research was limited to (1) the appearance of prostitute figures in all three monologues, (2) prostitute discussions based on the result of framing and representation, also (3) environmental reactions towards prostitutes. This research is qualitative with a comparative descriptive analysis method on all three monologues. The theoretical concept used in this research was Pan Konscki’s framing, as well as Hall representation of the. The result was below. First, PSK displayed in all three monologues was shown as women who were extremely trapped. PSK figures easily fell into the site, but were difficult to get out from. Second, based on the framing and representation, prostitute figures were victims who were unable to cope with the effects of sexual harassment or rape. Prolonged disappointment had never been resolved because they met with the environment or the competent party plunged them into such world, such as friends or lovers. Conflict with a father figure was also considered as the main originator of the emergence of a woman into the sit. Three, the environmental attitude towards the prostitute shew that the surroundings of prostitutes were not a friendly world. They won’t let to be out of it easily while, on the other hand, they had to be responsible for the lives of their family members. In addition, they were close to high-risks of their profession, without any protection. Prostitutes were not only experience difficulties in their own world, but also in the outside world. The social environment also hardly accepted their existence, even tends to be condescending. Sometimes, it could be the originator or supporter of a woman becoming a prostitute. Keywords: prostitute, framing, harrashment, victims


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 169-186
Author(s):  
Mashuri Mashuri

AbstrakPenelitian sandur, kesenian rakyat berupa drama tari di Desa Ledok Kulon, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro sudah banyak, tetapi yang membicarakan tentang kekerasan budaya dan tembang sandur dalam kerangka arkeologi dan genealogi pengetahuan belum ditemukan. Hal itu karena kekerasan budaya menimpa seni tersebut karena imbas stigmatisasi sepihak pascatahun 1965—1966 yang menganggap sebagai kesenian rakyat yang berafiliasi ke PKI, dan pada masa puritanisme Islam menguat pada tahun 1990-an yang menganggap sandur tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, padahal isi tembang-tembang sandur kontradiksi dengan stigma tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini menguak aspek kekerasan budaya dengan menelusuri tembang sandur dari perspektif genealogi dan arkeologi pengetahuan dalam bingkai cultural studies. Teori yang digunakan adalah triangulasi teori, yaitu folklor, arkeo-genealogi pengetahuan, dan kesejarahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) tembang-tembang sandur memiliki metrum puitika Jawa yang mengarah pada nyanyian anak-anak, dengan media bahasa Jawa lokal, dan menyimpan jejak kearifan lokal, etika, dan spiritual, (2) nilai-nilai Islam-Jawa menjadi ruh tembang-tembang sandur. Di dalamnya terdapat sinkretisme nilai-nilai Jawa dan Islam, (3) stigmatisasi sepihak pada Sandur Bojonegoro, baik oleh kalangan anti-komunis maupun puritanisme Islam, hanya melihat pada konteks kesejarahan Indonesia pada Orde Lama ketika politik menjadi panglima dan hanya melihat penampang permukaan semata tanpa mendalami unsur-unsur pembentuknya, ideologi, ajaran luhur, dan tradisi yang melahirkan seni sandur.    Kata kunci:Sandur Bojonegoro, kekerasan budaya, arkeologi, genealogi pengetahuan  AbstractThere are many researches on sandur, folk art in the form of dance dramas in Ledok Kulon Village, Bojonegoro District, Bojonegoro Regency, but those that talk about cultural violence and tembang sandurin the archaeological framework and genealogy of knowledge have not been found. This is because cultural violence befell the art because of the impact of unilateral stigmatization after 1965-1966 which considered it a folk art affiliated to the PKI, and during the period of strong Islamic puritanism in the 1990s, which considered sandur not in accordance with Islamic values, even though the contents tembang sandurcontradict this stigma. Therefore, this study uncovers aspects of cultural violence by tracing tembang sandurfrom the perspective of genealogy and knowledge archeology within the framework of cultural studies. The theory used is triangulation of folklore theory, archeology-genealogy of knowledge, and history. As a result, (1) the sandursongs have a Javanese poetic metre that leads to children's singing, with local Javanese language media, and keeps traces of local wisdom, ethics, and spirituality, (2) Javanese-Islamic values become the spirit of the tembang sandur. In it there is a syncretism of Javanese and Islamic values, (3) the unilateral stigmatization of SandurBojonegoro, both by anti-communists and Islamic puritans, only looks at the historical context of Indonesia in the Orde Lamawhen politics was the commander and only sees the surface without explore its constituent elements, ideology, noble teachings, and traditions that gave birth to the art of sandur. Keywords:SandurBojonegoro, cultural violence, archeology, genealogy of knowledge


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 269-282
Author(s):  
Hadi Machmud ◽  
Fahmi Gunawan

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tuturan direktif bahasa pengasuhan anak pra-sekolah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus. Data penelitian berupa tuturan direktif guru terhadap siswa dan tuturan siswa terhadap guru yang mengandung kesantunan.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi. Analisis data dilakukan secara tematik dan menggunakan paramater kesantunan linguistik tuturan direktif Kunjana (2005). Hasil penelitian ini melaporkan bahwa penanda kesantunan tuturan direktif bahasa pengasuhan guru terhadap anak-anak pra-sekolah itu berupa penggunaan penanda partikel, seperti ki, ta, ji, iyye, yadalam bahasa Bugis dan penggunaan penanda kesantunan berbentuk kata, seperti kata kekerabatan dan kata julukan. Demikian pula, tuturan direktif guru kepada anak-anak pra-sekolah direalisasikan dalam bentuk kalimat sederhana baik yang berbentuk kalimat pendek maupun panjang. Penelitian ini mengimplikasikan dua hal, yaitu implikasi konseptual dan implikasi  praktis. Secara konseptual, penelitian mengembangkan konsep ‘menjaga muka’ Brown dan Levinson (1987), sementara secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para guru sekolah untuk senantiasa menerapkan bahasa santun kepada anak didiknya. Penggunaan bahasa santun itu tentu dapat memengaruhi kejiwaan anak dan di masa mendatang mereka dapat meniru perkataan santun yang disampaikan ke mereka. Kata kunci:anak-anak prasekolah, bahasa pengasuhan, Indonesia, kesantunan linguistik, tindak tutur direktifAbstractThis researchaims to elucidate directive pre-school parenting language in Indonesia. This research adopted a case study research design. The utterances of teacher to student containing politeness and vise versa used as the main data. To collect data, observational partisipant was utilized.  Data analysis was carried out thematically and using the linguistic politeness parameter of Kunjana's directive speech (2005). This study reported that politeness markers of directive speech acts incorporate the using of politeness markers particle, such as ki, ta, ji, iyye, ya, sini in Buginesse language and politenesswords, like kinships and nicknames. Likewise, the teacher's directive speech to pre-school children is realized in the form of simple sentences, both in the form of short and long sentences. This research implied conceptual and practical implications. Conceptually, this research extends the concept 'face threatening act' of Brown and Levinson (1987), while practically, this evidence is expected to be used by school teachers to always apply polite language to their students. The use of polite language can certainly affect children's psyche and in the future they can imitate polite words conveyed to them.Keywords:directive speech act, linguistics politeness, parenting language, pre-school children, Indonesia 


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 201-214
Author(s):  
Intan Zuhrotun Nafi'ah ◽  
Candra Rahma Wijaya Putra

 AbstrakTema lokalitas yang dikemas dengan sangat apik mengantarkan Felix K. Nesi menyabet pemenang sayembara tahunan DKJ 2018. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dinamika lokalitas masyarakat NTT yang dinarasikan pengarang dalam novelnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Sumber data penelitian ini adalah novel Orang-Orang Oetimukarya Felix K. Nesi. Data penelitian berupa kata, frasa, atau kalimat yang menunjukkan unsur-unsur lokalitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama terdapat enam unsur lokalitas yang dinarasikan dalam novel. Enam unsur tersebut diantaranya ialah lokalitas bahasa, lokalitas religi, lokalitas sistem pengetahuan, lokalitas sistem perekonomian, lokalitas kesenian, serta lokalitas sistem teknologi. Kedua, sebagian besar unsur lokalitas tersebut mengalami perkembangan. Perkembangan ini bagaikan dua sisi mata pisau, dimana satu sisi memberikan pengaruh positif dan sisi yang lain memberikan pengaruh yang negatif. Ketiga, adanya perkembangan kebudayaan ini tidak terlepas dari munculnya arus globalisasi yang terbangun atas 4 dimensi kebudayaan global yakni ideoscape, ethnoscape, mediascape, dan technoscape.  Kata kunci:lokalitas, kebudayaan, sosiologi sastra AbstractTheme of locality was packaged very nicely led Felix K. Nesi to win in the 2018 DKJ annual contest. The purpose of this study was to examine the dynamics of locality of the NTT. This research is a qualitative descriptive study with a sociological approach to literature. The data source of this research is the novel Orang-Orang Oetimu by Felix K. Nesi. Research data form of words, phrases, or sentences that indicate of locality. The results of this study are first there are six elements of locality narrated in the novel. These six elements include language locality, religious locality, knowledge system locality, economic system locality, artistic locality, and technological system locality. Second,) most of these elements locality is developing. Development are two sides of the blade, where one side impact positive and the other negative impact. Third, development of these cultures can’t be separated from the globalization developed 4 dimension global culture as ideoscape, ethnoscape, mediascape, and technoscape.Keywords: locality, culture, sociology of literature  


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 283-294
Author(s):  
Ni Luh Putu Sri Adnyani

AbstractThis study reports the difficulties 40 first-year Indonesian college students, majoring in English, had in pronouncing the English fricatives. The aim of this paper is, first, to reveal how these Indonesian EFL learners produced English fricatives, the order of difficulties, and the pronunciation constraints they experienced. The second aim is to identify the possible causes of the pronunciation difficulties. In collecting the data, two types of tasks were administered: a word-list-reading task (Task 1) and a sentence-list-reading task (Task 2). By using Wilcoxon based T-Test, it was revealed that there was a significant difference in the number of errors in Task 1 and Task 2. There was also an increase in errors in Task 2. The results show that the order of difficulties Indonesian learners had in producing fricative sounds (from the most to the least problematic) were: /v/, /ʃ/, /ð/, /θ/, /z/, /ʒ/, /f/, and /s/. It is likely that the influence of the challenging English spelling system played the most important role in the students’ errors. Other factors such as transfer of L1 and the developmental process also contributed to the errors. This research implies that teachers need to apply certain strategies to meet students’ needs.  Keywords: English, fricative, Indonesian students, errors AbstrakPenelitian ini melaporkan kesulitan yang dialami mahasiswa tahun pertama Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris  dalam melafalkan bunyi geser , urutan kesulitan  dan kendala dalam pelafalan bunyi tersebut. Tujuan kedua penelitian ini adalah mengidentifikasi kemungkian sebab-sebab dari kesulitan ini. Dua jenis tugas diberikan kepada siswa untuk mengumpulkan data yaitu tugas membaca daftar kata (Tugas 1) dan tugas membaca daftar kalimat (Tugas 2). Berdasarkan hasil Uji T  Wilcoxon terungkap bahwa  terdapat perbedaan yang signifikan dari segi jumlah kesalahan dalam mengerjakan tugas I dan tugas 2. Juga terdapat peningkatan kesalahan dalam Tugas 2. Hasil-hasil ini memperlihatkan bahwa urutan kesulitan yang dialami mahasiswa Indonesia dalam melafalkan bunyi frikatif ( dari yang paling bermasalah hingga yang kurang bermasalah ) adalah : /v/, /ʃ/, /ð/, /θ/, /z/, /ʒ/, /f/, dan /s/. Ada kecenderungan bahwa sistem ejaan Bahasa Inggris yang rumit sangat besar pengaruhnya terhadap  kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh mahasiswa. Faktor-faktor lain seperti transfer dari BI dan  proses perkembangan juga berkontribusi terhadap kesalahan-kesalahan tersebut.  Implikasi penelitian ini adalah dosen atau guru  dapat menerapkan strategi-srategi tertentu untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa atau siswa.  Kata kunci: bahasa Inggris, bunyi geser, mahasiswa Indonesia, kesalahan 


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 187-200
Author(s):  
Sriyono Sriyono

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis refleksi kargoisme di dalam cerita rakyat Fakfak melalui pendekatan antropologi sastra. Untuk menganalisis unsur budaya motif kargoisme (kultus kargo) masyarakat Fakfak dalam cerita rakyat, maka peneliti menggunakan metode deskriptif interpretatif dengan memanfaatkan cara-cara penafsiran dan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan catat, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan antropologi sastra dengan model analisis konten. Analisis konten dilakukan melalui tahap inferensi, analisis, validitas dan reliabilitas. Dari analisis diketahui bahwa motif kargoisme di dalam 6 cerita rakyat Fakfak yang berjudul “Botol Manci”, “Kisah Kaprangit Gewab”, “Sayap Burung Kasuari”, “Perlawanan Para Binatang Buruan””, Perundingan Sekelompok Burung”, dan “Pohon Kayu” terlihat jelas. Temuan ini mengukuhkan pernyataan bahwa setiap ada tindakan represif pasti akan timbul perlawanan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar cerita yang ada bermotif perlawanan. Kata kunci:motif kargoisme, cerita rakyat Fakfak, antropologi sastra AbstractThe study was intended to describe a cargoism reflection in the folklore of Fakfak through the approach of literary anthropology.To analyze cultural elements of Fakfak cargoism motive (cargo cult) in folklore, descriptive methods of interpretation used to utilize interpretations by presenting them in a description.Data collection is done with interview and recording techniques, and then analyzed using literary anthropology approaches with content analysis models. Analysis shows the cargoism motive in 6 Fakfak folklore called  Botol Manci, Kisah Kaprangit Gewab, Patahnya Sayap Burung Kasuari, Perlawanan Para Binatang Buruan, Perundingan Sekelompok Burung, and Pohon Kayuclearly reflected. These findings confirm the claim that any repressive action will inevitably result in resistance. It is not suprising, therefore, that most stories have ulterior motives. Keywords:cargoism motive, Fakfak folklore, literarture anthropology 


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 245-256
Author(s):  
Berhanu Asaye Agajie

AbstractThe objective of this study wasto investigate how literary folktale narrations promoting children's multiple intelligences. In this study qualitative design was adopted. The target populations of this study were found in Awi zone. In this case, expert sampling was used to capture multiple intelligences entrenched in a meticulous manifestation of knowledge in folktales.Through purposive sampling 20 folktale narrators (10 females and 10 male) were interviewed and two group discussions were conducted. The result of the study showed that engagement of children within literary narrations enablesthem to promote their linguistic, logical, spatial, musical, natural, interpersonal, intrapersonal, and bodily kinesthetic intelligences. Result and discussion showed thatliterary folktale narrations promote social cohesion regardless of age and gender. The children at any talent stage were acquainted with how to use their multiple intelligent through learning and their life experiences. This hypothesis is significant to elementary education because teachers able to observe more recurrently that students learn in different ways. Therefore, there is close relationship between literacy and folklore in influencing naturalist intelligencechildrento make a distinction among animals, categorize, and use features of the environment.Keywords: children, folktale, intelligences, literaryAbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk meneliti bagaimana narasi folktale yang meningkatkan  kecerdasan multipel anak-anak. Dalam penelitian ini, digunakan desain kualitatif. Target populasi penelitian ini ditemukan di wilayah Awi. Dalam kasus ini, expert sampling digunakan untuk mengkaji kecerdasan multipel yang berakar dalam manifestasi pengetahuan folktale. Melalui purposive sampling(penyampelan berdasarkan tujuan), 20 pencerita folktale (10 perempuan dan 10 laki-laki) diwawancarai dan dua diskusi kelompok dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelibatan anak-anak dalam narasi sastra memungkinkan mereka untuk meningkatkan kecerdasan linguistik, logis, spasial, musik, alami, interpersonal, dan kinestetik tubuh mereka. Hasil dan pembahasan ini menunjukkan bahwa narasi folktale meningkatkan hubungan sosial tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Anak-anak pada setiap tahap bakat berkenalan dengan bagaimana menggunakan kecerdasan multipel mereka melalui pembelajaran dan pengalaman hidup mereka. Hipotesis ini sangat penting bagi pendidikan dasar guru dapat mengamati secara berulang-ulang bahwa siswa belajar dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu, ada kaitan erat antara literasi dan cerita rakyat dalam memengaruhi kecerdasan alami anak-anak untuk membuat perbedaan di antara hewan, mengategorikannya, dan menggunakan karakteristik lingkungan.  Kata Kunci: anak-anak, dongeng, kecerdasan, literasi 


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 323-333
Author(s):  
Sang Ayu Putu Eny Parwati

AbstrakPengenalan budaya lokal sebagai media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis bagi pemelajarnya. Media pembelajaran yang menyangkut budaya pada bahasa yang dipelajari juga dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, serta memudahkan penafsiran dan memadatkan informasi, seperti yang ada dalam budaya Bali yang dapat diaplikasikan dalam pengajaran BIPA untuk Tingkat Pemula. Dengan menerapkan metode studi pustaka yang berlandaskan pada beberapa sumber dan pengetahuan penulis tentang budaya Bali, tulisan ini dapat dipaparkan dengan metode naturalistik karena hal-hal yang berkaitan dengan masalah budaya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting). Hasil yang diperoleh, yaitu budaya Bali sebagai media pembelajaran BIPA untuk pemelajar Tingkat Pemula, khususnya bagi pemelajar yang sedang belajar di Bali sangat menarik untuk disampaikan sebagai media penunjang pembelajaran utama dan sebagai motivasi untuk meningkatkan kemampuan memahami materi yang sedang dipelajari oleh pemelajar. Pengenalan etika berbicara dalam bentuk sapaan, mengucapkan salam dengan gestur yang tepat, dan mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan aktivitas adat dan keagamaan yang masih sangat kental dalam budaya Bali sangat perlu dan menarik untuk diketahui oleh pemelajar. Selain itu, gagasan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun bahan ajar atau bahan penunjang pengajaran BIPA untuk Tingkat Pemula selanjutnya, khususnya bagi lembaga BIPA yang ada di Provinsi Bali.Kata kunci: BIPA, budaya Bali, media, motivasiAbstractThe introduction of local culture as arouse teaching medium in the teaching-learning process can arouse desire and interest, evoke motivation and stimulation of learning activities, and even bring psychological influences to the learners. Learning media related to the culture where a language is learned can also help students to increase understanding, present data attractively and reliably, facilitate interpretation and condense information is available in Balinese culture that can be applied in teaching BIPA for Beginner Level. By applying the literature study method which is based on several sources and the author’s knowledge about Balinese culture, this paper can be presented with naturalistic methods because matters relating to cultural issues are carried out in natural settings. The results obtained that the Balinese culture as BIPA learning media for Beginner Level students, especially for students who are studying in Bali is very interesting to be conveyed as a primary learning support medium and as a motivation to improve the ability to understand what is being learned by students. The introduction of ethics speaks in the form of greetings, says greetings with appropriate gestures, and expresses matters related to traditional and religious activities that are still very thick in Balinese culture. In addition, this idea can be taken into consideration in preparing teaching materials or supporting materials for BIPA teaching for the next Beginner Level, especially for BIPA institutions in the Province of BaliKeywords: BIPA, Balinesse culture, supporting materials, motivation


Aksara ◽  
2022 ◽  
Vol 33 (2) ◽  
pp. 295-308
Author(s):  
Subiyantoro Subiyantoro

Abstrak Penelitian ini bertujuan untukmenemukan dan mendeskripsikan struktur, bahasa yang dipilih untuk mentransmisikan, serta karakter pesan teksmonologis yang ditulis di ruang pesan tiga grup WhatsAppdan sekaligus dikirim ke seluruh anggota grup. Data berupa pesan teks monologis, diperoleh dari sumber tertulis tiga grup WhatsAppberbeda dengan cara membuat tangkapan layar pesan teks yang dipilih. Untuk menguji validitas data dilakukan wawancara dengan informan terkait. Data berbahasa Prancis bersumber dari sebuah grup WhatsAppyang anggotanya berprofesi sebagai guru bahasa Prancis, data berbahasa Indonesia diambil dari sebuah kelompok pengajian, dan data berbahasa Jawa diperoleh dari sebuah grup WhatsAppRW. Data terkumpul dianalisis berdasar perspektif monologis Bakhtin. Hasil analisis menunjukkan bahwa pesan teks monologis di dalam ruang pesan grup-grup WhatsApptersebut dituturkan dari penutur yang berwewenang kepada seluruh partisipan di masing-masing grup dalam konteks pemberian informasi.  Pesan teks monologis tersebut dapat berstruktur lengkap atau semi lengkap, cenderung disampaikan dalam bahasa yang prestise di lingkungannya, dan secara umum bersifat otoritatif. Kata kunci: monologis, otoritatif, pesan teks, WhatsApp AbstractThis studyaimed to discover and describe the structures, language preference, and characters of the monologic text messages written and sent to all group members in the message spaces of three WhatsApp groups.The data that were in the forms of monologic text messages were obtained from three written sources, which were three WhatsApp groups, by taking and saving screenshots of selected text messages. To test the validity of the data, interviews were conducted with informants. The data written in French were collected from a WhatsApp group whose members are the French language teachers. The data written in Indonesian were obtained from a Quran reading group, and those in Javanese were collected from a WhatsApp group of a community unit (RW). All of the collected data were analyzed based on Bakhtin's monologic perspective. The results of the analysis showed that the monologic text messages in the message spaces of the WhatsApp groups were written by speakers (group members) with authority over all other group members in the three WhatsApp groups in terms of providing information. The monologic text messages were either complete or semi-complete, tended to be conveyed in language that showed prestige in each group’s environment, and were generally authoritative. Keywords: monologic, authoritative, text message, WhatsApp


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document