scholarly journals PENDIDIKAN KARAKTER: STRATEGI PENDIDIKAN NILAI DALAM MEMBENTUK KARAKTER RELIGIUS

2016 ◽  
Vol 1 (02) ◽  
pp. 230
Author(s):  
Heri Cahyono

This research aimed to know the educational strategy value in constructing the students’ religious character. This research used descriptive analytic that used the scholars’ theories about the value of education in constructing  of character building. As for the researcher conducted analysis in roder to know the effectiveness of educational strategy value which is considered ineducation world. The finding of this research concluded that the educational strategy value  can use several strategies, that are moral knowing, modeling and moral modeling, feeling and loving the good, moral acting, punihsment, admonition, and habituation. As for the success of constructing the students’ character is when the people has multi-competence as well as the science of moral knowing, moral feeling and moral action as a the entity which is can not be separated.

2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 32-41
Author(s):  
Melisa Agustrianti ◽  
Feri Wahyudi ◽  
Moh. Masrur

Abstract This study aims to describe: (1) Implementation of Pesantren Based Student Management in Character Formation, (2) Success of Character Building Through Pesantren Based Student Management, And (3) Supporting Factors And Impediments of Pesantren Based Student Management in Character Building in MA Nurul Huda Pringsewu. The result of research shows that pesantren boarding school management in character formation in MA Nurul Huda Pringsewu use three strategy step, that is moral knowing, moral feeling, and moral action. And in its application using four management functions, namely; (2) Organizing: establishing an organizational structure with the Asatidz Council Pondok Pesantren Nurul Huda Pringsewu (3) Implementation: launches four programs, namely: (a) formal system, (b) non-formal system, (c) organizational system, (d) vocational system. (4) Supervision: direct supervision and through evaluation of Headmaster along with Nurse and Board of Asatidz Pondok Pesantren Nurul Huda Pringsewu. The successful management of pesantren-based learners in the formation of these characters can be seen from the achievement of existing indicators in the field, that is, there are ten values of characters that are formed: religious, honest, tolerance, discipline, self-reliant, friendly / communicative, democratic and respectful. While supporting factors and inhibiting the management of pesantren-based learner in the formation of character in MA Nurul Huda Pringsewu, supporting factors ayaitu: (a) motivation kyai, ustadz / teacher, and students who support, (b) adequate learning media, (c) climate and the tradition of pesantren that supports, (d) the figuration of kyai and ustadz / teacher as concrete examples, (e) vocational programs with adequate media, and (f) intimate communication between institutions and society. The inhibiting factors include: (a) inadequate learning media care standards, (b) pesantren traditions with simplicity, (c) lack of critical culture, (d) uneven activity effectiveness, and (e) negative external cultures. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Penerapan Manajemen Peserta Didik Berbasis Pesantren Dalam Pembentukan Karakter, (2) Keberhasilan Pembentukan Karakter Melalui Manajemen Peserta Didik Berbasis Pesantren, Dan (3) Faktor Pendukung Dan Penghambat Manajemen Peserta Didik Berbasis Pesantren Dalam Pembentukan Karakter di MA Nurul Huda Pringsewu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, manajemen pesertadidik berbasis pesantren dalam pembentukan karakter di MA Nurul Huda Pringsewu menggunakan tiga langkah strategi, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action. Dan dalam aplikasinya menggunakan empat fungsi manajemen, yaitu; (1) Perencanaan: (a) menentukan nilai-nilai karakter yang diprioritaskan, (b) melakukan sosialisasi, (c) mempersiapkan program harian, dan (d) melaksanakan pembiasaan dalam perilaku keseharian.(2) Pengorganisasian: membentuk struktur organisasi dengan Dewan Asatidz Pondok Pesantren Nurul Huda Pringsewu.(3) Pelaksanaan: mencanangkan empat program, yaitu: (a) sistem formal, (b) sistem non formal, (c) system organisasi, (d) system vokasional. (4) Pengawasan: pengawasan langsung dan melalui evaluasi Kepala Sekolah bersama Dengan Pengasuh Dan Dewan Asatidz Pondok Pesantren Nurul Huda Pringsewu. Keberhasilan manajemen peserta didik berbasis pesantren dalam pembentukan karakter ini dapat dilihat dari ketercapaian indikator yang ada di lapangan, yaitu ada sepuluh nilai karakter yang terbentuk: religius, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, bersahabat/komunikatif, gemar membaca, peduli lingkungan, kreatif, demokratis dan hormat/menghargai. Sedangkan factor pendukung dan penghambat manajemen peserta didik berbasis pesantren dalam pembentukan karakter di MA Nurul Huda Pringsewu, factor pendukungny ayaitu: (a) motivasi kyai, ustadz/guru, dan siswa yang menunjang, (b) media pembelajaran yang memadai, (c) iklim dan tradisi pesantren yang mendukung, (d) figurisasi kyai dan ustadz/guru sebagai teladan konkrit, (e) program vokasional dengan media yang memadai, dan (f) komunikasi yang akrab antara lembaga dengan masyarakat. Sedang factor penghambat meliputi:(a) standar perawatan media pembelajaran belum memadai, (b) tradisi pesantren dengan corak kesederhanaannya, (c) minimnya budaya kritis, (d) efektivitas kegiatan belum merata, dan (e) budaya negative dari luar. Kata kunci: Manajemen PesertaDidik, Pesantren, Pembentukan Karakter


2013 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 48
Author(s):  
Kamsinah Kamsinah

Character building is the most important thing to do as it is a striving system which underly behavior (Freud).  Even more, good character is more to be praised than outstanding talent. Most talents are to some extent a gift. Good character, however, is not given to us. we have to build it peace by peace by thought, choice, courage, and determination.  So important it is that it is said that  if there is no more character every thing is lost (Mahatma Gandhi). The best way to build it is  to develop   the function of all  individual potential,  including cognitive, affective,  and psychomotoric aspects simultanously in the context of socio-cultural interaction (in family, in  school, and in society). Character  is gained by nature and nurture. It can be done begin from the golden age to the old one through the three character building components: moral knowing, moral feeling, and moral action as suggested by Lickona. They make it possible since human beings, as  the best-formed creature of all, are the ones and the only creature posessing culture, and that,  they can educate and be educated in terms of   the model of  person of character.  Everybody must have character. Therefore,  to apply Lickona’s,  one must  empower her/his language, in which  she/he/ perform her/his competence in using language creativity (Chomsky) in   both ordinary  and literary language. In this case, Buginese language is used as the sample.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 58-67
Author(s):  
Ghina Maslihah Muharrom ◽  
Gina Nursyayidah Mukaromah ◽  
Hendi Agus Dian ◽  
Neng Syifa Ulfiah ◽  
Elfan Fanhas Fatwa Khomaeny

ABSTRAK Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak masa kelahiran anak walaupun baru dirasakan dampaknya setelah anak-anak tersebut tumbuh dewasa. Pendidikan karakter sejak dini merupakan pondasi awal dalam membentuk karakter di masa mendatang. Sikap bersahaja harus ditanamkan pada anak mulai sejak dini karena untuk memilah dan memilih antara apa yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. Hidup bersahaja banyak memberi manfaat bagi kehidupan karena dapat memperteguh hati untuk selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan dan hidup akan lebih berarti bagi sesama. Salah satu membiasakan anak usia dini bersahaja yaitu dengan cara menabung. Menabung berarti menyisihkan sebagian uang yang dimiliki untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. tujuan orang-orang dalam menabung pada umumnya sangatlah berbeda-beda tapi intinya adalah untuk memenuhi ekspektasi atau harapan di masa depan. Dengan menggunakan metode kualitatif, maka penelitian yang berupa kata-kata dan gambar dalam pengumpulan data-data, data tersebut mengandung makna yakni makna yang sebenarnya atau suatu nilai yang baik. Menanamkan sikap bersahaja pada anak usia dini dengan cara pembiasaan menabung.   Kata Kunci : anak usia dini, sikap bersahaja, pembiasaan menabung     ABSTRACT Character building education is a long process that must be started from childbirth even when it is felt after the children grow up. Early character education is an early foundation for character building in the future. Simple attitudes should be instilled in children starting early because to sort and choose between what is needed and not needed. Simple life provides many benefits for life because it can strengthen the heart to always be grateful for what God gives and life will be more meaningful to others. One of the habitual early childhood that is by way of saving. Saving means setting aside some of the money held for a certain period of time. the purpose of the people in saving in general is very different but the point is to meet expectations or expectations in the future. By using qualitative methods, the research in the form of words and images in the collection of data, the data contains the meaning of the true meaning or a good value. Embedding a simple attitude in early childhood by way of saving habituation.   Keywords: early childhood, modesty, saving habits  


Author(s):  
Yusrianto Kadir

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pembangunan karakter dalam merubah perilaku hukum mahasiswa dan model integratif pembangunan karakter dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Pendekatan teori darahkan pada dua pendekatan utama yaitu integrasi nilai anti korupsi dan pembentukan lingkungan yang tidak Permissive to corruption. Hasil pembahasan menunjukan: (1) pendidikan karakter harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). (2) Komponen utama pembentuk intensi perilaku yaitu Attitude toward behavior, Subjective norms, Control belief. Kesimpulan diharapkan perilaku anti-korupsi mahasiswa yang disasar adalah konsistensi anti-korupsi ditengah realitas lingkungan eksternal yang masih sangat korup. Konsistensi ini diharapkan selanjutnya meningkat menjadi keberanian mahasiswa menjadi garda depan dalam mengajak masyarakat untuk melakukan zero-tolerance terhadap tindak korupsi.


2017 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 126
Author(s):  
Chairil Effendy

Literature and language play important role in forming the character of a country. Language that is delicate, neatly arranged, and expressed with good manner in various occasions creates lovely, beautiful, well-mannered, civilized impressions either for the speaker or the listener. Therefore in a long time, whether when it is in the position as lingua franca for the Nusantara people or when it is in the position as regional language, Malay, and Malay literature, has played important role in forming Malay country’s character. Speaking and doing literature using Malay that is based on the ethical and aesthetic values not only colour the life of the noblemen in the kingdom palace, but also among the people. The delivery of certain messages orally through pantun or literary texts such as poem and gurindam that contain a lot of moral values, really contributes to the forming of Nusantara people’s personality and character. The problem is that country’s character is not the destiny or fate, not something that has been available on its own; it is a “course” or “duty”. It must be planted, internalized, built, formed, and kept ground inside the country’s children selves. In this context, language plays important role. Language is the symbolic system that with it men can form, raise, and develop their culture. In relation to it, the position and function of Indonesian and regional (Malay) languages must be reinforced: “schools oblige to develop Indonesian and regional languages to become the part of country’s character building.”AbstrakSastra dan bahasa memainkan peranan penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Bahasa yang halus, tertata rapi, dan disampaikan dengan tatakrama yang baik dalam berbagai kesempatan menimbulkan kesan elok, indah, santun, terhormat, beradab, baik bagi pembicara maupun pendengarnya. Demikianlah dalam waktu yang lama, baik tatkala berkedudukan sebagai lingua franca bagi masyarakat Nusantara maupun ketika berkedudukan sebagai bahasa daerah, bahasa Melayu, pun sastra Melayu, telah memainkan peran penting dalam membentuk karakter bangsa Melayu. Berbahasa dan bersastra dengan bahasa Melayu yang berlandaskan pada nilai-nilai etika dan estetika itu tidak hanya mewarnai kehidupan para bangsawan di istana kerajaan, melainkan juga di tengah rakyat jelata. Penyampaian pesan-pesan tertentu secara lisan melalui pantun atau melalui teks sastra seperti syair dan gurindam yang banyak mengandung nilai-nilai moral, sangat kontributif bagi pembentukan kepribadian dan karakter masyarakat Nusantara. Masalahnya adalah karakter bangsa itu bukanlah nasib bukan pula takdir, bukan sesuatu yang telah tersedia dengan sendirinya; ia adalah “ikhtiar” atau “tugas”. Ia harus ditanamkan, diinternalisasikan, dibangun, dibentuk, dan terus diasah di dalam diri anak-anak bangsa. Dalam konteks ini bahasa memainkan peranan penting. Bahasa adalah sistem simbol yang dengannya manusia dapat membentuk, memelihara, dan mengembangkan kebudayaannya. Berkaitan dengan hal tersebut, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dan daerah (Melayu) harus diperkuat: “sekolah-sekolah wajib mengembangkan bahasa Indonesia dan bahasa daerah menjadi bagian dari pembangunan karakter bangsa.”


2018 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 98-108
Author(s):  
Akhyar Rosidi

This study aims to describe the youth’s social expectations of the nasyid text Ya Fata Sasak by T.G.K.H. Muhammad Zainuddin Abdul Majid. The research method used is semiotic that is qualitative interpretive with content analysis techniques that focus to the research on the latent content of nasyid text Ya Fat Sasak as data research on the latent content of the nasyid Ya Fata Sasak research. This technique is carried out by copying the nasyid Ya Fata Sasak manuscript to Indonesian, reading, writing, and coding into five codes of Rolands Barthes such as hermeneutic code, action code, symbolic code, semantics code, and referential code. So the social expectations of the Sasak youth are defined. The result of this research shows that Sasak youth have equal opportunities with other young people in Indonesia to expect both individually and collectively. Every social expectation carried  out by Sasak youth is certainly related to the interest of the people, nation and the state which is realized through the strengthening of critical and independent discourses to  maintain  their  idealism,  such  as  building self-confidence (character building) and carrying out social and religious values as brotherhood and unity, managing natural resources that can be utilized optimally, participating in various competitions of contestations, and instilling a spirit of nationalism as the one of foundations for maintaining and advancing the Indonesian people.


Abdi Seni ◽  
2020 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 47-55
Author(s):  
Sukesi Sukesi

AbstrakPengembangan  Potensi  Seni  Masyarakat  Desa  Caruban,  Kecamatan  Kandangan,  Kabupaten Temanggung adalah salah satu program pengabdian pada masyarakat tematik yang bertujuan untuk mengembangkan potensi seni yang dimiliki suatu daerah. Program pengabdian ini dilatar belakangi oleh potensi desa tersebut terutama potensi seninya, dan juga sosial masyarakat yang berkembang tetapi belum ada suatu arahan yang tersetruktur. Desa Caruban, Kecamatan Kandangan Kabupaten temanggung, adalah salah satu desa yang memiliki berbagai potensi yang berkembang antara lain karawitan, tari, pedalangan dan didukung geliat sosial masyarakat dan pemuda desa. Tujuan pengabdian ini adalah mengatasi permasalahan mitra yang terjadi di lapangan, diantaranya adalah kurangnya tenaga pelatih yang memiliki kemampuan praktis dan akademis, untuk menjelaskan dan menciptakan bentuk kesenian baru sebagai alternatif garapan, maupun pembangun karakter bagi siswa-siswa di sekolah dan masyarakat umum. Metode pengabdian ini dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan dengan cara pelatihan secara langsung maupun apresiasi bentuk kesenian melalui rekaman audio-visual yang berguna sebagai penambah pengetahuan serta pemacu semangat berkesenian, sekaligus sebagai tawaran terhadap bentuk baru dalam berkesenian yang sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian masyarakat  Desa  Caruban, Kecamatan,  Kandangan  Kabupaten  Temanggung.  Adapun  hasil luaran dari program pengabdian pada masyarakat ini adalah pementasan drama tari, karawitan, pengenalan wayang dan membuat desain bank sampah.Kata kunci: Desa Caruban Potensi Kesenian, Drama tari, Pengenalan Wayang, Bank Sampah. AbstractThe  Development  of  Community Art  Potential  in  Caruban  Village,  Kandangan,  Temanggung  is one of the service programs for thematic communities that aims to develop the artistic potential of an area.  This service  program is motivated  by the  potential of the  village, especially  its artistic potential, and also the social community that develops but there is no structured direction yet. Caruban  is  one  of  the  villages  that  has  a  variety  of  developing  potentials  including  karawitan, dance, puppetry and supported by social and community stretching of village youth. The purpose of this service is to overcome the problems of partners that occur in the field, including the lack of trainers who have practical and academic abilities, to explain and create new forms of art as an alternative claim, as well as character building for students in schools and the general public. This dedication method is  carried out by providing training by means  of hands-on training and appreciation  of  the  art  form  through  audio-visual  recordings  that  are  useful  as  an  addition  to knowledge  and  stimulating  enthusiasm  for  the  arts,  as  well  as  an  offer  for  new  forms  of  art  in accordance  with  the  needs  and  personalities  of  the  people  of  Caruban  . The  outputs  from  the community service program are staging dance dramas, musical performances, introducing puppets and making garbage bank designs.Keywords: Caruban Village Artistic Potential, Dance Drama, Puppet Introduction, Garbage Bank.


Author(s):  
Abul Hussain*

Mahapurusha Srimanta Sankardeva was an Assamese saint-scholar. Study on his life and works is of great academic importance in Assam. The tutorial, cultural and literature contribution by him still influences the fashionable creative works. The ideas, cultural contribution and philosophy of Srimanta Sankardeva became an integral an area of the lifetime of Assamese people. Therefore, the investigators have felt the requirement to review about the contribution of Mahapurusha Srimanta Sankardeva within the sphere of Assamese literature and culture in relevancy its educational significanceto uplift the moral, spiritual, value based thought, character building and personality development of the long run generation of the people. the foremost objectives of the study are to review the Contribution of Mahapurusha Srimanta Sankardeva within the sphere of Assamese literature and culture and to review the tutorial significance of the Contribution of Mahapurusha Srimanta Sankardeva within the sector of Assamese literature and culture.


Author(s):  
Ansari Ansari

The values of multicultural education, in general, are four core values, among others: first, appreciation of the plurality of cultural reality in society. Second, recognition of human dignity and human rights. Third, the development of world community responsibilities. Fourth, the development of human responsibility and the strengthening of character in implementing universally, that is through the process of 5 phases of formation, namely: first, moral acting (good action) using habituation and culture. Second, to teach the knowledge of good values (moral knowing). Third, moral feeling and loving; Feel and love the good. Fourth, moral modeling of the surrounding environment. Fifth, repentance of all sins and things that are not beneficial can be (innocent) by carrying out the throne, Tahalli, and Tajalli. The 4.0 Industrial Revolution is a comprehensive transformation through the incorporation of digital technology and the Internet and the benefits that will be gained are enormous but at the same time, the impact it generates is also no less big. Therefore, the family plays an important role in the formation of personal and child development to achieve independence and optimal development in his life. So that the educative function in the family, socialization function of the community, protective function in the family, and the religious function of the family must introduce and instill religious values to the child.


2020 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 1-12
Author(s):  
Endah Imawati
Keyword(s):  

Anak membutuhkan bacaan yang tidak hanya penting, tetapi juga menarik. Peranan bacaan anak dalam pembentukan karakter anak sangat penting. Pendidikan karakter dibutuhkan sebagai dasar pendidikan di Indonesia. Bacaan itu harus menarik tanpa berkesan menggurui. Dongeng klasik yang sering dibaca atau didengar anak kadang-kadang meninggalkan kesan menyedihkan karena sang tokoh tidak berdaya. Dalam cerita “Gadis Pengusaha Korek Api” karya Watiek Ideo, tokohnya justru dibuat berdaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perjuangan tokoh utama dalam meraih yang diinginkannya. Anak memerlukan proses untuk meraih cita-cita. Perjuangan itu membutuhkan kreativitas dan kerja keras. Yang menjadi penelitian ini adalah cerita “Gadis Pengusaha Korek Api” yang dibuat berdasarkan cerita klasik “Gadis Penjual Korek Api” karya H.C. Andersen, dengan berdasarkan tiga komponen karakter baik, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action yang diprakarsai Thomas Lickona. Penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan teknik analisis isi. Pendekatan yang digunakan adalah konsep sastra anak dan pendidikan karakter. Pendidikan karakter untuk anak lebih mudah dipahami melalui cerita bergambar. Tiga komponen karakter baik itu ditemukan tokoh melalui proses yang cerdik. Kecerdikan itu yang menjadikan pesan dalam buku dipahami pembaca. Tokoh utama menunjukkan kegigihan mencapai cita-cita dan tidak mau menderita seperti tokoh dalam dongeng klasik. Strategi yang dia lakukan berhasil mendatangkan keuntungan materi dan memiliki banyak teman baru. Dalam perspektif kewirausahaan, itu menjadi contoh sederhana.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document