Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

13
(FIVE YEARS 13)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Tarumanagara

2797-8230

2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 10
Author(s):  
Aretha Ever Ulitua ◽  
Cindy Claudia Soen ◽  
Irena Monica Hardjasasmita

COVID-19 berdampak pada beberapa aspek kehidupan manusia sehingga dapat mempengaruhi kesejahteraan hidup seseorang. Salah satu hal yang dapat digunakan sebagai bentuk coping untuk menghadapi masa pandemi yang mendatangkan stres untuk sebagian orang ini adalah aktivitas seksual yang pada akhirnya dapat menyebabkan munculnya perilaku penyimpangan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian literatur terkait penyimpangan seksual sehingga menemukan faktor penyebab munculnya perilaku penyimpangan seksual. Pengambilan data dilakukan dengan mereview beberapa jurnal penelitian. Penyebab munculnya perilaku penyimpangan seksual dapat diulas dengan pendekatan behavioristik, psikoanalisis dan kognitif. Dengan adanya reinforcement dapat menyebabkan perilaku terjadi berulang dan pengalaman masa lalu seseorang yang tidak menyenangkan dapat menjadi salah satu penyebab munculnya penyimpangan seksual. Penangan yang dapat diberikan untuk mengurangi perilaku tersebut adalah dengan CBT. Temuan ini dapat menjadi salah satu acuan teori yang dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya dalam mencari tahu penyebab munculnya penyimpangan seksual dan menemukan penanganan yang efektif dan spesifik. COVID-19 is undoubtedly having an immerse impact on well being. One way of coping to tackle the impact of this pandemic outbreaks is through sexual activity which can cause the development of sexual deviation. The purpose of this literature review is to gain understanding of the existing research and theories relevant to sexual deviation, and to present the review in the form of a report. Sexual deviation can be explained from the perspective of behavioristic, psychoanalytic, and cognitive. Reinforcement can cause the behavior to be repeated and traumatic childhood experience may result in sexual deviance. One way to treat sexual deviance is Cognitive Behavior Therapy (CBT). We believe the result of this study can be used as reference to find the cause of sexual deviation and come up with specific treatment.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 24
Author(s):  
Lia Hervika ◽  
Monty P. Satiadarma ◽  
Naomi Soetikno

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mendominasi kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) di Indonesia. Beberapa penelitian menunjukkan korban KDRT mengalami dampak psikologis, seperti depresi dan ide bunuh diri. Meskipun memberikan dampak yang negatif, masih terdapat wanita yang menerima dan membenarkan KDRT yang dilakukan oleh suami. Selain itu, banyak juga korban yang memilih untuk keluar dari siklus KDRT. Temuan tersebut menunjukkan respon wanita tampak berbeda terhadap pengalaman KDRT. Keputusasaan merupakan salah satu faktor yang diteliti pada wanita korban KDRT. Wanita korban KDRT yang putus asa cenderung mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, terutama keputusan untuk berpisah dari pelaku kekerasan dan keluar dari siklus kekerasan. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran tingkat keputusasaan pada 52 wanita yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Metode penelitian bersifat kuantitatif deskriptif dan data dikumpulkan menggunakan kuesioner Beck Hopelessness Scale (BHS). Hasil menunjukkan 68% partisipan penelitian memiliki keputusasaan pada kategori sedang. Partisipan yang tidak bekerja, berlatar pendidikan SMA/SMK, tidak atau belum memiliki anak, tidak melaporkan, dan tidak memiliki dukungan sosial cenderung memiliki skor keputusasaan yang lebih tinggi. Keterbatasan jumlah partisipan menyebabkan generalisasi hasil penelitian terbatas. Penelitian selanjutnya dapat mengkaji partisipan dengan cakupan wilayah dan latar belakang budaya yang lebih luas. Latar belakang budaya tentu menjadi salah satu faktor yang memengaruhi keputusasaan serta keputusan wanita yang mengalami KDRT untuk berpisah atau tetap berada pada siklus KDRT yang dialami. Violence against women in Indonesia is dominated by domestic violence. During the pandemic situation, the victim may become hampered in reporting the case. Previous studies show that domestic violence might bring psychological impacts to the victim, like depression and suicidal ideation. Hopelessness might affect the response among victims. Previous studies reported that women who experienced domestic violence had moderate to high levels of hopelessness. They tend to show poor decision-making and hard to break the violence cycle. This study aims to describe the level of hopelessness in 51 women who have experienced domestic violence in Indonesia. The research method is descriptive quantitative. Data were collected using Beck Hopelessness Scale (BHS). Results showed 68% of participants have moderate level of hopelessness. Participants with no occupation, high school educational background, not reporting the case, and do not have social support tend to have higher score of hopelessness. This study provides information about levels of hopelessness but the generalization of the result is limited due to the limited participants and cultural background. Further research should describe more number of participants with wider cultural background.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 89
Author(s):  
Linda Yulianti Wijayadi

Kelompok protein Aquaporins (AQPs) dikenal sebagai saluran air dan gliserol untuk memfasilitasi transportasi air dan gliserol yang melintasi membran sel dan juga memiliki peranan dalam pemeliharaan kelembaban lapisan epidermis. Aquaporin 3 (AQP3) adalah bagian dari aquaglyceroporin dan banyak terdapat pada membran plasma keratin pada lapisan epidermis kulit. Ekspresi AQP3 tampak dalam sel keratinosit dan fibroblas kulit. AQP3 terlihat pada lapisan basal dari epidermis kulit, spinosum dan jaringan fibroblast kulit dibagian dermis kulit. Tanda terjadinya penuaan kulit adalah keringnya kulit, peningkatkan kerapuhan kulit, penurunan elastisitas dan penyembuhan luka yang tertunda. AQP3 adalah protein utama yang mempengaruhi hidrasi kulit dan menurun pada penuaan kulit. AQP3 menjadi protein kunci untuk target pengobatan masa depan terhadap penuaan kulit (kulit kering), sehingga mulai banyak dibuat pelembab yang dapat mengekspresikan protein AQP3 The protein family of Aquaporins (AQPs) known as water and glycerol channels to facilitate the transport of water and glycerol across cell membrane and also have the role in epidermal water maintenance. Aquaporins-3 (AQP3) is a member of aquaglyceroporin and the must abundant AQP3 present in the skin, in plasma membrane of epidermal cells. AQP3 showed expression in skin keratinocyte in basal layer of epidermis and spinosum, and in fibroblast skin dermis. A feature of skin aging is dry skin, increase skin fragility, decrease elasity and delayed wound healing. AQP3 is a major protein implicated in skin hydration and decrease with skin aging therefor AQP3 appears to be a key protein as a target and potential target for drug development for the future treatment of skin aging (dry skin), as a novel moisturizer.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 66
Author(s):  
Anggun Tsabitah Rachmah ◽  
Noer Saelan Tadjudin

Pemerintah Indonesia selama pandemi COVID-19 menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dimana PSBB tersebut membuat aktivitas masyarakat dibatasi, dampaknya juga bisa dirasakan pada lansia di Panti Wreda sehingga dapat menyebabkan timbulnya gangguan depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pandemi COVID-19 dan PSBB dengan gangguan depresi pada lansia di Panti Wreda Hana Ciputat Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode analitik observational dengan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Panti Wreda Hana Ciputat Jakarta terhadap lansia sejumlah 56 subjek penelitian yang terdiri dari perempuan 48 orang dan laki-laki 8 orang. Dari 56 subjek penelitian jumlah laki-laki 8 (14,3%) dan perempuan 48 (85,7%). Sebelum terjadinya pandemi COVID-19 dan PSBB, subjek penelitian yang tidak depresi sejumlah 49 subjek (87,5 %), kemungkinan besar depresi 6 subjek (10,7%), dan yang mengalami depresi 1 subjek (1,8%). Selama pandemi COVID19 dan PSBB, subjek penelitian yang tidak depresi 38 subjek (67,9%), kemungkinan besar depresi 14 subjek (25%), dan yang mengalami depresi 4 subjek (7,1%). Berdasarkan hasil uji Chi-square nilai p= 0,000. Dapat disimpulkan terdapat hubungan pandemi COVID-19 dan PSBB dengan gangguan depresi pada lansia di Panti Wreda Hana Ciputat Jakarta. The Government of Indonesia during the COVID-19 pandemic implemented PSBB (Large-Scale Social Restrictions) where the PSBB made community activities restricted, the impact can also be felt on the elderly in nursing home so that it can cause depressive disorders. This research was done in order to determine the relationship of the COVID-19 pandemic and PSBB with depressive disorders in the elderly at the Ciputat Hana Nursing Home in Jakarta. This study used an observational analytic method with a cross sectional study design. The research was conducted at the Ciputat Hana Nursing Home in Jakarta for 56 elderly subjects. In the nursing home consist of 48 women and 8 men. In 56 research subjects, there were 8 (14,3%) men and 48 (85,7%) women. Before the Pandemic of COVID-19 and PSBB, there were 49 (87,5%) research subjects who were not depressed, 6 (10,7%) research subjects who were most likely depressed, and 1 (1,8%) research subject who were depressed. During the Pandemic of COVID-19 and PSBB, there were 38 (67,9%) research subjects who were not depressed, 14 (25%) research subjects who were most likely depressed, and 4 (7,1%) research subjects who were depressed. Based on Chi-Square test result, the value of P = 0,000. In conclusion, there is a correlation between the pandemic of COVID-19 and PSBB with depression disorder in the elderly at Ciputat Hana Nursing Home in Jakarta.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 30
Author(s):  
Bernadetha Vania Eveliani ◽  
Shirly Gunawan

Antibiotik merupakan salah satu golongan obat yang banyak digunakan di Indonesia. Data Riskesdas menunjukkan cukup banyak masyarakat yang menyimpan antibiotik di rumah tangga dimana sebagian besar diperoleh tanpa resep dokter. Banyak masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi).  Tingginya angka penggunaan antibiotik tanpa resep dokter membuat penggunaannya menjadi irasional dan berdampak pada  timbulnya resistensi obat. Salah satu faktor penyebabnya ialah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan obat, khususnya antibiotik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketepatan penggunaan dan tingkat pengetahuan mengenai antibiotik pada karyawan Universitas Tarumanagara. Studi ini bersifat deskriptif, dilakukan dengan desain cross sectional survey. Pengumpulan data dilakukan melalui pemberian kuesioner terhadap 114 orang responden. Dari hasil penelitian ini diketahui sebagian besar responden yaitu sebanyak 104 orang (91,2%) mengonsumsi antibiotik amoxycillin. Ketepatan dalam penggunaan antibiotik dinilai dari ketepatan dosis, frekuensi minum obat dan lama pemberian obat. Hasil studi  menunjukkan sebanyak 100% responden telah mengonsumsi antibiotik dengan dosis tepat.  Sebagian besar responden tepat mengonsumsi obat sesuai frekuensi yang dianjurkan (88,6%), dan 93,9% tepat mengonsumsi antibiotik sesuai dengan lama waktu yang seharusnya. Secara umum dapat dinilai sebanyak 70,2% responden telah menggunakan antibiotik dengan tepat dan 47,4% responden memiliki pengetahuan “baik” mengenai antibiotik. Masih ada sebagian responden yang menggunakan antibiotik dengan tidak tepat sehingga perlu ditingkatkan pengetahuan mengenai antibiotik supaya tidak terjadi resistensi antibiotik. Antibiotics are widely used in Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) shows that some people store antibiotics at home, most of which are obtained without a doctor's prescription. Many people do self-medication. The high rate of use of antibiotics without a doctor's prescription makes their use irrational and impacts the emergence of drug resistance. One of the contributing factors is the lack of public knowledge about the use of drugs, especially antibiotics. This study aims to describe the accuracy of the use and level of knowledge about antibiotics in Tarumanagara University employees. This study is descriptive, conducted with a cross-sectional survey design. Data was collected through the provision of questionnaires to 114 respondents. This study showed that most of the respondents, as many as 104 people (91.2%), took amoxicillin antibiotics. The accuracy of antibiotics-using is assessed by determining the accuracy of the dose, frequency of drug-taking, and duration of drug administration. The study results showed that as many as 100% of the respondents had taken the correct dose of antibiotics. Most of the respondents took the right medicine according to the recommended frequency (88.6%) and duration (93.9%). The study showed that 70.2% of respondents had used antibiotics correctly, and 47.4% of respondents have "good" knowledge about antibiotics. Some respondents still misuse antibiotics, so that knowledge about antibiotics needs to be increased so that antibiotic resistance does not occur.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 40
Author(s):  
Sherly Sherly ◽  
Mutiara Mirah Yunita

Penyakit kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia, termasuk di Indonesia. Prevalensi kasus dari penyakit kanker payudara juga meningkat dari tahun ke tahun. Kanker payudara merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia dan dapat menimbulkan masalah-masalah baik secara psikis maupun psikologis. Secara fisik, penderita akan merasakan banyak gangguan fisik seperti mual, muntah, kerontokan yang parah, dan gangguan fisik lainnya. Secara psikologis, penderita akan merasa kaget, sedih, cemas, bahkan hingga depresi. Tidak sedikit individu yang beranggapan bahwa diagnosis kanker merupakan sebuah kalimat yang mematikan, meskipun pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Oleh karena itu, optimisme merupakan suatu aspek yang sangat penting bagi penderita kanker payudara. Ketika individu memiliki optimisme untuk sembuh, maka individu akan memiliki kesehatan psikologis, sehingga tetap berusaha untuk melakukan hal-hal untuk mencapai kesembuhan, tidak putus asa, serta memiliki kepastian untuk memandang masa depan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif jenis deskriptif dengan teknik wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data. Penelitian ini dilakukan kepada wanita berusia dewasa tengah dengan rentang usia 40 – 65 tahun. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelima subyek memiliki optimisme dalam berjuang melawan penyakit kanker payudara. Meski kualitas optimisme pada masing-masing subyek tidak sepenuhnya sama, namun, secara keseluruhan mereka dapat dikatakan optimis dalam menjalankan pengobatannya. Adapun terdapat faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi optimisme pada subyek yaitu faktor kemampuan koping untuk mengatasi persoalan yang terjadi sepanjang pengobatan mereka, faktor dukungan sosial, faktor status kesehatan, faktor spiritualitas, dan motivasi dalam diri. Breast cancer is one of the main causes of death in the world, including in Indonesia. The prevalence of cases of breast cancer also increases from year to year. Breast cancer is a disease that can affect every aspect of human life and can cause problems both psychologically and psychologically. Physically, the patient will feel many physical disorders such as nausea, vomiting, severe loss, and other physical disorders. Psychologically, the patient will feel shocked, sad, anxious, even to depression. Not a few individuals who think that the diagnosis of cancer is a deadly sentence, though in reality it is not always that way. Therefore, optimism is a very important aspect for breast cancer patients. When they have optimism to heal, then they will have psychological health, so keep trying to do things to achieve healing, not despair, and have the certainty to look at the future. This research uses descriptive qualitative research method with interview and observation technique to collect data. This study was conducted for middle aged women with age range 40-65 years. The results of this study can be concluded that the five subjects had optimism in fighting breast cancer. Although the quality of optimism in each subject is not entirely the same, however, overall they can be said to be optimistic in carrying out their treatment. There are several factors that influence their optimism include factors of coping ability to overcome problems that occur throughout their treatment, social support factors, health status factors, spirituality factors, and internal motivation.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 71
Author(s):  
Marcella Erwina Rumawas

Indonesia mengalami transisi demografis menuju struktur penduduk tua yang tidak hanya berdampak pada bidang kesehatan, namun juga pada berbagai aspek kehidupan. Kompleksitas proses penuaan dan kerentanan lansia menderita beberapa penyakit kronik, menyebabkan konsep “sakit vs sembuh” maupun indikator angka kesakitan sulit mencerminkan status kesehatan dan keberhasilan program kesehatan lansia. Walaupun digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan terapi pada pasien dengan penyakit kronis tertentu, namun penggunaan pengukuran kualitas hidup sebagai indikator status kesehatan komprehensif pada masyarakat lansia masih sangat terbatas.  Mini survei deskriptif potong lintang ini adalah studi percontohan, dilakukan untuk memberikan gambaran preliminari perbandingan hasil penilaian kualitas hidup dengan penilaian kesehatan secara umum, dan keterkaitan antar aspek-aspek kehidupan lansia.  Sebanyak 28 responden lansia di Jakarta Barat, direkrut dengan metode convenient, mengisi kuesioner kualitas hidup lansia secara daring.  Dari 28 responden, 57,1% menilai tingkat kualitas hidupnya baik (skor 4), rerata skor tertinggi pada aspek spiritual (81,9), sedangkan rerata skor terendah pada aspek kesehatan fisik (64,7).  Didapatkan kecenderungan hasil penilaian tingkat kualitas hidup lebih baik (skor lebih tinggi) daripada tingkat kesehatan secara umum. Aspek kesehatan fisik menunjukkan korelasi paling kuat dengan aspek kesehatan mental (r=0,84; p<0,001), dan diikuti dengan aspek lingkungan (r=0,75; p<0,001).  Pengukuran kualitas hidup diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif tentang status kesehatan lansia. Indonesia is undergoing a demographic transition towards an older population structure, which not only impacts on the health sector, but also on various aspects of life.  The complexity of the aging process and the vulnerability of the elderly to suffer from several chronic diseases, make the concept of "sick vs cured" and indicator of morbidity difficult to reflect the health status and the success of elderly’s health programs. Although it is used to evaluate the success of therapy in patients with certain chronic diseases, the use of quality of life as an indicator of comprehensive health status in the elderly community is still very limited. This cross-sectional descriptive mini survey was a pilot study, conducted to provide a preliminary description comparing the results between the quality of life and general health assessments, and the correlation between lives’s aspects of the elderly. A total of 28 elderly respondents in West Jakarta conveniently recruited, filled out an online quality of life questionnaire. Of the 28 respondents, 57.1% rated their quality of life as good (score 4), the spiritual aspect recevied the highest average score (81.9), whilst the physical health aspect received the lowest average score (64.7). There is a tendency for the quality of life level to be better (higher score) than the general health level.  Physical health aspects showed the strongest correlation with mental health aspects (r=0.84; p<0.001), followed by environmental aspects (r=0.75; p<0.001). Measuring the quality of life is expected to provide a comprehensive understanding of the elderly’s health status.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 98
Author(s):  
Selly Wijayasurya ◽  
Tjie Haming Setiadi

Cedera ligamen krusiatum anterior (ACL) merupakan salah satu dari cedera olahraga yang cukup sering terjadi, terutama pada individu berusia antara 20 hingga 40 tahun, dengan frekuensi 2 hingga 8 kali lipat lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Cedera ligamen krusiatum anterior dapat terjadi akibat kontak ataupun non-kontak. Cedera ligamen diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat; tergantung dari integritas jaringan lunak dan derajat instabilitas sendi. Penentuan derajat cedera ligamen penting dalam menentukan jenis terapi yang dibutuhkan, prognosis penyembuhan anatomis dan fungsional; perlu tidaknya operasi, serta lamanya program rehabilitasi yang dibutuhkan. Anterior cruciate ligament (ACL) injuries are common, especially in young individuals who participate in sports activities, aging 20 to 40 years old, with double to eight times increasing probability of incidence in women compared to men. The ACL injuries can result from direct or contact and non-contact injuries. The ACL injuries can be varied in severity, from mild to severe cases. Establishing the severity of injuries is important for determining the apppropriate management, its prognosis both for anatomical and functional healing, as well as the need of surgical or reconstruction treatment and the duration of rehabilitation program.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 17
Author(s):  
Wiyarni Pambudi ◽  
Sari M.D Nataprawira ◽  
Zita Atzmardina ◽  
Sylvia Regina

Perubahan global dari pandemi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) dapat mengganggu layanan penyelamatan hidup yang kritis seperti imunisasi rutin, sehingga meningkatkan kerentanan populasi terhadap wabah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Ketika kasus COVID-19 meningkat dan pemerintah menerapkan pembatasan sosial, kunjungan pasien rawat jalan menurun secara signifikan. Hal ini mengakibatkan penurunan angka imunisasi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil capaian imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan sebelum dan selama pandemi COVID-19, profil capaian imunisasi rutin di 34 provinsi serta hubungannya dengan status zona risiko pandemi. Data yang dianalisis pada studi observasional deskriptif dengan desain potong lintang ini adalah laporan rutin pelayanan imunisasi Sub Direktorat Imunisasi, Kementerian Kesehatan RI. Kajian terhadap capaian imunisasi 34 provinsi menunjukkan terjadi penurunan praktik pelayanan imunisasi dasar sebesar -17,0% (p < 0,0005) dan imunisasi lanjutan -12,9% (p < 0,0005) dibandingkan sebelum masa pandemi. Uji statistik menyatakan profil capaian imunisasi dasar memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) terhadap peningkatan kasus di suatu wilayah, namun berkorelasi lemah berlawanan (-0,5 < r < -0,3). Penurunan cakupan imunisasi lanjutan yang terjadi selama pandemi COVID-19 berkorelasi sangat lemah berlawanan (r > -0,3) dan tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (p > 0,05) dengan zona risiko pandemi. Dalam situasi pandemi, petugas kesehatan dihadapkan pada tantangan tambahan untuk mempertahankan dan memperkuat imunisasi rutin seperti kondsi sebelum pandemi. Peningkatan upaya komunikasi mengenai pentingnya vaksinasi akan bermanfaat, karena efek pandemi COVID-19 telah menyoroti ancaman penyakit menular dan meningkatkan kesadaran akan praktik imunisasi rutin.  The global progression of the coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic may disrupt critical life-saving services such as routine immunization, thus increasing the susceptibility of population to outbreaks of vaccine-preventable diseases (VPDs). As COVID-19 cases increased and government implemented stay-at-home orders, outpatient visits declined significantly. This condition may decrease the rates of childhood immunization. This study aims to determine the profile of basic immunization and follow-up immunization achievements before and during the COVID-19 pandemic, the profile of routine immunization outcomes in 34 provinces and their relationship to the pandemic risk zone status. The data analyzed in this descriptive observational study with a cross-sectional design were routine reports on immunization services at Sub Directorate of Immunization, MoH. Profile on immunization coverages showed a decrease in basic immunization service practices by -17.0% (p <0.0005) and advanced immunization -12.9% (p <0.0005) compared to before the pandemic period. Statistical test showed that the basic immunization achievement profile had a statistically significant relationship (p <0.05) with the increase in cases in a region, but had a weak correlation (-0.5 <r <-0.3). The decrease in advanced immunization had a very weak correlation (r> -0.3) and had no statistically significant relationship (p> 0.05) with an increase in COVID-19 cases. During pandemic situation, health providers are presented with the additional challenge of maintaining and strengthening routine vaccination as previously done before pandemic. Increasing communication efforts regarding the importance of vaccination will be worthwhile, as the effect of the COVID-19 pandemic has highlighted the threat of an infectious disease and has increased awareness of the routine immuization practices.


2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 47
Author(s):  
Helmi Rizal Helmi ◽  
Grace Madeleine ◽  
David Limanan ◽  
Eny Yulianti ◽  
Frans Ferdinal

Hipoksia adalah suatu kondisi ketika konsentrasi oksigen dalam sel rendah. Kondisi ini dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas yang mengarah ke keadaan stres oksidatif yang menghasilkan peroksidasi lipid yang mengakibatkan berbagai kerusakan makromolekul yang dapat merusak otak. Karena itu, tubuh membutuhkan antioksidan untuk mencegah kerusakan tersebut. Salah satu sumber antioksidan eksogen adalah daun Calabash. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kapasitas antioksidan serta konstituen fitokimia daun Berenuk dan menentukan pengaruh ekstrak daun Berenuk dalam menurunkan kadar MDA total dalam darah dan otak tikus Sprague-Dawley yang diinduksi oleh sistemik kronis. hipoksia. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Kapasitas antioksidan dievaluasi dengan uji radikal bebas DPPH. 32 tikus Sprague-Dawley dibagi menjadi 4 kelompok (normoksia, hipoksia 3 hari, 7 hari dan 14 hari (O2 8%; N2 92%)). Setiap kelompok kemudian dibagi lagi menjadi 2 subkelompok (diberikan ekstrak daun dan tidak pemberian). Ekstrak diberikan 400 mg / kg berat badan selama 14 hari. Evaluasi kadar MDA di otak dan darah dilakukan dengan menggunakan metode Wills. Kapasitas Antioksidan Berenuk dengan IC50 = 158,46 μg/mL Semakin lama tikus diinduksi oleh hipoksia sistemik kronis, semakin tinggi kadar MDA dalam darah dan otak. Ada penurunan yang signifikan kadar MDA otak dan darah tikus yang diberi ekstrak daun dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi. Ekstrak Berenuk menurunkan kadar MDA dalam darah dan otak yang disebabkan oleh hipoksia sistemik kronis. Hypoxia is a condition when oxygen concentration in cell is low. This condition can increase free radical formation that leads to oxidative stress state and cause peroxidation of lipid resulting in various macromolecule damages that damage the brain. Thus, the body needs antioxidant to prevent those damage. One of the exogen antioxidant source is calabash leaf. This study aimed to determine the antioxidant capacity as well as the phytochemical constituent of Calabash leaves and determining the effect of Calabash leaves extract in decreasing total MDA levels in the blood and brain of the Sprague-Dawley rats that were induced by chronic systemic hypoxia. Extraction was performed by maceration method using ethanol solvent. Antioxidant capacity was evaluated by DPPH radical scavenging assay. 32 Sprague-Dawley rat were divided into 4 groups (normoxia, 3 days, 7 days and 14 days of hypoxia (O2 8%;N2 92%)). Each group then divided again into 2 subgroups (given leaves extract administration and not). The extract administrated 400 mg/kg body weight for 14 days. The evaluation of MDA levels in the brain and blood was performed by using Wills method. Antioxidant capacity Calabash with IC50 = 158,46 μg/mL The longer the rats were induced by chronic systemic hypoxia, the higher MDA levels in the blood and brain. There was significant decreases in brain and blood MDA levels of rats given leaf compared with the group that was not given. The calabash leaves preventrise of MDA levels in the blood and brain induced by chronic systemic hypoxia


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document