Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia (JP3I)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

56
(FIVE YEARS 34)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Lp2m Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah Jakarta

2089-6247

2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 57-76
Author(s):  
Nofrans Eka Saputra ◽  
Yun Nina Ekawati ◽  
Rahmadhani Islamiah

AbstractConflicts and disputes related to religion, race, and also ethnic groups, as well as the hedonism and egoism of Indonesian people today, are eroding the religious and national character of the nation. The Government of Indonesia, through the Ministry of Education and Culture, seeks to strengthen character education (PPK) as a way to grow, instill, and strengthen the positive character of the nation's children. This study aims to make scale the religious character of high school students based on the values of the main characters of the Ministry of Education and Culture by using the principal component analysis (PCA) technique. The population of this research is high school students in Jambi Province with 337 high school students with ages range 15 to 18 years. the sampling technique using purposive sampling. The results of the analysis through the Principal Component Analysis method with orthogonal rotation and varimax extraction resulted in six principal components that were successfully reduced, namely: components of peace, tolerance, protection, detachment, respect and friendship. Each component has a coefficient of 0,000 which means that each component measures a different aspect, each aspect independent of each other and not related to each other. The reliability test using the Guttman Method yields a value of λ = 0.781 which means the scale has a degree of reliability sufficient to measure the religious character of High School Students and can be used with other measurements to support validation of the measurement.AbstrakBerbagai konflik dan perselisihan terkait perbedaan agama, ras, serta etnis bangsa maupun perilaku hedonisme dan egoisme masyarakat Indonesia saat ini mengindikasikan terkikisnya karakter religius dan pansilais bangsa. Pemerintah Indonesia melalui Kemdikbud mengupayakan penguatan pendidikan karakter (PPK) sebagai cara untuk menumbuhkan, menanamkan, dan menguatkan kembali karakter positif pada anak bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk membuat skala karakter religius siswa SMA yang didasarkan pada nilai-nilai utama karakter Kemdikbud dengan menggunakan teknik principal component analysis (PCA). Populasi penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Provinsi Jambi dengan responden sebanyak 337 siswa SMA yang berusia 15 sampai 18 tahun. teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling.Hasil analisis melalui metode Principal Component Analssis dengan rotasi orthogonal dan ekstraksi varimaks menghasilkan enam komponen yang berhasil direduksi, yaitu: komponen cinta damai, toleransi, perlindungan, teguh pendirian, hormat dan persahabatan. Setiap komponen memiliki koefisien korelasi 0.000 yang berarti setiap komponen mengukur aspek yang berbeda, berdiri sendiri dan tidak saling berhubungan satu sama lain. Uji reliabilitas dengan Metode Guttman menghasilkan nilai λ=0.781 yang berarti skala memiliki derajat keterpercayaan yang cukup untuk mengukur karakter religius dan dapat digunakan dengan pengukuran lain untuk mendukung validasi pengukuran. 


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 19-29
Author(s):  
Heri Yulianto

AbstractOne of the professions that has a high risk, stress and burnout rate is the police. To find out the extent of police officers against the impact of burnout, we need a valid and reliable measurement tool. This research seeks to test the construct validity of the Maslach Burnout Inventory-Human-Services Survey (MBI-HSS). The data used are data obtained from 504 police officers serving in the Metro Jaya Regional Police (Polda Metro Jaya); age between 21 and 56 years old (M = 33.04, SD = 8.533); male sex (99.8%) and female (0.2%); and length of work from 3–38 years (M = 15.04, SD = 8.533). The analytical method used is Confirmatory Factor Analysis (CFA) using Mplus 7.11. The test results prove that the data fit with the 3-correlated factor model that shows the correlation of emotional exhaustion and depersonalization factors = 0.966, emotional exhaustion and personal accomplishment = -0.590 and personal accomplishment and depersonalization =  -0.701, with RMSEA = 0.048, CFI = 0.943 and TLI = 0.934, indicating good fit.AbstrakSalah satu profesi yang memiliki resiko, stress dan tingkat burnout yang tinggi adalah polisi. Untuk mengetahui sejauh mana anggota polisi terhadap dampak burnout, dibutuhkan alat ukur yang valid dan reliabel. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas konstruk dari skala Maslach Burnout Inventory-Human-Services Survey (MBI-HSS). Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari 504 anggota polisi yang bertugas di Polda Metro Jaya; rentang usia 21 hingga 56 tahun (M = 33,04; SD = 8,533); jenis kelamin laki-laki (99,8%) dan wanita (0,2%); masa dinas mulai 3 hingga 38 tahun (M = 15,04; SD = 8,533). Metode analisis yang digunakan adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan menggunakan software Mplus version 7.11. Hasil pengujian membuktikan bahwa data fit dengan model 3-correlated factor yang menunjukkan korelasi faktor emotional exhaustion dan depersonalisation = 0,966, emotional exhaustion dan personal accomplishment = -0,590 dan personal accomplishment dan depersonalisation = -0,701, dengan indeks kesesuaian RSMEA = 0,048; CFI = 0,943; dan TLI = 0,934. 


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 30-40
Author(s):  
Putri Lenggo Geni

AbstractAlexithymia is a situation of extreme activity in relation to emotions, they seem insensitive to the surrounding environment. Subjects with alexithymia tendencies have difficulty identifying, describing, and interpreting their own feelings. At this time there are 2 measuring devices that are already well known alexithymia in the world, namely: Bermond Vorst Alexithymia Quastionaire (BVAQ) and Toronto Alexithymia Scale (TAS-20). From the existing literature, the more widely used is TAS-20 which consists of 20 items, to measure three dimensions, namely Difficulty Identifying Feeling (DIF), Difficulty Describing Feeling (DDF) and Externally Oriented Thinking (EOT). This research re-examines whether the existing dimensions do represent measurements of alexithymia in accordance with its operational definition. The subject of this study was a sample of a normal adult population of 250 adults, taken using non-probability sampling techniques from four universities in Jakarta. The author finds that the three dimensions conceptualized in TAS-20 are somewhat blurred, and the EOT dimension tends to dominate. In testing with a one-factor model (unidimensional), even with the assumption that all items are parallel, it turns out to be compatible with the data. But only 16 of the 20 TAS-20 items meet this requirement. That is, for the sake of scoring it would be more appropriate if the three dimensions were considered to be absent, and the use of a score obtained from the sum of a score of each item could be justified. Some suggestions are given for the use of TAS-20 in Indonesia.AbstrakAlexithymia adalah situasi aktivitas ekstrim yang dalam kaitannya dengan emosi, mereka terlihat tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Subjek dengan kecenderungan alexithymia mengalami kesulitan mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan menginterpretasikan perasaannya sendiri. Pada saat ini ada 2 alat ukur alexithymia yang sudah cukup dikenal didunia yaitu: Bermond Vorst Alexithymia Quastionaire (BVAQ) dan Toronto Alexithymia Scale (TAS-20). Dari literatur yang ada, yang lebih banyak digunakan adalah TAS-20 yang terdiri dari 20 items, untuk mengukur tiga dimensi yaitu Difficulty Identifying Feeling (DIF), Difficulty Describing Feeling (DDF) dan Externally Oriented Thinking (EOT). Penelitian ini menguji kembali apakah dimensi yang ada itu memang mewakili pengukuran terhadap alexithymia sesuai dengan definisi operasionalnya. Subjek penelitian ini merupakan sampel dari populasi orang normal yang berusia dewasa awal berjumlah 250 orang, yang diambil menggunakan teknik non-probability sampling dari empat Univeritas di Jakarta. Penulis menemukan bahwadari tiga dimensi yang dikonsepkan pada TAS-20 agak kabur batasannya, dan dimensi EOT cenderung mendominasi. Pada pengujian dengan model satu faktor (unidimensional), bahkan dengan disertai asumsi bahwaseluruh item bersifat paralel, ternyata fit dengan data.Tetapi hanya 16 dari 20 item TAS-20 yang memenuhi syarat ini. Artinya, untuk kepentingan skoring akan lebih tepat jika tiga dimensi tersebut dianggap tidak ada, dan penggunaan sekor yang diperoleh dari penjumlahan sekor setiap item dapat dibenarkan. Beberapa saran diberikan bagi penggunaan TAS-20 di Indonesia. 


Author(s):  
Adiyo Roebianto

AbstractOne of the critical subjects in school that needs to be assessed is a science subject. Without a science subject, students cannot observe and understand a phenomenon on earth. However, results from an international study such as Trends International in Mathematics and Science (TIMSS), students in Indonesia performed poorly compared to students from another country. Furthermore, science is one of the essential education for children as it included in the STEM Education (Science, Technology, Engineering and Mathematics). From some empirical evidence, student’s attitude and self-efficacy (beliefs about their ability and skill) were found to be dominant predictors of student’s achievement, not excluded, science achievement. However, most of the research analyses the data under conventional regression analysis. Instead of under the structural modelling, and so the results can be considered carefully. This research will analyze a science achievement of Indonesian cohort, and the predictors would be self-efficacy, student’s attitudes toward science, school and teaching. Five hundred seventy-six data of students would be examined path analysis to answer the research questions. The results were found that both student’s attitude and self-efficacy had a significant direct role in determining student achievement in science. To be specific, attitude towards science had the most significant impact on science achievement, over self-efficacy. However, interestingly, the pattern of the effect from those predictors was different toward Science achievement. The practical aspects of the results of this study will be discussed in the discussion section.AbstrakSalah satu mata pelajaran penting di sekolah yang perlu dinilai adalah mata pelajaran sains.  Tanpa mata pelajaran sains, siswa tidak dapat mengamati dan memahami fenomena di bumi.  Namun, hasil dari studi internasional seperti Trends International in Mathematics and Science (TIMSS), prestasi sains siswa di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan siswa dari negara lain.  Selanjutnya, sains adalah salah satu Pendidikan yang penting untuk anak-anak karena termasuk dalam Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics). Dari beberapa penelitian, sikap dan efikasi diri siswa (kepercayaan tentang kemampuan dan keterampilan mereka) ditemukan sebagai prediktor yang dominan terhadap prestasi siswa, tidak terkecuali, prestasi sains.  Namun, sebagian besar penelitian menganalisis data dengan analisis regresi konvensional.  Jika analisis dilakukan dengan model persamaan struktural, maka hasilnya dapat dipertimbangkan dengan hati-hati.  Penelitian ini akan menganalisis prestasi sains dari siswa Indonesia, dan prediktornya adalah efikasi diri, sikap siswa terhadap sains, sekolah, dan guru.  Lima ratus tujuh puluh enam data siswa akan dianalisis dengan analisis jalur (path analysis) untuk menjawab pertanyaan penelitian.  Hasilnya ditemukan bahwa sikap dan efikasi diri siswa memiliki peranan langsung yang signifikan dalam menentukan prestasi siswa dalam mata pelajaran sains. Secara lebih spesifik, sikap terhadap sains memiliki dampak paling signifikan terhadap pencapaian prestasi sains, pengaruh ini lebih besar dibandingkan pengaruh dari efikasi diri.  Namun, yang menarik adalah pola pengaruh dari tiap prediktor tersebut berbeda – beda dampaknya terhadap prestasi sains. Aspek praktis dari hasil penelitian ini akan dibahas pada bagian diskusi.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 41-56
Author(s):  
Silvia Febi Putri ◽  
Natris Idriyani

AbstractApplying the main principles of life is important to support the daily life of transmigrant students. As explained by Rokeach (in Sauter, 1984), values are rules and principles which learned to help choose life alternatives, resolve conflicts and make decisions. Related to the concept of value, this study used the basic concepts of Schwartz (2005). The purpose of this research is to test the construct validity of the modified Schwartz Value Survey (SVS) measuring instrument by adjusting the conditions of research respondents. This instrument is used to measure the values of transmigrant students in living their lives and learning processes. Dimensions of this instrument are multidimensional. There are 10 dimensions used in the basic value variable, namely self-direction, stimulation, hedonism, achievement, power, security, conformity, tradition, benevolence, and universalism with a total of 50 items. This study involved 251 participants, with an age range between 19-21 years. Participants in this study were active students of UIN SyarifHidayatullah Jakarta from outside the Greater Jakarta area (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) who currently live in boarding houses, dormitories or rented houses. The factor analysis method used in this study is Confirmatory Factor Analysis (CFA) with a Lisrel 8.70 program. The test results prove that all subscales fit measure one factor and there are 50 valid items. And these results showed that all of aspect in basic value, which consists of 10 aspects that are multidimensional. CFA test results show that all 10 aspects of basic value are fit with the data.AbstrakUntuk menjalani proses kehidupan dan belajar pada mahasiswa merantau, maka perlu hendaknya mengaplikasikan prinsip-prinsip utama yang ada di dalam diri. Rokeach (dalam Sauter, 1984)menjelaskan bahwa value merupakan prinsip-prinsip yang dipelajari dan aturan untuk membantu memilih alternatif-alternatif yang ada, menyelesaikan konflik dan membuat keputusan. Terkait konsep tentang value, penelitian ini menggunakan konsep dasar dari Schwartz (2005). Tujuan adanya penelitian ini adalah untuk menguji validitas konstruk alat ukur Schwartz Value Survey (SVS) yang dimodifikasi dengan menyesuaikan kondisi responden penelitian. Instrumen ini digunakan untuk mengukur nilai-nilai yang dimiliki mahasiswa rantau dalam menjalani kehidupan dan proses belajar. Dimensi dalam alat ukur ini merupakan multidimensi. Adapun dimensi yang digunakan pada variabel basic value ini adalah sebanyak 10 dimensi, yaitu self direction, stimulation, hedonism, achievement, power, security, comformity, tradition, benevolence, dan universalism dengan jumlah total aitem sebanyak 53 aitem. Penelitian ini melibatkan 251 partisipan, yakni sebanyak 123 (49%) partisipan laki-laki dan 128 (51%) partisipan perempuan, dengan rentang usia antara 19-21 tahun. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa aktif UIN Jakarta yang berasal dari luar daerah Jabodetabek, yang saat ini tinggal di kostan, asrama atau rumah kontrakan. Metode analisis faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan program lisrel 8.70. Hasil pengujian membuktikan bahwa seluruh subskala fit (sesuai) mengukur model satu faktor dan terdapat 50 aitem yang valid. Hasil ini menunjukkan bahwa seluruh aspek dalam basic value yang terdiri dari 10 aspek adalah multideimensional. Test CFA menghasilkan 10 aspek basic value yang fit dengan data. 


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 77-85
Author(s):  
Sitti Murdiana Murdiana

AbstractThis research describes the validity of marital conflict resolution scale that formulated from Gottman theory about marital conflict resolution. Marital conflict resolution scale presented to 255 married women in Makassar city. Consisting of 26 items, marital conflict resolution scale there are two dimensions consisting of constructive resolution and destructive resolution. Constructive resolution consist 11 items and destructive resolution consist 15 items has had five choices of the answer. The answer ranging from strongly agree (1 score) to strongly disagree (5 score) for favorable item, and unfavorable items get the opposite score. Validity of marital conflict resolution scale is tested using the reflective measurement model of PLS-SEM. The results of the outer model and the structure or inner model have shown the original sample estimate ≥ 0.50, this means that each indicators can represent both dimensions.AbstrakPenelitian ini menguraikan mengenai validitas skala penyelesaian konflik perkawinan yang dirumuskan dari teori Gottman tentang penyelesaian konflik perkawinan. Skala penyelesaian konflik perkawinan diberikan kepada 255 responden wanita menikah di kota Makassar. Terdiri dari 26 item, skala penyelesaian konflik perkawinan memiliki dua dimensi yang terdiri dari penyelesaian konstruktif dan penyelesaian destruktif. Penyelesaian konstruktif terdiri dari 11 item dan penyelesaian destruktif terdiri dari 15 item memiliki lima pilihan jawaban. Jawaban mulai dari sangat setuju (1 skor) hingga sangat tidak setuju (5 skor) untuk item yang menguntungkan, dan item yang tidak menguntungkan mendapatkan skor yang berlawanan. Validitas skala penyelesaian konflik pernikahan diuji menggunakan model pengukuran reflektif PLS-SEM. Hasil outer model dan struktur atau inner model menunjukkan original sample estimate ≥ 0,50, ini berarti bahwa masing-masing indikator dapat mewakili kedua dimensi. 


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 11-18
Author(s):  
Febrian Solikhin

AbstractThis study aims to develop a student self-efficacy scale in learning, especially in chemistry learning. This scale has been developed with 4 main steps, namely the determination of aspects, preparation of indicators, preparation of statement items and validation. The measured aspects are activity choice, effort, perseverance, learning, achievement, and strategy orientation. The items developed were 30 statements. The validation process consists of expert validation and empirical validation. At the expert validation produced 24 valid statement points viewed from the  Aiken V. The empirical validation phase involved 300 high school students. Analysis of the results at this stage using the Rasch model. At this stage, there were 22 valid and reliable statements for use in measuring students' level of self-efficacy. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur efikasi diri siswa dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran kimia. Alat ukur ini telah dikembangkan dengan 4 langkah utama, yaitu penentuan aspek, penyusunan indikator, penyusunan butir pernyataan dan validasi. Aspek yang diukur adalah pilihan aktivitas, usaha, ketekunan, belajar, pencapaian/prestasi, dan orientasi strategi. Butir yang dikembangkan sebanyak 30 pernyataan. Proses validasi terdiri atas validasi ahli dan validasi empiris. Pada tahap validasi ahli menghasilkan 24 butir pernyataan valid dilihat dari besar Aiken V. Tahap validasi empiris melibatkan 300 siswa SMA. Analisis hasil pada tahap menggunakan model Rasch. Pada tahap ini menghasilkan sebanyak 22 butir pernyataan valid dan reliabel untuk digunakan dalam pengukuran tingkat efikasi diri siswa.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 69-77
Author(s):  
Amalia Ridha Sudirman ◽  
Rena Latifa

AbstractThis study aims to examine validity of items in Multidimensional Measure of Islamic Spirituality (MMS) scale which was first formulated by Dasti and Sitwat (1988). There are eight aspects of Islamic spirituality in this construct, namely: 1) quest and search for divinity, 2) feelings of connectedness with Allah, 3) self discipline, 4) anger-expansive, 5) self-aggrandizement, 6) meanness-generosity, 7) tolerance-intolerance, and 8) Islamic practices. Through 199 participants who are Moslem women and used to live in big cities, we conducted the validity of measuring instruments by using Confirmatory Factor Analysis (CFA) method and assisted by software Lisrel 8.7. CFA test results show that MMS scale that has been adapted into 46 items is valid. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menguji validitas item dalam skala Multidimensional Measure of Islamic Spirituality (MMS) yang pertama kali dirumuskan oleh Dasti dan Sitwat (1988). Ada delapan aspek kerohanian Islam dalam konstruksi ini, yaitu: 1) pencarian keilahian, 2) perasaan terhubung dengan Allah, 3) disiplin diri, 4) kemarahan-ekspansif, 5) peningkatan diri, 6) kejelekan -generositas, 7) toleransi-intoleransi, dan 8) praktik Islam. Melalui 199 responden yang tinggal di kota-kota besar, kami melakukan validitas alat ukur dengan menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hasil tes CFA menunjukkan bahwa skala MMS yang telah diadaptasi menjadi 46 item valid. 


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 128-139
Author(s):  
Nurhamidah Nurhamidah

AbstractMany people face struggles around the religious and spiritual aspects of daily life, as shown by increasingly researches that have been being carried out. The more research develops on these two variables, the more comprehensive, reliable and concise measurement of someone's struggle in term of religion and spirituality through a multiple domain scale are needed. Religious and spiritual struggles occur when some aspects of religious belief, practice or experience become a negative focus so that it is closely related to emotions, concerns, or conflicts. There are six dimensions in religious and spiritual struggles, namely divine, demonic, interpersonal struggle, morality, ultimate meaning, and doubt. The aim of this study is to test the construct validity of Religious and Spiritual Struggles scale. 26 items of the Religious and Spiritual Struggle are tested. 150 college students are participated in this research. By using confirmatory factor analysis and helped by LISREL 8.70 software, the result shows that all dimensions have a fit model and truly measure religious and spiritual struggles even though there is one item in moral dimension that must be dropped. AbstrakBanyak orang mengalami pergulatan seputar aspek religius dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang semakin luas dilakukan. Semakin berkembangnya penelitian terkait dua variabel ini semakin meningkat pula kebutuhan akan pengukuran yang lebih komprehensif, reliabel, dan ringkas tentang perjuangan seseorang dalam hal agama dan spiritualitas melalui skala yang mencakup banyak domain. Religious and spiritual struggles terjadi ketika beberapa aspek kepercayaan, praktik, atau pengalaman religius menjadi fokus negatif sehingga ia terkait erat dengan emosi, kekhawatiran, atau konflik. Terdapat enam dimensi dalam religious and spiritual struggles yaitu divine, demonic, interpersonal struggles, moral, ultimate meaning, dan doubt. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji validitas konstruk dari skala Religious and Spiritual Struggles. Terdapat 26 item dalam skala ini. Responden dalam penelitian ini sebanyak 150 mahasiswa. Metode analisis faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah CFA (confirmatory factor analysis) dengan bantuan perangkat lunak LISREL 8.70. Hasilnya, seluruh dimensi memiliki model yang fit dan benar-benar mengukur religious and spiritual struggles meskipun ada satu item pada dimensi moral yang harus di drop. 


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 140-155
Author(s):  
Jamaludin Jamaludin

AbstractAchievement goal orientation (AGO) is the goal orientation to achieve achievement. This study aims to explore information about the achievement goal orientation (AGO) measurement tool. This study combines two AGO measurements (original and revised) developed by Midgley et al (1998, 2000) based on the Manual for the patterns of adaptive learning scales (PALS). In this study only measured two of the three dimensions analyzed, namely AGO performance and AGO mastery. The sample in this study amounted to 544 people from three junior high schools in West Jakarta. Twenty-one items (10 items AGO performance and 11 items AGO mastery) were tested for validity, internal structure, and invariance measurement. The results of the validity of the CFA found that AGO performance and AGO mastery were not appropriate to measure the dimensions of AGO. Based on the results of internal structure analysis, the bifactor model is more valid and appropriate in measuring AGO performance and AGO mastery. The results of the Bifactor AGO performance analysis are divided into factors of "doing your best" and "looking smart" while AGO mastery is divided into "liking the task" and "understanding the task". There are only five AGO performance items and seven unidimensional AGO mastery items. In the inter-gender validity test, it was found that men are oriented towards AGO performance while women are oriented towards AGO mastery. MGCFA analysis results that AGO performance is valid up to the metric invariance stage while AGO mastery is not invariance.AbstrakAchievement goal orientation (AGO) adalah orientasi tujuan untuk mencapai prestasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi informasi mengenai alat ukur achievement goal orientation (AGO). Penelitian ini menggabungkan dua pengukuran AGO (original dan direvisi) yang dikembangkan oleh Midgley et al (1998, 2000) berdasarkan Manual for the patterns of adaptive learning scales (PALS). Pada penelitian ini hanya mengukur dua dari tiga dimensi yang dianalisis yaitu AGO performance dan AGO mastery. Sampel pada penelitian ini berjumlah 544 orang dari tiga sekolah menengah pertama di Jakarta Barat. Keduapuluh satu item (10 item AGO performance dan 11 item AGO mastery) diuji validitas, struktur internal, dan measurement invariance. Hasil validitas CFA ditemukan bahwa AGO performance dan AGO mastery tidak sesuai mengukur dimensi AGO. Berdasarkan hasil analisis struktur internal, model bifaktor lebih valid dan sesuai dalam mengukur AGO performance dan AGO mastery. Hasil analisis bifaktor AGO performance terbagi menjadi faktor “melakukan yang terbaik” dan “terlihat pintar” sedangkan AGO mastery terbagi menjadi “menyukai tugas” dan “memahami tugas”. Hanya terdapat lima item AGO performance dan tujuh item AGO mastery yang bersifat unidimensional. Pada uji validitas antar gender, dihasilkan bahwa laki-laki berorientasi pada AGO performance sedangkan perempuan berorientasi pada AGO mastery. Analisis MGCFA dihasilkan bahwa AGO performance valid sampai tahap metric invariance sedangkan AGO mastery tidak invariance. 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document