scholarly journals FAKTOR DOMINAN OBESITAS SENTRAL PADA USIA 40-60 TAHUN DI INDONESIA (Analisis Data Indonesian Family Life Survey 5 Tahun 2014/2015)

HEARTY ◽  
2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 58
Author(s):  
Fitri Khoiriyah Parinduri ◽  
Kusharisupeni Djokosujono ◽  
Siti Khodijah Parinduri

Peningkatan prevalensi obesitas sentral berdampak pada munculnya berbagai penyakit degeneratif dan menurunnya derajat kesehatan seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Septiyanti dan Seniwati (2020) menunjukkan bahwa pada umumnya obesitas dan obesitas sentral meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan prevalensi tertinggi berada pada usia 40-59 tahun.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor dominan terhadap kejadian Obesitas Sentral di daerah urban dan rural di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian <em>cross-sectional</em> dengan menggunakan data sekunder Indonesia Famiy Life Survey 5 Tahun 2014/2015. Responden dalam penelitian ini adalah dewasa usia 40-50 tahun sebanyak 9.513 responden yang terbagi menjadi 5.597 di daerah urban dan 3.916 di daerah rural. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tempat wilayah(urban/Rural), jenis kelamin, pendidikan, konsumsi buah, konsumsi sayur, konsumsi <em>fast food</em>, konsumsi makanan manis, konsumsi gorengan, aktivitas fisik, dan merokok dengan obesitas sentral. Faktor yang paling dominan terhadap kejadian obesitas sentral di Indonesia adalah tempat wilayah responden. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan lebih mengoptimalkan kembali sosialisasi dan edukasi  terkait Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) khusunya di daerah urban serta mengoptimalkan lingkungan tempat wiayah yang mendukung hidup sehat.

2020 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 100
Author(s):  
Nur Fitri Widya Astuti ◽  
Emy Huriyati ◽  
Susetyowati Susetyowati

Perkembangan urbanisasi dan ekonomi pada negara berkembang menyebabkan terjadinya nutrition transition. Hal ini mengakibatkan munculnya fenomena beban gizi ganda pada keluarga dimana terdapat anggota rumah tangga yang memiliki status gizi kurang dan lebih tinggal dalam satu keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan fenomena beban gizi ganda pada keluarga di Indonesia. Penelitian cross-sectional ini menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2014 dengan jumlah sampel sebesar 6468 keluarga. Indikator beban gizi ganda keluarga ditunjukkan dengan adanya status gizi lebih dan kurang tinggal dalam satu keluarga yang diwakili oleh ibu dan anak. Analisis statistik dengan metode chi-square digunakan untuk menguji variabel yang memiliki hubungan dengan terjadinya beban gizi ganda keluarga. Hasil menunjukkan prevalensi beban gizi ganda keluarga di Indonesia adalah 8,27% dan persentase tertinggi terdapat pada regional Kalimantan dan Indonesia Timur. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian beban gizi ganda secara signififikan (p<0,05) pada keluarga di Indonesia adalah usia ibu (p = 0,001), pendidikan ibu (p = 0,022), jumlah anak (p = 0,001) dan jumlah anggota rumah tangga (p = 0,001). Penelitian lanjutan dengan metode longitudinal diperlukan untuk mengetahui prediktor beban gizi ganda pada keluarga di Indonesia sehingga dapat dirumuskan intervensi yang tepat untuk pencegahan masalah tersebut.


2018 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
Author(s):  
Purwo Setiyo Nugroho ◽  
Anisa Catur Wijayanti

World Health Organization memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia akan menduduki peringkat ke lima pada tahun 2025 dengan prediksi jumlah penderita sebanyak 12,4 jiwa. Indeks masa tubuh merupakan salah satu indikator obesitas dengan diabetes melitus pada penduduk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaitan obesitas dengan diabetes mellitus pada responden survei Indonesian Family Life Survey V. Penelitian ini merupakan penelitian analisis data sekunder Indonesian Family Life Survei V yang dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini sejumlah 48.139 responden, namun setelah data di cleaning dengan tujuan untuk menghapus data yang missing maka didapatkan jumlah responden sebanyak 30.133 dengan kelompok penelitian berdasarkan usia diatas 15 tahun. Hasil analisis Chisquare  menyatakan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan diabetes melitus dengan nilai p value 0,000 dan nilai POR 3,377; CI 95% 2,602–4,383. Dapat disimpulkan bahwa obesitas memiliki peluang untuk terjadinya sakit diabetes melitus sebesar 3,377 kali dibandingkan dengan orang yang tidak menderita obesitas. Faktor obesitas merupakan salah satu faktor prediposisi untuk meningkatkan gula darah yang merupakan sebuah indikator diabetes melitus. Secara patologi hal ini dikarenakan se-sel beta pulau Langerhans menjadi kurang peka terhadap rangsangan akibat kadar gula darah dan kegemukan (obesitas) akan menekan jumlah reseptor insulin pada sel-sel seluruh tubuh.


HEARTY ◽  
2021 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 50
Author(s):  
Danny Kusuma Aerosta ◽  
Rico Januar Sitorus ◽  
Rostika Flora

<p class="16bIsiAbstrak">Sariawan tercatat sebagai penyakit yang dikeluhkan seperlima populasi dunia. Dan beberapa studi mengungkapkan tidak adanya pengaruh antara kebiasaan merokok dengan kejadian sariawan. Namun penelitan sebelumnya memiliki jumlah sampel yang tidak besar. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan prevalensi dan distribusi sariawan dengan kebiasaan merokok pada perokok aktif dan pasif. Metode penelitian yang dipergunakan adalah cross-sectional dengan mempergunakan data <em>Indonesia Family Life Survey</em> (IFLS) 5 sebagai data induk untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok dan kejadian sariawan. Prevalensi sariawan didapatkan dari keterangan lisan partisipan terhadap keluhan sariawan dalam sebulan terakhir. Kebiasaan merokok adalah kategori paparan rokok antara perokok aktif dan pasif. Distribusi paparan didasarkan atas usia, jenis kelamin, pendidikan, gejala depresi, riwayat hipertensi dan diabetes, dan jenis makanan yang dikonsumsi dalam sepekan terakhir.  Peluang kejadian dari faktor pajanan dominan dihitung dengan analisis multivariat regresi logistik. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan angka kejadian sariawan sebesar 17,89%. Dan hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian sariawan. Peluang kejadian sariawan dari faktor resiko dominan, antara lain kebiasaan merokok, usia, gejala depresi, riwayat diabetes melitus, konsumsi mie instan, minuman berkarbonasi, makanan pedas dan gorengan sebesar 55,40%. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian sariawan dengan<em> pvalue&gt;0,0001.</em></p>


2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 88
Author(s):  
Fariza Zahra Kamilah ◽  
Farhan Habibie ◽  
Gina Ridhia Rahma ◽  
Mohammad Naufal Faisal Sofyan ◽  
Nurma Sari Isnaini ◽  
...  

Background: Diabetes mellitus (DM) is a disease of excessive blood sugar levels. Data from the Indonesian Ministry of Health shows that several DM survivors have had DM for over 15 years reached 19.98 million or 10.9% of the Indonesian population in 2019 with population data according to the Central Bureau of Statistics Republic of Indonesia. This research aimed to determine factors affecting DM in Indonesia. Method: This was a study with a cross-sectional design. The data used in this study came from the fifth wave of the Indonesian Family Life Survey (IFLS). A total of 34,257 individuals aged 14 or over as samples. The dependent variable was diabetes mellitus, while independent variables were obesity, hypertension, quality of sleep, and socio-economic factors. The data measurement was performed by logistic regression.  Results: The research found that obesity, hypertension, and poor sleep quality will increase the risk of DM and also the risk will increase due to socio-economic factors like age, education, household income, urban, and marital status. Conclusion: This study found that the driving force for DM in Indonesia is obesity, hypertension, and sleep quality.


2020 ◽  
Vol 9 (02) ◽  
pp. 129-136
Author(s):  
Suci Reno Monalisa ◽  
Endang L. Achadi ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika Dewi Sartika ◽  
Winda Mulia Ningsih

Diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada Balita di dunia. Karena itu, penting untuk mengetahui faktor risiko kejadian diare pada Balita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko kejadian diare pada Balita usia 6-59 bulan di Pulau Sumatera. Penelitian ini menggunakan data sekunder Indonesian Family Life Survey (IFLS) 2014 yang dikumpulkan oleh Research And Development (RAND) Corporation dengan sampel sebanyak 1315 anak-anak di Pulau Sumatera. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data dianalisis bivariat dengan uji statistik chi-square dan multivariat dengan uji statistik regresi logistik ganda. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel umur anak (Pv=0,006; OR=1,525), Jenis kelamin (Pv=0,019; OR=1,433), dan Imunisasi campak (Pv=0,005; OR=1,531) merupakan faktor resiko diare pada Balita. Hasil Analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor risiko yang paling dominan dengan diare (Pv=0,018; OR=1,427). Jenis kelamin merupakan faktor risiko paling dominan dengan diare sehingga upaya untuk memberikan asupan gizi yang optimal pada anak, menjaga hygiene dan sanitasi lingkungan yang baik, pola asuh yang baik, pemberian imunisasi  sangat penting untuk mempertahankan status gizi anak agar normal dan terhindar dari diare.


2020 ◽  
Vol 15 (3) ◽  
Author(s):  
Yeni Mahwati ◽  
Dieta Nurrika

C-reactive protein (CRP) is the best clinical marker for systemic inflammation. Obesity is associated with increased CRP levels. Systemic inflammation is present before morbidity occurs. Research reveals that the identification of obesity indicators and CRP levels is limited among Indonesians. The present study investigated the associations between obesity indicators (body mass index [BMI], waist circumference [WC], waist-to-hip ratio [WHR], waist-to-height ratio [WHtR]) and CRP levels among Indonesian adults. This cross-sectional study based on Indonesian Family Life Survey-5 2014–2015 was conducted among 3,386 adults (≥ 40 years) living in 13 provinces in Indonesia during the study period. All data were collected in 2014. Multiple logistic regression was used to estimate the odds ratio (ORs) and 95% confidence interval (95% CIs) for hs-CRP levels on obesity indicators by using underweight (BMI) and normal (WC, WHR, and WHtR) as references. Our multivariable logistic regression analyses indicated that respondents with increased WHR (OR: 1.278, 95% CI: 1.005–1.625, P < 0.001) were more likely to have high-risk hs-CRP levels than those with normal WHR. Compared with respondents with normal WHtR, those with increased WHtR were found associated with high-risk hs-CRP levels (OR: 1.980, 95% CI: 1.544–2.541, P < 0.001). Therefore, WHR and WHtR can predict central obesity, which is associated with hs-CRP levels.


2020 ◽  
Vol 29 (2) ◽  
pp. 213-21
Author(s):  
Yusuf Syaeful Nawawi ◽  
Afsheen Hasan ◽  
Liza Salawati ◽  
Husnah ◽  
Widiastuti

BACKGROUND Various findings on the relationship between smoking and obesity have been demonstrated. This study aimed to investigate the association between smoking behavior and obesity in the Indonesian adult population. METHODS A cross-sectional analysis was conducted using data from the 2014 Indonesian Family Life Survey. A body mass index of ≥25 kg/m² was employed to define obesity. Smoking behavior was assessed in terms of smoking status and its attributes. The potential confounders of gender, age, education, residential environment, economic status, physical activity, and education level were adjusted using logistic regression.  RESULTS Study subjects were 28,949 adults aged ≥20 years. Current smoking was a protective factor of obesity (adjusted odds ratio [aOR] = 0.53; 95% confidence interval [CI] = 0.48–0.58), whereas previous smoking habit showed no association with obesity (aOR = 0.96; 95% CI = 0.84–1.09). The risk of current smokers having obesity was lower than that of nonsmokers as smoking duration increased (aOR = 0.46–0.63). By contrast, the risk of obesity was relatively higher among former smokers than current smokers as the duration of quitting increased (aOR = 1.46–2.20). Heavy smokers had a higher risk of obesity than light smokers among former (aOR = 1.85; 95% CI = 1.27–  2.67) and current smokers (aOR = 1.38; 95% CI = 1.23–1.65). CONCLUSIONS Overall, smoking negatively affected obesity among the Indonesian adult population. By contrast, quitting smoking was associated with an increased risk of obesity. Thus, weight management along with smoking cessation intervention should be prescribed.


2019 ◽  
Vol 2019 ◽  
pp. 1-7 ◽  
Author(s):  
Supa Pengpid ◽  
Karl Peltzer ◽  
Indri Hapsari Susilowati

Objective. The study aims to investigate cognitive functioning and associated factors in a national general population-based sample of older Indonesians. Methods. Participants were 1228 older adults, 65 years and older (median age 70.0 years, Interquartile Range=6.0), who took part in the cross-sectional Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) in 2014-15. They were requested to provide information about sociodemographic and various health variables, including cognitive functioning measured with items from the Telephone Survey of Cognitive Status (TICS). Multivariable linear regression analysis was performed to assess the association of sociodemographic factors, health variables, and cognitive functioning. Results. The overall mean cognition score was 14.7 (SD=4.3) (range 0-34). In adjusted linear regression analysis, older age, having hypertension, and being underweight were negatively associated with better cognitive functioning and higher education was positively associated with better cognitive functioning. Conclusion. Several sociodemographic and health risk factors for poor cognitive functioning were identified which can guide intervention strategies in Indonesia.


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 79
Author(s):  
Nada Herdalena ◽  
Amrina Rosyada

Salah satu penyebab kematian ibu adalah anemia yang mencerminkan meningkatnya kebutuhan akan zat besi pada kehamilan. Suplementasi selama kehamilan adalah kunci dari intervensi untuk mengurangi anemia pada kehamilan. Kepatuhan ibu yang rendah dalam mengonsumsi suplementasi tablet Fe dikenal sebagai salah satu masalah utama   keefektifan program intervensi ini. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder Indonesian Family Life Survey 5 dengan desain studi cross sectional dengan sampel sebesar 1.923 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis data penelitian menggunakan analisis complex samples yang terdiri dari tiga tahap yaitu univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakpatuhan konsumi tablet Fe ditemukan pada 1.226 responden (63,8%).  Hasil penelitian ini menunjukan status kerja, wilayah tempat tinggal, frekuensi kunjungan Antenatal Care (ANC), masalah kesehatan kronis, pendapatan keluarga, dan tipe keluarga berhubungan dengan kepatuhan konsumi tablet Fe, dan variabel frekuensi kunjungan Antenatal Care (ANC) merupakan variabel yang paling dominan dengan besar Prevalence Ratio (PR) sebesar 4,661 (95%CI = sebesar 3,620-6,502). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel frekuensi kunjungan Antenatal Care (ANC) merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kepatuhan konsumsi tablet Fe setelah dikontrol vaiabel status kerja, wilayah tempat tinggal, pendapatan keluarga, tipe keluarga, dan masalah kesehatan kronis. Saran penelitian agar tenaga kesehatan perlu membuat program pengawasan, melalui buku monitoring konsumi tablet Fe berbasis keluarga dan kader.Kata Kunci : Determinan faktor, frekuensi kunjungan  anc, ifls, kepatuhan ,tablet fe


2021 ◽  
Vol 21 (1) ◽  
Author(s):  
Aida Lydia ◽  
Siti Setiati ◽  
Czeresna Heriawan Soejono ◽  
Rahmi Istanti ◽  
Jessica Marsigit ◽  
...  

Abstract Background Early detection of prehypertension is important to prevent hypertension-related complications, such as cardiovascular disease, cerebrovascular disease and all-cause mortality. Data regarding the prevalence of prehypertension among mid- and late-life population in Indonesia were lacking. It is crucial to obtain the prevalence data and identify the risk factors for prehypertension in Indonesia, which may differ from that of other countries. Methods The cross-sectional analysis utilized multicenter data from Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) from 13 provinces in 2014–2015. We included all subjects at mid-and late-life (aged ≥40 years old) from IFLS-5 with complete blood pressure data and excluded those with prior diagnosis of hypertension. Prehypertension was defined as high-normal blood pressure according to International Society of Hypertension (ISH) 2020 guideline (systolic 130–139 mmHg and/or diastolic 85–89 mmHg). Sociodemographic factors, chronic medical conditions, physical activity, waist circumference and nutritional status were taken into account. Statistical analyses included bivariate and multivariate analyses. Results There were 5874 subjects included. The prevalence of prehypertension among Indonesian adults aged > 40 years old was 32.5%. Age ≥ 60 years (adjusted OR 1.68, 95% CI 1.41–2.01, p <  0.001), male sex (adjusted OR 1.65, 95% CI 1.45–1.88, p <  0.001), overweight (adjusted OR 1.44, 95% CI 1.22–1.70, p <  0.001), obesity (adjusted OR 1.77, 95% CI 1.48–2.12, p <  0.001), and raised waist circumference (adjusted OR 1.32, 95% CI 1.11–1.56, p = 0.002) were the significant risk factors associated with prehypertension. Prehypertension was inversely associated with being underweight (adjusted OR 0.74, 95% CI 0.59–0.93, p = 0.009). Conclusions The prevalence of prehypertension in Indonesian mid- and late-life populations is 32.5%. Age ≥ 60 years, male sex, overweight, obesity, and raised waist circumference are risk factors for prehypertension.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document