Jurnal Ilmiah Tindalung
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

24
(FIVE YEARS 24)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Pusat Penelitian Dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

2655-4291, 2442-7381

2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 33-38
Author(s):  
Aprelia Tomasoa ◽  
Usy Nora Manurung ◽  
Sermiati Makasehe ◽  
Christania Daukalu ◽  
Jelia Janica Makarilang ◽  
...  

Marine aquaculture activities in the Sangihe Islands, more specifically in the waters of Talengen Bay, are not yet optimal and still utilize seeds from catches in nature. This study aims to determine the effect of using the Oodev hormone and obtain the best dose to stimulate the gonadal maturity level (TKG) of red snapper (Lutjanus sp.). The red snapper used comes from the catch in the waters of Talengen Bay and is also domesticated in floating net cages. The sampled fish used were 60 individuals with average body weight (30.5 g). The Oodev hormone dose treatment, namely; 0 mL/kg, 0.5 mL/kg, 1 mL/kg and 1.5 mL/kg. Oodev hormone was applied to commercial feed specifically for marine fish with the trademark Megami GR-3 orally for 30 days of rearing. The results showed that the administration of the Oodev hormone had a positive effect on the gonadal maturity level of red snapper, with the development of different levels of gonadal maturity in each treatment. The 0.5 mL/kg dose treatment resulted in the highest gonadal maturity level (TKG III). The maturation stage was followed by 1 mL/kg and 1.5 mL/kg (TKG II) treatments. Meanwhile, compared with the 0 mL/kg treatment, the developmental stage was still TKG I (immature). These findings provide Oodev hormone with 0.5 mL/kg dose could stimulate the red snapper gonad maturity level to mature for 30 days of rearing.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 29-33
Author(s):  
Eunike Irene Kumaseh ◽  
Costantein Imanuel Sarapil ◽  
Yafet Takasabare

Penelitian ini bertujuan untuk melihat besarnya pendapatan nelayan pancing ulur di Kampung Karatung II Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kampung Karatung II terletak di Kecamatan Manganitu dengan jumlah penduduk 991 jiwa. Pendapatan nelayan di Kampung Karatung II bergantung pada hasil tangkapan. Jenis ikan hasil tangkapan pada umunya yaitu ikan Selar (Selaroides sp.). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2020 di perairan Kampung Karatung II Kecamatan Manganitu. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi terhadap para nelayan. Pendapatan nelayan pancing ulur di Kampung Karatung II yaitu sebesar Rp 1.250.000,- per bulan. Berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Utara No. 330 Tahun 2020, upah minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun 2020 Rp 3.310.723,- (tiga juta tiga ratus sepuluh ribu tujuh ratus dua puluh tiga rupiah) setiap bulan, dengan demikian pendapatan nelayan di Kampung Karatung II termasuk dalam kategori rendah.   This study aims to determine the income of hand line fishermen in Karatung II Village, Manganitu District of Sangihe Islands Regency. Karatung II Village is located in Manganitu District with population of 991 people. The income of fishermen in Karatung II village depends on the catch. The kind of fish caught is Selar (Selaroides sp.). This research was carried out in September to October 2020 in the waters of Karatung II village, Manganitu District. Data collection techniques were carried out by interviewing and observing the fishermen. The income of hand line fishermen in Karatung II Village is Rp. 1,250,000 per month. Based on the Decree of the Governor of North Sulawesi No. 330 of 2020, the minimum wage of North Sulawesi Province in 2020 was IDR 3,310,723 (three million three hundred ten thousand seven hundred and twenty three rupiahs) every month, and therefore, the income of fishermen in Karatung II Village is categorized as a low income.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 22-28
Author(s):  
Julius Frans Wuaten ◽  
Ishak Bawias ◽  
Rafles Kawowode

Abstrak: . Salah satu lokasi tempat pembuatan kapal penangkap ikan yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe yaitu di Kampung Para I Kecamatan Tatoareng.  Masyarakat nelayan yang ada di Kampung Para I pada umumnya memiliki kemampuan dan keahlian dalam membuat unit perahu/kapal penangkap ikan yang diperolehnya secara turun temurun dari orang tua dan nenek moyang mereka. Hampir setiap tahun, nelayan pembuat kapal di Kampung Para I memproduksi kapal penangkap ikan dari bahan kayu, pesanan dari nelayan yang ada di sekitar Pulau Para maupun dari luar pulau. Penelitian ini dilakukan untuk melihat secara langsung proses pembuatan kapal penangkap ikan dari bahan kayu, khususnya dalam proses finishing kapal pajeko. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif, dengan menggambarkan atau menguraikan kejadian di lapangan dalam bentuk laporan, tanpa mengurangi atau menambah informasi yang ada di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan nelayan pembuat kapal, pengamatan langsung dan partisipasi dalam proses finishing meliputi pemakalan, pendumpulan, dan pengecatan kapal. Proses finishing dalam pembuatan kapal pajeko berbahan baku kayu di Kampung Para 1 Kecamatan Tatoreng semuanya dilakukan secara tradisional dan pengerjaannya dilakukan oleh nelayan setempat, mulai dari proses memakal, mendempul dan mengecat dengan peralatan yang sederhana.   Abtract:   One of the locations for fishing boats in Sangihe Islands Regency is Para Village 1, Tatoareng District. The fishing communities in Para Village 1 generally have the ability and expertise to build fishing boats / vessels, which they have from generation to generation from their parents and ancestors. Almost every year, fishermen who build boats in Para I Village produce fishing boats made of wood, orders from fishermen around Para Island and from outside the island. This research was conducted to see firsthand, the process of making fishing boats from wood, especially in the finishing process of the pajeko boat. The method used is descriptive method, by describing the events in the field, to the form of reports, without reducing or adding to the information in the field. Data collection techniques are carried out by conducting interviews with shipbuilders, direct observation and participation in the shipbuilding finishing process including ‘pemakalan’, ‘pendumpulan’, and ship painting. The finishing process in making pajeko boats made of wood in Para Village 1, Tatoreng District, is all done traditionally and the work is done by local fishermen, starting from the process of ‘pemakalan’, ‘pendumpulan’ and painting with simple equipment.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 14-21
Author(s):  
Aprelia Tomasoa ◽  
Walter Balansa ◽  
Krisan Salendeho

Budidaya ikan kakap sering terkendala dengan kurang tersedianya pakan rucah secara kontinyu dan berkelanjutan, karena pakan rucah tersedia secara musiman. Budidaya ikan kakap harus diselingi dengan pemberian pakan pelet, apalagi pakan pelet yang diperkaya dengan hormon pertumbuhan rekombinan dapat menjadi salah satu solusi. Mempercepat laju pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan pemberian hormon pertumbuhan rekombinan. Hormon tersebut dijadikan sebagai sumplemen pakan bagi ikan maupun udang. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan kakap menggunakan hormon pertumbuhan rekombinan yang dibudidayakan dengan sistem keramba jaring apung di Teluk Talengen. Tahapan penelitian terdiri dari persiapan wadah dan ikan uji, pembuatan pakan dan pemeliharaan selama 30 hari. Perlakuan yang dilakukan adalah dosis hormon pertumbuhan rekombinan yang diaplikasikan ke pakan dan diberikan pada ikan kakap. Dosis yang diberikan adalah : 0 mg/kg, 2 mg/kg, 3 mg/kg, dengan tiga kali ulangan. Ikan kakap yang digunakan berukuran 3-5 cm dengan padat tebar 10 ekor per wadah. Dosis hormon pertumbuhan rekombinan akan dicoating menggunakan putih telur dan disemprot ke pakan. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian memperlihatkan perlakuan terbaik yaitu dosis 3 mg/kg pakan meningkatkan bobot tubuh (8,8 gr), SGR (3,43%), EP (28,3%) dan SR (100%) dibandingkan perlakuan kontrol. Hal tersebut menunjukkan hormon pertumbuhan rekombinan memberi pengaruh positif meningkatkan laju pertumbuhan dan survival rate ikan kakap selama 30 hari pemeliharaan.   Snapper cultivation is often constrained by the lack of continuous and sustainable feed availability, because trash feed is readily available. The cultivation of snapper fish must be interspersed with providing pellet feed, moreover pellet feed enriched with recombinant growth hormone can be a solution. Accelerating the growth rate of fish can be done by offering recombinant growth hormone. This hormone is used as a supplement to feed for fish and shrimp. The aim of this study was to increase the growth rate of snapper using recombinant growth hormone cultivated with floating net cage system in Talengen Bay. Stages of taking care of research from containers and test fish, making feed and maintaining it for 30 days. The treatment is a recombinant growth hormone which is applied to feed and given to snapper. The doses given were: 0 mg/ kg, 2 mg/kg, 3 mg/kg, with three replications. The snapper used is 3-5 cm in size with a stocking density of 10 fish per container. The dose of recombinant growth hormone will be coated using egg white and sprayed into the feed. Feeding is done occasionally with a frequency of offering 2 times in the morning and evening. The results of the best treatment treatment, namely the dose of 3 mg / kg of feed increased body weight (8.8 gr), SGR (3.43%), EP (28.3%) and SR (100%) compared to control treatment. This shows that the growth of recombinant growth hormone has a positive effect on increasing the growth rate and survival of snapper for 30 days of rearing.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 1-6
Author(s):  
Numisye Iske Mose ◽  
Jetti Treslah Saselah

Tanaman wori merupakan salah satu tanaman kelompok fabaceace yang tumbuh melimpah di Sangihe dan sangat potensial digunakan sebagai salah satu sumber pakan ikan. Kadar protein daun wori adalah 25,53% sehingga berpotensi menjadi protein nabati bagi ikan. Kendala utama yang ditemui ketika memanfaatkan daun tanaman wori adalah kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 48,51% sehingga dapat mempengaruhi proses pencernaan ikan, penyerapan nutrisi yang berujung pada rendahnya pertumbuhan ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tepung daun wori femerntasi terhadap laju pertumbuhan spesifik dan sintasan hidup ikan nila. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan terdiri dari tiga perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu kadar tepung daun wori tanpa fermentasi A (kontrol) 10%, kemudian B tepung daun wori fermentasi (10%), dan C tepung daun wori fermentasi (20%). Laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan diuji menggunakan ANOVA sedangkan sintasan hidup akan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penambahan tepung wori fermenasi dalam pakan dapat meningkatkan nilai laju pertumbuhan spesfik ikan nila dan efisiensi pemanfaatan pakan dengan nilai tertinggi pada perlakuan C yaitu SGR 1,94%/hari. Sementara itu, untuk semua perlakuan nilai sintasan hidup sebesar 100%.   The wori plant is one of the plants of the fabaceace group that grows abundantly in Sangihe and has potential to be used as a source of fish feed. The protein content of wori leaves is 25.53%, so it has the potential to become vegetable protein for fish. The main obstacle encountered when utilizing wori plant leaves is the high carbohydrate content of 48.51% so that it can affect the digestion process of fish, nutrient absorption which lead to low fish growth. The purpose of this study was to determine the effect of wori femerntation leaf meal on the specific growth rate and survival of tilapia. The experimental design used was a completely randomized design (CRD). The treatments consisted of three treatments and three replications, namely the content of fermented wori leaf powder, A (control) 10%, then B fermented wori leaf powder (10%), and C fermented wori leaf powder (20%). Specific growth rate and feed efficiency were tested using ANOVA, while survival rate was analyzed descriptively. The results of this study indicate that the addition of fermented wori powder in the feed can increase the value of the specific growth rate of tilapia and feed utilization efficiency with the highest value in treatment C, namely SGR 1.94% / day. Meanwhile, for all treatments the survival rate was 100%.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 7-13
Author(s):  
Edwin Oscar Langi ◽  
Jetti Treslah Saselah

Mekanisme pertahanan diri organisme adalah salah satu upaya untuk hidup di habitatnya. Pada kelompok hewan berduri Echinodermata: dikenal dengan istilah autotomi, yaitu proses melepaskan organ tubuh secara spontan sebagai respons terhadap suatu rangsangan yang membuat biota tersebut stres. Biota ini mampu melakukan eviserasi, fission dan regenerasi setelah proses pemutusan.  Produk akhirnya adalah organ internal dan individu baru.  Penelitian ini dilakukan di Teluk Tahuna selama 28 hari.  Hasilnya Teripang Gamat Batu Stichopus horrens yang eviserasi dan pemotongan melintang ternyata mengalami penyusutan ukuran yang cukup besar.  Tidak ada spesimen yang bertambah ukurannya.  Jika terjadi eviserasi bagian tubuh yang dibuang adalah isi perut, yaitu kotoran, dan sebagian usus.  Bagian tubuh yang tersisa pada spesimen yang dipotong adalah yang melekat pada bagian anterior, yaitu pangkal tenggorokan, lambung dan sebagian usus. Sedangkan bagian posterior tidak pernah ditemukan gonad, hanya sebagian usus dan pohon respirasi yang berpangkal pada bagian kloaka.  Kondisi organ internal (pencernaan, pohon respirasi dan gonad) setelah eviserasi maupun pemotongan melintang menyusut ukurannya, baik saat tebar awal sampai hari ke-28.  Sehingga memberikan arti bahwa pada 4 minggu pertama individu teripang ini setelah belum melakukan regenerasi organ internal.   The organism's self-defense mechanism is an attempt to live in its habitat. In the group of spiny animals Echinoderm: known as autotomy, which is the process of spontaneously releasing organs in response to a stimulus that stresses the biota. This biota is capable of evisceration, fission and regeneration after the transverse fission. The end products are internal organs and new individuals. This research was conducted in Tahuna Bay for 28 days. The result was that the sea cucumber Gama Batu or Stichopus horrens was revised and that the transverse fission actually experienced a significant reduction in size. There is no specimen that increased in size. If there is evisceration, the parts of the body that are removed are the stomach contents, namely feces, and part of the intestines. The body parts remaining in the transeverse fission specimen are those attached to the anterior, namely the larynx, stomach and a portion of the intestines. Parts of the body are missing. While the posterior gonads have never been found, only a part of the intestine and respiration tree originates from the cloaca. The condition of the internal organs (intestines, respiration tree and gonads) which were eviscerated and the transverse fission experienced a reduction in size, both during initial stocking until the 28th day. It means that in the first 4 weeks the individual these sea cucumber had not regenerated the internal organs.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 1-6
Author(s):  
Costantein Imanuel Sarapil ◽  
Eunike Kumaseh ◽  
Ganjar Ndaru Ikhtiagung ◽  
Erlin Puspaputri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi peran perempuan pesisir dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan berapa besar presentase kontribusi perempuan dalam menopang ekonomi keluarga di Kampung Petta Kecamatan Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan yaitu kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra. Karena itu, obervasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya untuk menghimpun data penelitian. Rata - rata keuntungan perempuan pesisir Rp 160.000 / hari, rata - rata pendapatan Rp 2.750.000, serta besar kontribusi perempuan pesisir terhadap kebutuhan ekonomi keluarga yaitu sebesar 46,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa Perempuan pesisir mempunyai peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan keluarga di Kampung Petta. Perlu adanya kebijakan Pemerintah yang memberikan peluang bagi para perempuan pesisir untuk mengembangkan usaha mereka dan berkontribusi secara aktif bagi masyarakat.   This study aims to determine the contribution of the role of coastal women in fulfilling the economic needs of the family and how much is the percentage in contribution of women in supporting the family economy in Petta Village, Tabukan Utara District, Sangihe Islands Regency. Data collection was carried out by observation, namely human daily activities using the eye senses as their main aid in addition to other senses such as ears, smell, mouth, and skin. Therefore, observation is a person's ability to use his observations through the work of his senses and is assisted by other senses to collect research data. The average profit for coastal women is Rp. 160,000 / day, the average income is Rp. 2,750,000, and the contribution of coastal women to the economic needs of the family is 46,5 %. This shows that coastal women have an important role in fulfill the needs of families in Petta Village. There needs a government policy that provides opportunities for coastal women to develop their businesses and contribute actively to society.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 19-27
Author(s):  
Darna Susantie ◽  
Usy Nora Manurung

Ikan membutuhkan pakan dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.  Pakan ikan adalah komponen paling penting dalam budidaya ikan.  Pakan yang berkualitas bagi ikan adalah pakan yang mudah dicerna, tidak mengandung racun, dan mengandung gizi yang tinggi.  Kulit  buah manggis dapat dijadikan pakan ikan dalam meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan karena mengandung senyawa xantone yang cukup kuat sebagai antioksidan, antiproliferartif, dan antimicrobial.  selain itu mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, triterpenoid, tanin, dan polifenol (Suksamrarn, 2003; Mardawati et al., 2008; Puspitasari et al., 2013).  Komposisi tepung kulit buah manggis yaitu air 9%, abu 2,58%, protein 2,69%, serat kasar 30,05%, gula total 6,92%, dan lainnya (tanin, lemak) 48,76%. Kegiatan penerapan penelitian Unggulan Perguruan Tinggi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kulit buah manggis terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus).  Waktu pelaksanaan penelitian selama 1 bulan dari tanggal 08 Agustus sampai 10 September 2020 di Kampung Nahepese Kecamatan Manganitu.  Prosedur kerja penelitian meliputi beberapa tahap yaitu persiapan pakan uji, persiapan wadah pemeliharaan, persiapan ikan uji, dan pemeliharaan ikan uji.  Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila berukuran 3-5 cm sebanyak 180 ekor dimana masing-masing wadah didistribusikan  20 ekor ikan.  Sedangkan bahan uji yang dipakai adalah tepung kulit buah manggis yang ditambahkan dalam tepung pelet kemudian dicampurkan menjadi merata lalu ditambahkan air secukupnya, dicetak dan dijemur.  Laju pertumbuhan harian tertinggi ikan nila selama 30 hari pemeliharaan terdapat pada perlakuan B.  Sintasan hidup ikan nila pada kontrol dan perlakuan B yaitu 100%, yang artinya semua ikan uji yang dipelihara hidup semua.  Sedangkan pada perlakuan A yaitu 95%, dimana ada 1 ekor ikan yang meloncat keluar happa.   Fish need feed for growth and survival.  Fish feed is the most important component in fish farming.  Quality feed for fish is food that is easily digested, does not contain toxins, and contains high nutrition.  Mangosteen rind can be used as fish feed in increasing the growth and survival of cultivated fish because it contains xanthone compounds which are strong enough as antioxidants, antiproliferarts, and antimicrobials.  besides containing flavonoids, saponins, alkaloids, triterpenoids, tannins, and polyphenols (Suksamrarn, 2003; Mardawati et al., 2008; Puspitasari et al., 2013).  The composition of mangosteen rind flour is 9% water, 2.58% ash, 2.69% protein, 30.05% crude fiber, 6.92% total sugar, and 48.76% others (tannins, fat). This research application activity of Higher Education Excellence aims to determine the effect of adding mangosteen rind flour to the growth and survival of tilapia (Oreochromis niloticus).  The time for conducting the research is 1 month from August 8 to September 10 2020 in Nahepese Village, Manganitu District. The research work procedure includes several stages, namely preparation of test feed, preparation of maintenance containers, preparation of test fish, and rearing of test fish.  The test fish used in this study were 180 tilapia fish measuring 3-5 cm in which 20 fish were distributed in each container.  While the test material used is mangosteen rind flour which is added to the pellet flour then mixed evenly and then added with enough water then printed and dried. The highest daily growth rate of tilapia for 30 days of maintenance was found in treatment B. The survival rate of tilapia in control and treatment B was 100%, which means that all of the tested fish that were reared were all alive.  Whereas in treatment A, it was 95%, where 1 fish jumped out of the happa.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 7-12
Author(s):  
Novalina Maya Sari Ansar ◽  
Frans Gruber Ijong

Kampung Bebalang merupakan sebuah pulau kecil dengan luas wilayah 68,7KM2 yang secara administrative merupakan bagian dari Kecamatan Manganitu Selatan Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kampung Bebalang memiliki potensi perikanan yang cukup besar khususnya untuk golongan ikan pelagis. Potensi perikanan di Kampung Bebalang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk dapat mengidentifikasi potensi sumber daya perikanan, penanganan pasca tangkap serta potensi usaha pengolahan hasil perikanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Metode yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan serta dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan mayoritas penduduk Kampung Bebalang bermata pencaharian sebagai nelayan dengan berbagai hasil tangkapan yakni ikan tongkol, ikan julung-julung, ikan terbang dan yang paling dominan yakni ikan layang. Pada umumnya ikan hasil tangkapan dipasarkan dalam bentuk ikan segar dan sebagian diolah menjadi ikan asin, ikan asap utuh dan ikan asap pinekuhe. Proses pengolahan ikan dilakukan dengan cara yang masih sederhana dan bersifat tradisional serta belum menerapkan prinsip sanitasi dan hygiene serta belum menerapkan teknologi pengolahan.   Bebalang village is a typically small island, covering an area of 68.7 km2 administratively is part of Manganitu Selatan District Sangihe Islands Regency. This village has a promising potential of pelagic fish, which has not been optimally used to improve the life of the people in the village who mainly work as fishermen. Therefore, this research aimed to identify fisheries potential in the village to improve their welfare. We applied survey and field observation methods and descriptive analysis. The results showed that the majority of people in Bebalang were fishermen mainly catching tuna mackerel, the halfbeak, flying fish and the most dominant one, scad fish. Generally, most of the catch was sold in form of fresh fish and others were salted, smoked as pinekuhe or other types of smoked fish. Fish product processing was conducted traditionally without sanitary and hygienic applications as well as fish processing technology support.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 13-18
Author(s):  
Marsugianto Lentiuwulang ◽  
Yuliana Varala Tatontos ◽  
Julius Wuaten

Proses pembuatan gading perahu merupakan salah satu tahapan yang penting dan sangat menentukan dalam pembuatan perahu berbahan kayu, karena dalam konstruksi kapal, gading berfungsi selain untuk memperkuat kapal dari terjangan gelombang juga berfungsi dalam pembentukan badan kapal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik pembuatan gading perahu penangkap ikan tipe pamo di Kampung Para Salengkere Kecamatan Tatoareng. Penelitian dilakukan dengan melaksanakan observasi atau pengamatan langsung dan partisipasi aktif dalam pembuatan dan pemasangan gading perahu tipe pamo. Secara umum teknik pembuatan gading perahu tipe pamo di Kampung Para Salengkere Kecamatan Tatoareng menggunakan bahan kayu kapuraca (Callophyllum inophyllum) yang dalam bahasa lokal disebut dingkaleng yang tahan terhadap air laut, kuat dan memiliki serat yang padat. Pada proses pembuatan gading terdapat beberapa bentuk gading yang di buat untuk 1 (satu) unit perahu yaitu gading berbentuk huruf “V” pada bagian haluan dan bentuk huruf “U” pada midship sampai buritan perahu dan pemasangannya di mulai dari bagian linggi depan perahu ke arah buritan.  Jumlah gading yang dipasang pada perahu tipe pamo yang dibuat berjumlah ganjil sebanyak 23 buah dengan jarak antar gading 28 cm.   The process of making hull frame represents one the most important and crucial stages in building wooden boats because in ship construction, frames function to strengthen the ship from waves and to form a ship's hull. This reserach aimed to determine the technique of making “pamo”-type hull frame in Para Salengkere Village, Tatoareng District. We applied field observation and active participation in building pamo-type hull frame in Para Salengkere Village, Tatoareng District using local wood known as “kapuraca” or “dingkaleng” because of its resistance to sea water, strong and dense fibers. We used V shaped frame on the bow, round bottom (RB) at midship and "U" shape at the stern of the boat and the installation starts from the front height of the boat towards the stern. We installed an odd number (23) of tusks with a distance of 28 cm among the tusks.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document