GIZI INDONESIA
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

268
(FIVE YEARS 48)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi)

2528-5874, 0436-0265

2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 167-176
Author(s):  
Dwi Kusumayanti Dwi Kusumayanti ◽  
Dewi Marhaeni Dewi M Diah Herawati

2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 133-144
Author(s):  
Afina Rachma Sulistyaning ◽  
Farida Farida

National and global reports showed a high prevalence of sodium intake above the recommended threshold. The pandemic situation might have altered people's eating habits into a healthier diet to improve the immunity system. A high-sodium diet, which has previously been reported as a substantial contributor to several degenerative diseases, might be considered unhealthy eating habits. This study aimed to analyze whether the Covid-19 pandemic has changed the eating habits of high sodium foods and drinks in college students. This cross-sectional study used a food frequency and perception questionnaire in December 2019 - August 2020, conducted in direct interviews and online questionnaires. Forty-three college students enrolled in the present study as respondents. The number of respondents with above-average high sodium eating habits decreased during the covid-19 pandemic, although not statistically significant (p 0.05). More than 60 percent of respondents admitted no significant changes in packaged foods and drinks intake, even though 79.1 percent of respondents reported healthier food and drinks intake during the Covid-19 pandemic. College students/adolescent needs to restrict their consumption of high sodium foods and drinks, especially during the Covid-19 pandemic to improve the immune system. It is also important to emphasize on the massive and continuous promotion of healthy eating habits among college students. Keywords: Covid-19, eating habits, sodium, pandemic ABSTRAK Data nasional dan global menunjukkan tingginya prevalensi konsumsi sodium diatas batas rekomendasi asupan. Kondisi pandemi Covid-19 dapat mengubah pola konsumsi masyarakat menjadi lebih sehat untuk meningkatkan sistem imun. Diet tinggi natrium dilaporkan sebagai penyebab penting dalam perkembangan berbagai penyakit degeneratif, sehingga dapat dikategorikan sebagai kebiasaan makan yang tidak sehat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pandemi Covid-19 telah mengubah kebiasaan makan dan minum tinggi natrium di kalangan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan kuesioner FFQ dan persepsi makan. Penelitian ini berlangsung pada Desember 2019 – Agustus 2020 yang dilaksanakan secara wawancara langsung dan menggunakan kuesioner online. Responden terdiri dari 43 mahasiswa. Jumlah responden dengan pola konsumsi tinggi natrium menurun selama pandemi Covid-19 meskipun tidak signifikan (p 0.05). Lebih dari 60 persen responden mengakui tidak ada perubahan signifikan terkait konsumsi makanan dan minuman kemasan , meskipun 79.1 persen melaporkan konsumsi makanan dan minuman menjadi lebih sehat selama pandemi. Mahasiswa/remaja perlu mengurangi konsumsi makanan dan minuman tinggi natrium, terutama selama masa pandemi Covid-19 untuk meningkatkan sistem imun. Penting untuk diperhatikan bahwa promosi pola konsumsi makanan sehat di lingkup mahasiswa perlu dilakukan dengan langkah yang masif dan berkelanjutan. Kata kunci: Covid-19, pola makan, natrium, pandemi


2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 121-132
Author(s):  
Rika Rachmalina ◽  
Nunik Kusumawardani ◽  
Rofingatul Mubasyiroh

This study aims to assess hemoglobin (Hb) level difference according to characteristics and wheat flour consumption frequency among Indonesian aged ≥10. This study used national health survey (Riskesdas) 2013 data, involving 42,705 subjects in the analysis. Hb level was the dependent variable and the independent variables included sample characteristics and wheat flour consumption frequency. An independent t-test was used to examine the difference between two categories of variables and one-way analysis of variance for variables ≥3 categories. There were significant differences in Hb level within groups according to gender, age, education, working status, residence, region, wealth index quintile, and wheat flour consumption frequency. Hb level was significantly higher among subjects with consumption of ≥3 times/week (13,435 g/dL) than consumption of 3 times/month or never (13,357 g/dL). By having sex stratification, the highest Hb level was significantly found among those who consumed wheat flour ≥3 times/week, both in women (12,701 g/dL) and men (14,115 g/dL). There was no difference in Hb level according to wheat flour frequency consumption after stratifying the place of residence. By having wealth index quintile stratification, the significant difference was only found among subjects in quintile 2, it showed that Hb level was higher among subjects who consumed wheat flour 1-2 times/week (13,458 g/dL) than 3 times/month or never (13,299 g/dL). Hb level was lower among a group of female, younger age, lower education, unemployed, living in a rural area, living in the eastern region, quintile 1, and wheat flour consumption 3 times/month or never. Maintaining sustainable Fe fortification in wheat flour is important to reduce anemia.Keywords: anemia, iron fortification, wheat flour consumption  ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin (Hb) darah menurut karakteristik dan konsumsi tepung terigu penduduk ≥10 tahun. Studi ini menggunakan data survei kesehatan nasional (Riskesdas) 2013, dengan total sampel yang dianalisis dalam studi ini yaitu 42.705. Kadar Hb darah adalah variabel dependen dan variabel independen meliputi karakteristik dan frekuensi konsumsi tepung terigu sampel. Uji independent t-test digunakan untuk melihat perbedaan variabel dengan dua kategori dan uji one-way analysis of variance untuk variabel ≥3 kategori. Terdapat perbedaan kadar Hb darah yang signifikan antar kelompok menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, status bekerja, tempat tinggal, region, kuintil indeks kepemilikan, dan frekuensi konsumsi tepung terigu. Penduduk yang mengonsumsi tepung terigu ≥3 kali/minggu (13,435 g/dL) secara signifikan memiliki kadar Hb darah lebih tinggi dibandingkan konsumsi 3 kali/bulan atau tidak pernah (13,357 g/dL). Setelah distratifikasi jenis kelamin, kadar Hb darah tertinggi secara signifikan pada penduduk dengan konsumsi tepung terigu ≥3 kali/minggu baik pada perempuan (12,701 g/dL) maupun laki-laki (14,115 g/dL). Tidak terdapat perbedaan kadar Hb darah menurut frekuensi konsumsi tepung terigu setelah distratifikasi tempat tinggal. Setelah distratifikasi kuintil indeks kepemilikan, perbedaan signifikan hanya terlihat pada penduduk di kuintil 2, yaitu kadar Hb darah lebih tinggi pada frekuensi konsumsi tepung terigu 1-2 kali/minggu (13,458 g/dL) dibandingkan konsumsi 3 kali/bulan atau tidak pernah (13,299 g/dL). Kadar Hb darah lebih rendah pada penduduk perempuan, umur lebih muda, pendidikan rendah, tidak bekerja, tinggal di pedesaan, tinggal di region Maluku Papua, dan mengonsumsi tepung terigu 3 kali per bulan/tidak pernah. Mempertahankan keberlanjutan fortifikasi Fe pada terigu berpotensi penting dalam menurunkan anemia.Kata kunci: anemia, fortifikasi Fe, konsumsi tepung terigu


2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 155-166
Author(s):  
Rina Yurianti ◽  
Heryudarini Harahap ◽  
Arnawilis Arnawilis ◽  
Budi Hartono ◽  
Siska Mayang Sari

The development of dietary catering for outpatients is an opportunity to be one of the hospital profits centers. The study objective was to analyze the potential and the feasibility of the nutrition department as a profit center. The study design was cross-sectional. Data was collected through questionnaires and analyzed by descriptive and correlation analysis. The respondents were 70 inpatients families, 30 management hospital staff, and 32 nutrition department staff. A feasibility analysis was performed using Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback Period (PP), and BEP (Break-Even Point). The results found that there was a relationship between willingness and capacity to pay for main meals (p = 0.013), with an average price of main food Rp. 16,193 ± 9,060 for portion. Respondents from management staffs who agreed to the nutrition department to be a profit center were 90.0 percent and all nutrition staffs. The market aspect was described from the 10 highest diseases of inpatients become a potential market as follow up treatment for post hospitalized patients. The technical aspect shows that the hospital is located in a strategic area and has adequate facilities. The organizational and management aspects show the support and commitment from top management, the commitment of nutrition department staff, and eligible human resources. The economic and financial aspects were described from NPV 0, IRR initial capital. The study conclusion was the Nutrition Department of RSUD AA has the potential to develop into a profit center and is feasible to implement.Keywords: feasibility study, nutrition services, profit center ABSTRAKPengembangan katering diet kepada pasien post rawatan merupakan peluang menjadi profit center dari Instalasi Gizi RSUD AA. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis potensi dan kelayakan pengembangan Instalasi Gizi RSUD AA menjadi profit center. Desain penelitian adalah cross-sectional. Pengumpulan data potensi dilakukan menggunakan kuesioner. Responden adalah 70 orang keluarga pasien, 30 orang dari manajemen, dan 32 orang dari instalasi gizi RSUD AA. Analisis potensi dilakukan secara deskriptif dan uji korelasi. Analisis kelayakan dilakukan dengan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback Periode (PP) dan BPE (Break Even Point). Hasil penelitian ditemukan ada hubungan antara kemauan dan kemampuan membayar makanan utama (p=0,013), dengan rata-rata harga makanan utama Rp. 16.193 ± 9.060 per porsi. Responden dari manajemen yang menyetujui Instalasi Gizi menjadi profit center adalah 90,0 persen dan semua responden dari instalasi Instalasi Gizi menyetujui menjadi profit center. Aspek pasar dapat dilihat dari 10 penyakit terbesar pasien rawat inap di RSUD AA tahun 2019 yang menunjukkan peluang pasar karena penyakit tersebut membutuhkan diet khusus tidak hanya selama perawatan di RS tetapi juga selama perawatan di rumah. Aspek teknis menunjukkan RSUD AA berada pada lokasi yang strategis, dengan luas yang memadai, dan fasilitas yang cukup. Aspek organisasi dan manajemen menunjukkan adanya dukungan dan komitmen dari top manajemen, komitmen pegawai instalasi gizi, organisasi pengelolaan instalasi gizi sudah mendukung dan jumlah tenaga yang mencukupi. Aspek ekonomi dan keuangan ditemukan dari NPV 0, IRR modal awal. Kesimpulan penelitian adalah Instalasi Gizi RSUD Daerah Arifin Achmad mempunyai potensi dalam pengembangan menjadi profit center dan layak untuk dilaksanakan.Kata kunci: pelayanan gizi, profit center, studi kelayakan


2021 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 145-154
Author(s):  
Made Adi Sutarjana

Hypertension is a cardiovascular disease that is a major health problem around the world. The results of Basic Health Research (Riskesdas) showed that there was an increase in the prevalence of hypertension sufferers by 8.31 percent from 2013 to 2018. Lifestyle changes, especially in young adults in urban areas, such as frequent consumption of high caffeinated foods or drinks and increased stress levels are some risk factors of hypertension. The purpose of this study was to determine the relationship between the frequency of caffeine consumption and stress levels with the incidence of hypertension in young adults. The study was an observational study with a cross-sectional design, the sample was selected by purposive sampling technique involving 110 community respondents who resided in the work area of the Regional Technical Implementing Unit (RTIU) Puskesmas II, West Denpasar District with the age of 20-40 years old, the results obtained were tested by statistical rank spearman test with α=0.05. The results showed that there was a significant relationship between the frequency of caffeine consumption and the incidence of hypertension (p0.05), and there was a relationship between stress levels and the incidence of hypertension (p 0.05). Thus it can be concluded that there is a relationship between the frequency of caffeine consumption and the incidence of hypertension in young adults. People in young adults are expected to increase efforts to control blood pressure through lifestyle changes such as reducing the frequency of consumption of food sources of caffeine and managing stress properly.Keywords: caffeine, stress, hypertension, young adult ABSTRAK  Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menjadi permasalahan kesehatan utama di seluruh dunia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi penderita hipertensi sebesar 8,31 persen selama 2013 hingga 2018. Perubahan gaya hidup terutama pada masyarakat usia dewasa muda di daerah perkotaan seperti sering mengonsumsi makanan atau minuman berkafein tinggi serta peningkatan tingkat stres merupakan beberapa faktor risiko dari hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan frekuensi konsumsi kafein dan tingkat stres dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa muda. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional, sampel dipilih dengan teknik sampling purposive sampling yang melibatkan 110 responden masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas II Kecamatan Denpasar Barat dengan usia 20-40 tahun, hasil yang diperoleh diuji dengan uji statistik rank spearman dengan α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara frekuensi konsumsi kafein dengan kejadian hipertensi (p0,05), dan terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kejadian hipertensi (p0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi kafein dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa muda. Masyarakat pada usia dewasa muda diharapkan agar lebih meningkatkan upaya pengendalian tekanan darah melalui perubahan gaya hidup seperti mengurangi frekuensi konsumsi pangan sumber kafein dan mengelola stres dengan baik.Kata kunci: kafein, stres, hipertensi, dewasa muda


2021 ◽  
Vol 44 (1) ◽  
Author(s):  
Admin Admin

2021 ◽  
Vol 44 (1) ◽  
pp. 87-96
Author(s):  
Iskari Ngadiarti ◽  
Moesijanti Yudiarti Endang Soekatri ◽  
Mia Srimiati ◽  
Adhila Fayasari ◽  
Lina Agestika

Providing counseling is one of the factors that increase the knowledge and actions of mothers in meeting adequate nutritional consumption. This study aimed to identify the lactation and nutrition counseling towards mother's knowledge and intake in Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta. This research was a quasi-experimental study pre-post with a control group design. Sample collection technique used consecutive sampling with 30 respondents in each group (intervention group and control group). Counseling was given 3 times, after giving birth, a child at age 7-14 days and age 35 days. Knowledge and food intake were collected before and after the intervention. The bivariate analysis used an independent t-test and paired t-test with a significance level of p0.05. There was a significant difference in mother's knowledge about breastfeeding between the intervention group and control group after they were given lactation counseling (p0.05). However, there was no significant difference in the mother's nutrient intake between the intervention and control group after counseled (p0.05). Lactation counseling can positively affect the mother's knowledge about breastfeeding, but not for the mother's action in consuming enough nutrient intake. ABSTRAKPemberian konseling menjadi salah satu faktor yang meningkatkan pengetahuan dan tindakan ibu dalam memenuhi konsumsi gizi yang adekuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling menyusui dan konsumsi gizi terhadap pengetahuan dan asupan ibu di Puskesmas Kebayoran Lama, Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain pre-post dengan control group. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan jumlah sampel 30 responden pada masing-masing kelompok (kelompok intervensi dan kelompok kontrol). Konseling diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat setelah melahirkan, bayi berusia 7-14 hari dan 35 hari. Data pengetahuan dan asupan diambil sebelum dan sesudah intervensi. Analisis bivariat menggunakan independent t-test dan paired t-test. Ada perbedaan yang bermakna pada pengetahuan ibu menyusui antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberikan penyuluhan laktasi (p 0,05). Tidak ada perbedaan bermakna pada asupan gizi ibu antara kelompok intervensi dan kontrol setelah konseling (p0,05). Konseling laktasi berpengaruh positif terhadap pengetahuan ibu tentang menyusui, tetapi tidak untuk perilaku ibu dalam asupan gizinya.Kata kunci: konseling, laktasi, menyusui


2021 ◽  
Vol 44 (1) ◽  
pp. 41-54
Author(s):  
Forman Novrindo Sidjabat ◽  
Nining Tyas Triatmaja ◽  
Amelia Bevi

One of the efforts to improve the quality of life of people living with HIV/AIDS (PLWHA) is to maintain optimal nutritional status so that it can increase immunity to infection and disease, increase energy and be more productive. This study aims to describe the nutritional status, physical activity, and perceived benefits and barriers to fulfilling the nutritional intake of people living with HIV/AIDS (PLWHA). This research was a descriptive study using mixed methods. Data were collected on 5 female PLWH informants using a 2x24 hour food recall to determine consumption patterns and measure nutritional status based on BMI and the adequacy of nutritional intake (macro includes energy, protein, fat, carbohydrates; and micro including Vit. A, Vit. B, Vit. C, Zn); and the calculation of physical activity used the Physical Activity Level (PAL). In-depth interviews were conducted to explore perceived the benefits and barriers of PLWHA to fulfilling their nutritional needs and were analyzed using the Rapid and Rigorous Qualitative Data Analysis technique with triangulation informant. The BMI status of informants was 3 normal informants, 1 overweight informant, and 1 obese informant. Types of physical activity carried out were 4 informants doing light physical activity and 1 informant doing moderate physical activity. The frequency of eating the seams of informants is 3 times a day and the number of informants with normal adequacy of fat and energy intake is 1 informant each and 2 informants protein, carbohydrate nutrition intake is not sufficient. The adequacy of normal micronutrients is vitamin b for 2 informants, vitamin c, and b for 1 informant each. The informants know that nutrients can increase immunity, but the types of consumption by the informants have not varied. Assistance services, counseling, and nutrition education are also needed during the HIV / AIDS treatment process.ABSTRAKSalah satu upaya meningkatkan kualitas hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah mempertahankan status gizi optimal sehingga dapat meningkatkan kekebalan terhadap infeksi dan penyakit, peningkatan energi dan akan lebih produktif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan status gizi, aktivitas fisik, serta persepsi manfaat dan hambatan pemenuhan asupan gizi orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode campuran. Data dikumpulkan pada 5 informan ODHA perempuan dengan menggunakan food recall 2x24 jam untuk mengetahui pola konsumsi dan mengukur status gizi berdasar pada IMT dan kecukupan asupan gizi (makro meliputi energi, protein, lemak, karbohidrat; dan mikro meliputi vitamin A, vitamin B, vitamin C, Zn); perhitungan aktivitas fisik menggunakan Physical Activity Level (PAL). Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali persepsi manfaat dan hambatan ODHA mencukupi kebutuhan gizi dan dianalisa menggunakan teknik Rapid and Rigorous Qualitative Data Analysis dengan informan triangulasi. Status IMT informan adalah 3 informan normal, 1 informan gemuk, dan 1 informan obesitas. Jenis aktivitas fisik yang dilakukan adalah 4 informan melakukan aktivitas fisik ringan dan 1 informan melakukan aktivitas fisik sedang. Frekuensi makan keliman informan sebanyak 3x sehari dan jumlah informan dengan kecukupan normal pada asupan lemak dan energi masing-masing 1 informan dan protein sebanyak 2 informan, asupan gizi karbohidrat tidak tercukupi. Kecukupan gizi mikro normal adalah vitamin B pada 2 informan, vitamin C dan B masing-masing 1 informan. Informan mengetahui zat gizi dapat meningkatkan kekebalan tubuh tapi jenis konsumsi informan belum beragam. Diperlukan juga layanan pendampingan, konseling dan edukasi gizi, selama proses pengobatan HIV/AIDS.Kata kunci: HIV/AIDS, ODHA, angka kecukupan gizi


2021 ◽  
Vol 44 (1) ◽  
pp. 21-30
Author(s):  
Zenderi Wardani ◽  
Dadang Sukandar ◽  
Yayuk Farida Baliwati ◽  
Hadi Riyadi

The proportion of stunting above 20 percent indicates that there are still public health problems in Indonesia. The impact of stunting not only affects the stature but also affects the economic productivity of a country. The purpose of this study was to develop index models that are responsive stunting in children under-5 years in Indonesia. Development of the index model used mathematical formulations using the SDGs indicator and other relevant indicators. Aggregate data from 16-time series were selected from 34 provinces in Indonesia in the span of 4 years (2015 - 2018). Furthermore, the method of developing a stunting index in this study was carried out through the stages of standardization, weighting, aggregation and validation. The results showed that the stunting index model is an evaluation measure that is responsive to stunting interventions in infants (0-56 months) in Indonesia. The national stunting index from 2015 to 2018 increased although it was still in the medium category with index values of 69.77, 70.29, 70.30 and 72.74, respectively. This study recommended an increase in efforts to achieve dimension index values in the development pillars of environmental and economical, especially in the eastern regions of Indonesia and the divided provinces.ABSTRAK Proporsi stunting lebih dari 20 persen menunjukkan bahwa masih terdapat masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Dampak stunting tidak hanya mempengaruhi perawakan tetapi juga mempengaruhi produktifitas ekonomi suatu negara. Sebuah model sederhana dan responsif dalam bentuk indeks stunting dapat menjadi bagian dari pilar rencana aksi intervensi stunting tersebut di atas. Model indeks stunting pun diharapkan dapat membantu pengambil keputusan (decision maker) menyusun formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan dalam penanggulangan stunting untuk masa yang akan datang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model indeks stunting responsif pada anak balita di Indonesia. Pengembangan model indeks menggunakan formulasi matematis dengan menggunakan indikator Sustainable Development Goals (SDGs) dan indikator terkait lainnya. Data agregat dari 16 time series dipilih dari 34 provinsi di Indonesia dalam kurun waktu 4 tahun (2015 - 2018). Selanjutnya metode pengembangan indeks stunting pada penelitian ini dilakukan melalui tahapan standardisasi, pembobotan, agregasi dan validasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model indeks stunting pada penilitian ini merupakan ukuran evaluasi yang tanggap terhadap intervensi stunting pada bayi (0-56 bulan) di Indonesia. Indeks stunting nasional dari tahun 2015 sampai 2018 mengalami peningkatan meskipun masih dalam kategori sedang dengan nilai indeks masing-masing 69,77, 70,29, 70,30 dan 72,74. Studi ini merekomendasikan peningkatan upaya pencapaian nilai indeks dimensi pada pilar pembangunan lingkungan dan ekonomi khususnya di wilayah timur Indonesia dan daerah provinsi pemekaran.Kata kunci: Indeks stunting, evaluasi kebijakan, anak balita


2021 ◽  
Vol 44 (1) ◽  
pp. 1-10
Author(s):  
Fillah Fithra Dieny ◽  
Deny Yudi Fitranti ◽  
Firdananda Fikri Jauharany ◽  
A Fahmy Arif Tsani

The female athlete triad (FAT) is a syndrome that occurs in female athletes who have a combination of 3 related conditions and are associated with sports. The aimed of this study to analyze the relationship between iron deficiency and the state of the female athlete triad (FAT) in female athletes. The design of this study was cross sectional with 80 subjects of female athletes aged 12-18 years from various sports, who were taken by simple random sampling. The research was conducted at the Central Java Student Center for Education and Sports Training (BPPLOP). Bivariate analysis was performed using the Spearman test. Based on Ferritin, as many as 15 subjects (18.25%) had iron deficiency anemia, and FAT syndrome was not found in the subjects, however, when each sign was seen, 20 percent were classified as polimenorrhea and oligomenorrhea, and 37.5 percent experienced eating disorders. There were a significant relationship between iron deficiency based on serum ferritin (p = 0.015; r = 0.273) and Hb levels (p = 0.002; r = 0.337) with the component of athlete's bone density. However, iron deficiency (based on serum Ferritin and Hb levels) did not show a significant association with menstrual cycle disorders and eating disorders (p 0.05). Female Athlete Triad has not been found among subjects, but athletes have experienced eating behavior disorders, menstrual cycle disorders and the risk of low bone density. Iron deficiency is associated with decreased bone density in young female athletes. ABSTRAK Female athlete triad (FAT) merupakan suatu syndrom yang terjadi pada atlet wanita yang memiliki kombinasi dari 3 kondisi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan olahraga. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan defisiensi besi dengan keadaan female athelete triad (FAT) pada atlet remaja putri. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan 80 subjek atlet putri berusia 12-18 tahun dari berbagai cabang olahraga yang diambil secara simple random sampling. Penelitian dilakukan di Balai Pemusatan Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (BPPLOP) Jateng. Analisis univariat untuk mendeskripsikan data berupa distribusi dan persentase. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Spearman. Berdasarkan data serum ferritin, sebanyak 15 subjek (18,25%) mengalami anemia defisiensi besi, namun belum ditemukan kejadian FAT pada subjek, tetapi bila dilihat masing masing tanda sebanyak 20 persen tergolong polimenorea dan oligomenorea, serta 37,5 persen mengalami gangguan perilaku makan. Ada hubungan yang signifikan antara defisiensi besi berdasarkan serum ferritin (p=0,015; r=0,273) dan kadar Hb (p=0,002; r=0,337) dengan komponen kepadatan tulang atlet. Namun defisiensi besi (bedasarkan serum Ferritin dan Kadar Hb) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan gangguan siklus menstruasi dan gangguan perilaku makan (p0,05). FAT belum ditemukan pada atlet remaja putri, namun atlet sudah ada yang mengalami gangguan perilaku makan, gangguan siklus menstruasi dan risiko kepadatan tulang rendah. Defisiensi besi berhubungan dengan menurunnya kepadatan tulang atlet remaja putri.Kata kunci: atlet; remaja putri; defisiensi besi; female athlete triad (FAT) 


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document