AGRITEKNO Jurnal Teknologi Pertanian
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

75
(FIVE YEARS 35)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Pattimura

2620-9721, 2302-9218

2021 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
St Sabahannur ◽  
Suraedah Alimuddin ◽  
Hanifa Nikmah

Oyster mushroom is one type of vegetable that is rarely utilized due to a lack of knowledge about how to process the mushroom itself. The perishable nature of mushrooms causes difficulties in distribution and marketing as fresh produce. One of the processed products from oyster mushrooms is chips. Vacuum frying is a frying method that is applied to heat-sensitive materials such as fruits and vegetables. This study was aimed to determine the effect of temperature and duration of vacuum frying on the physicochemical and organoleptic qualities of oyster mushroom chips. The study was conducted using a completely randomized design with a two-factor factorial pattern: the first factor, vacuum frying with a temperature of 85o and 90oC. The second factor, frying time, is 50, 60, and 70 minutes. The results showed that vacuum-fried oyster mushrooms with a temperature of 85oC and a frying time of 70 minutes produced oyster mushroom chips with the lowest fat content of 38.08%, the preferred taste, and color (score 4), while the preferred texture was frying at 90oC and long 70 minutes. The yield value and moisture content of oyster mushroom chips did not differ at different temperatures and frying times. Keywords: Oyster mushroom; vacuum frying; chips; temperature   ABSTRAK Jamur tiram merupakan salah satu jenis sayuran yang pemanfaatannya sangat sedikit karena kurangnya pengetahuan tentang cara mengolah jamur itu sendiri. Sifat jamur yang mudah rusak menyebabkan kesulitan dalam distribusi dan pemasaran sebagai produk segar. Salah satu produk olahan dari jamur tiram adalah keripik. Penggorengan vakum merupakan metode penggorengan yang diterapkan pada bahan yang peka terhadap panas seperti buah-buahan dan sayuran. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan lama waktu penggorengan vakum terhadap kualitas fisikokimia dan organoleptik keripik jamur tiram. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola faktorial dua faktor. Faktor pertama, penggorengan vakum dengan suhu 85o dan 90oC. Faktor kedua, lama penggorengan adalah 50, 60, dan 70 menit. Hasil penelitian menunjukkan jamur tiram yang digoreng vakum dengan suhu 85oC dan lama penggorengan 70 menit menghasilkan keripik jamur tiram dengan kadar lemak terendah 38,08%, rasa, dan warna yang disukai (skor 4), sedangkan tekstur yang disukai adalah penggorengan pada suhu 90oC dan lama. 70 menit. Nilai rendemen dan kadar air keripik jamur tiram tidak menunjukkan perbedaan pada suhu dan waktu penggorengan yang berbeda. Kata kunci: Jamur tiram; keripik; penggorengan vakum; suhu


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 106-114
Author(s):  
Yuli Wibowo ◽  
Andrew S Rusdianto ◽  
Septy T Wahyuni

Besuki Na-Oogst tobacco is a type of plantation commodity that requires special handling. Improper post-harvest handling increases the risks of being damaged. This study aimed to identify the types of damage to Besuki Na‑Oogst tobacco leaves, analyze the risk level of damage to Besuki Na-Oogst tobacco leaves, and provide recommendations for risk control of tobacco leaves damage. The Failure Mode and Effect Analysis method was applied to Identify the Besuki Na-Oogst tobacco leaves risk damages. This method can determine the value of severity, occurrence, and detection to obtain a critical Risk Priority Number (RPN) that indicates the most critical level of risk. The results showed that the types of damage to Besuki Na-Oogst tobacco leaf classified as having a high-risk impact were perforated leaves, oily leaves, white spots, blue spots, and moldy leaves indicated by RPN values greater than the critical value. If these risks are not appropriately handled, it can decrease the quality of the tobacco leaves, resulting in losses. The risk control of leaf damage is based on risk-causing factors in suggestions for improvements that the management can follow up. Keywords: Besuki Na-Oogst tobacco leaves; critical value; FMEA; risk; RPN   ABSTRAK Tembakau Besuki Na-Oogst merupakan jenis komoditas perkebunan yang memerlukan penanganan khusus. Penanganan pasca panen yang tidak tepat menimbulkan risiko yang tidak diinginkan yaitu daun tembakau menjadi rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis kerusakan daun tembakau Besuki Na-Oogst, menganalisis tingkat risiko kerusakan daun tembakau Besuki Na-Oogst, dan memberikan rekomendasi pengendalian risiko kerusakan daun tembakau. Identifikasi risiko kerusakan daun tembakau Besuki Na-Oogst menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan nilai keparahan, kejadian, dan deteksi untuk mendapatkan risk priority number kritis yang menunjukkan tingkat risiko paling kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kerusakan pada daun tembakau Besuki Na-Oogst yang tergolong berisiko tinggi adalah daun berlubang, daun berminyak, bercak putih, bercak biru, dan daun berjamur yang ditunjukkan dengan nilai RPN lebih besar dari nilai kritis. Jika risiko tersebut tidak ditangani dengan baik, maka daun tembakau akan mengalami penurunan kualitas yang dapat mengakibatkan kerugian. Pengendalian risiko kerusakan daun tembakau didasarkan pada faktor penyebab risiko berupa saran perbaikan yang dapat ditindaklanjuti oleh pihak perusahaan. Kata kunci: Daun tembakau Besuki Na-Oogst; FMEA; nilai kritis; risiko; RPN


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 100-105
Author(s):  
Alaik Z H Albaki ◽  
Ahmad S Purnama ◽  
Fajri Yulianto ◽  
Budy Rahmat ◽  
Vita Meylani

The practice of burning and stockpiling to reduce wood waste from the wood processing industry is not in line with the demands of clean production, environmentally friendly and sustainable industries. Pyrolysis technology can be used to produce bioenergy from wood waste. The temperature and the time of the pyrolysis process, the water content of materials, and the content of different yields between types of wood waste affect the bioenergy products produced. This study was aimed at determining the effect of wood waste form and condition on the quality and quantity of liquid smoke, tar, and charcoal. A Completely Randomized Design with two factors of treatments, i.e., waste forms and the drying process, was applied in this research. The results showed that the condition and shape of the material affect the volume of liquid smoke and the weight of the charcoal produced. The condition of the material without drying with high water content and the shape of the chunks produce more liquid smoke with an average yield of 191.14 mL and 186.37 mL, while the charcoal produced is higher in the condition of the material with drying and shaved form at 125.83 g and 115.62 g. The results of the test characteristics of grade 1 and 2 distillation liquid smoke meet the Japanese liquid smoke quality standards with phenol levels in the range of 26.66-35.94 mg GAE/mL sample and acidity levels of 16.91-58.9%. Keywords: Char; liquid smoke; pyrolysis; tar; wood waste.   ABSTRAK Praktik pembakaran dan penimbunan untuk mereduksi limbah kayu dari industri pengolahan kayu tidak selaras dengan tuntutan produksi bersih, ramah lingkungan dan industri berkelanjutan. Teknologi pirolisis dapat digunakan untuk memproduksi bioenergi dari limbah kayu dengan suhu dan waktu proses pirolisis, kadar air bahan serta kandungan rendemen yang berbeda antar jenis limbah kayu mempengaruhi produk bioenergi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bentuk dan kondisi limbah kayu terhadap kualitas dan kuantitas asap cair, ter dan arang. Metode penelitian yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap yang disusun secara faktorial dengan perlakuan bentuk limbah dan proses pengeringan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi dan bentuk bahan mempengaruhi volume asap cair dan bobot arang yang dihasilkan. Kondisi bahan tanpa pengeringan dengan kadar air tinggi dan bentuk bongkah menghasilkan asap cair lebih banyak dengan hasil rata-rata 191,14 mL dan 186,37 mL, sedangkan arang yang dihasilkan lebih tinggi pada kondisi bahan dengan pengeringan dan bentuk serut yaitu 125,83 g dan 115,62 g. Hasil uji karakteristik asap cair distilasi grade 1 dan 2 memenuhi standar mutu asap cair Jepang dengan kadar fenol berada pada kisaran 26,66-35,94 mg GAE/mL sampel dan kadar keasaman 16,91-58,9 %. Kata kunci: Arang; asap cair; limbah kayu; pirolisis; ter.


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 89-99
Author(s):  
Dini W Dari ◽  
Sri Rahmadhani ◽  
Dini Junita

One type of coastal plant in the mangrove forest is the pedada (Sonneratia sp.). This fruit has high nutritional value and has the potential to be processed into food products. This fruit is still rarely used because of its sour taste. One form of food processed from pedada fruit is pedada juice drink. The purpose of this study was to describe the acceptance of the parameters of color, aroma, texture, taste, and overall acceptance in the form of selecting the best formulation, which was analyzed using the exponential method of pedada fruit juice drinks. A descriptive analysis within the experimental design was applied in this research. There were 5 samples in this study, namely A1 positive control (200 g, 70% sucrose sugar), A2 negative control (200 g pedada, 0% stevia sugar), A3 (200 g pedada, 9% stevia sugar), A4 (pedada 200 g, 18% stevia sugar), and A5 (200 g pedada, 36% stevia sugar). The acceptance test used the hedonic method with 40 consumer panelists aged 17-35 years. This research was conducted in May-August 2020. The manufacture of pedada fruit juice drinks and acceptance testing were carried out at home. The results showed that the A4 sample of 200 g of pedada fruit with the addition of 18% stevia sugar obtained the highest score on the acceptability of pedada fruit juice drinks and overall acceptance. The average results of each color, aroma, texture, and taste acceptability parameter were 3.9, 3.9, 4.0, and 4.0, respectively. Keywords: Acceptance; fruit juice; pedada; stevia sugar   ABSTRAK Indonesia kaya akan hasil alamnya seperti berbagai jenis hutan yang salah satunya adalah hutan mangrove. Hutan mangrove itu sendiri memiliki berbagai jenis tumbuhan pantai seperti pedada atau Sonneratia sp. Buah ini memiliki nilai gizi yang tinggi dan berpotensi untuk diolah menjadi produk pangan. Buah ini masih jarang digunakan karena rasanya yang asam. Salah satu bentuk pengolahan makanan dari buah pedada adalah minuman sari buah pedada. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan penerimaan terhadap parameter warna, aroma, tekstur, dan rasa serta penerimaan secara keseluruhan berupa pemilihan formulasi terbaik yang dianalisis menggunakan metode eksponensial minuman sari buah pedada. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain analisis deskriptif murni. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 5 sampel yaitu kontrol positif A1 (200 g, gula sukrosa 70%), kontrol negatif A2 (200 g pedada, gula stevia 0%), A3 (200 g pedada, gula stevia 9%), A4 ( pedada 200 g, gula stevia 18%), A5 (200 g pedada, gula stevia 36%). Uji penerimaan menggunakan metode hedonis dengan 40 panelis konsumen berusia 17-35 tahun. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2020, pembuatan minuman sari buah pedada dan uji daya terima dilakukan di rumah. Akseptabilitas minuman sari buah pedada dan penerimaan keseluruhan yaitu sampel minuman A4 buah pedada 200 g dengan penambahan gula stevia 18%, diperoleh skor rata-rata tertinggi (4,0) dengan hasil rata-rata masing-masing parameter akseptabilitas warna 3.9, aroma 3.9, tekstur 4.0, dan rasa 4.0. Kata Kunci: Daya terima, gula stevia, pedada, sari buah


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 83-88
Author(s):  
Anisa Firdatama ◽  
Esteria Priyanti

The purpose of this study was to determine the acceptance of almond extract yoghurt mixed with dates. This research was divided into 3 stages. The first stage included preparing ingredients and equipment and preparing formulas for almond extract yoghurt with dates. The second stage involved adding dates into almond extract yoghurt. The third stage was the implementation of the hedonic test and the ranking test. The percentage of adding dates in the production of almond extract yoghurt was as much as 10, 20, and 30% of the weight of the almond extract, respectively. Thirty (30) untrained panelists participated in the hedonic and rating tests. The nonparametric analysis Kruskal Wallis test and the Mann-Whitney further test were used to examine the data. The Kruskal Wallis test showed significant differences in taste, aroma, texture, and color between almond extract yoghurt with dates. The Mann-Whitney test showed that the taste, aroma, viscosity, and color of almond extract yoghurt with the addition of dates as much as 10% were significantly different from 20% and 30%. It can be concluded that the addition of dates can increase the acceptance of the taste, aroma, viscosity, and color of almond extract yoghurt. Keywords: Almond extract; dates; yoghurt; acceptance   ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui penerimaan yoghurt sari almond dengan penambahan kurma. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama meliputi persiapan bahan dan peralatan serta penyusunan formula yoghurt sari almond dengan penambahan kurma. Tahap kedua yaitu proses pembuatan yoghurt sari almond dengan penambahan kurma. Tahap ketiga yaitu pelaksanaan uji hedonik dan uji peringkat. Persentase penambahan kurma pada pembuatan yoghurt sari almond yaitu sebanyak 10%, 20%, dan 30% dari berat sari almond. Uji hedonik dan uji peringkat melibatkan 30 panelis tidak terlatih. Data dianalisis menggunakan analisis nonparametrik uji Kruskal Wallis dan uji lanjut Mann-Whitney. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan penambahan kurma memberikan perbedaan yang nyata pada penerimaan rasa, aroma, kekentalan dan warna yoghurt sari almond. Uji lanjut Mann-Whitney menunjukkan bahwa rasa, aroma, kekentalan dan warna dari yoghurt sari almond dengan penambahan kurma sebanyak 10% berbeda nyata dengan 20% dan 30%. Dapat disimpulkan bahwa penambahan kurma dapat meningkatkan penerimaan rasa, aroma, kekentalan dan warna yoghurt sari almond. Kata kunci: Kurma; penerimaan; sari almond; yoghurt.


2021 ◽  
Vol 10 (2) ◽  
pp. 74-82
Author(s):  
Vonda M N Lalopua ◽  
Aria Onsu

Tuna loin waste called “tetelan” is a waste of tuna loin processing, consisting of red meat and some white meat. “Tetelan” is fish meat that sticks to the bone or unused meat because of its ununiform size. This loin waste contains high protein but smells fishy. To reduce the fishy smells, “tetelan” tuna was processed to surimi kamaboko due to the steaming process and spices' addition to improving the texture properties of kamaboko carrageenan was added while surimi was processed. The research objective was to determine the effect of carrageenan concentrations on the chemical and organoleptic properties of kamaboko “tetelan” tuna. The research used an experimental method, with a single treatment named concentration of carrageenan and sago starch consisted of 3 levels of carrageenan concentration 1.0, 1.5, and 2.0%. Kamaboko was analyzed chemically involved moisture, ash, fat and protein content, and organoleptic involved aroma, taste and texture. Organoleptic test data (aroma, taste, texture) were analyzed using the Friedman test followed by multiple comparison tests. Meanwhile, the chemical data were analyzed using a Completely Randomized Design. Data analysis showed that the concentration of carrageenan and sago starch did not significantly affect the taste, aroma, and texture of kamaboko. The treatment applied significantly influenced the ash content of kamaboko. Kamaboko “tetelan” tuna showed a high protein content above the kamaboko protein quality standard. Keywords: Carrageenan; chemistry; organoleptic.   ABSTRAK Limbah hasil pengolahan tuna loin berupa tetelan ikan yang terdiri dari jenis daging merah dan sebagian daging ikan putih. Tetelan berupa daging ikan yang menempel pada tulang ikan atau daging ikan yang tidak dapat dimanfaatkan karena sayatannya yang tidak merata. Daging ikan tuna mengandung protein tinggi tetapi memiliki kelemahan berbau amis, sehingga kurang disukai konsumen. Pemanfaatan tetelan ikan tuna sebagai bahan baku surimi untuk diolah menjadi kamaboko diharapkan dapat mengurangi bau amis karena adanya proses pengukusan dan penambahan bumbu. Penambahan konsentrasi karagenan bertujuan untuk meningkatkan sifat tekstur kamaboko. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi karagenan terhadap sifat kimia dan organoleptik kamaboko tetelan ikan tuna. Penelitian menggunakan metode eksperimen, dengan perlakuan tunggal konsentrasi karagenan terdiri dari tiga taraf yaitu konsentrasi karagenan 1,0, 1,5, dan 2%. Kamaboko di analisa kimia (kadar air, abu, lemak dan protein) serta organoleptik (aroma, rasa dan tekstur). Data uji organoleptik (aroma, rasa, tekstur) dianalisis mengggunakan uji Friedman dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda. Sedangkan data kimia dianalisis dengan rancangan acak lengkap. Hasil uji Friedman menunjukkan perlakuan konsentrasi karagenan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa, aroma dan tekstur kamaboko, sedangkan perlakuan hanya berpengaruh terhadap kadar abu kamaboko. Tetapi kadar protein kamaboko surimi tetelan tuna tinggi di atas standar mutu kamaboko. Kata kunci: Karagenan; organoleptik; sifat-sifat kimia.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 24-35
Author(s):  
Andi Muhammad Irfan ◽  
Nunik Lestari ◽  
Arimansyah Arimansyah ◽  
A Ramli Rasyid

This study was aimed to determine the drying kinetics of chilies that have been pretreated with low temperature long time (LTLT) blanching. Drying chilies with LTLT blanching pretreatment at 60, 70, and 80 oC for 20 minutes was assigned as treatment in this research. Drying chillies with high temperature short time (HTST) blanching pretreatment, without blanching pretreatment in the dryer, and without blanching pretreatment in direct sunlight were also studied as the comparison. The results showed that chilies treated with blanching pretreatment, both LTLT and HTST, have a faster drying rate and achieve the target moisture content faster than chilies that were not blanched. The color of dried chilies that were dried in a dryer was also better than dried chilies that were dried in the sun. Of all the blanching treatments, chilies with LTLT blanching pretreatment at 80 oC for 20 minutes had the fastest drying rate, a drying time of 34 hours, and the attractive dried chilli color. The evaluation results also showed that the Page model was the most suitable model to describe the drying characteristics of chilies with LTLT pretreatment blanching, with R2 ranging from 0.9913-0.9935, X2 ranging from 0.0005-0.0009, and RSME ranging from 0.0221-0.0293. Keywords: Chili; blanching; color; drying; mathematical model   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinetika pengeringan cabai yang diberi perlakuan awal low temperature long time (LTLT) blanching atau blansing pada suhu rendah dalam waktu yang relatif lama. Perlakuan pada penelitian ini yaitu pengeringan cabai dengan blansing metode LTLT pada suhu 60o, 70o, dan 80oC selama 20 menit. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengeringan dengan perlakuan awal metode high temperature short time (HTST) blanching, pengeringan cabai tanpa perlakuan awal blansing di dalam alat pengering, serta pengeringan cabai tanpa perlakuan awal blansing di bawah sinar matahari secara langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cabai dengan perlakuan awal blansing, baik blansing metode LTLT maupun HTST, memiliki laju pengeringan yang lebih tinggi sehingga lebih cepat mencapai kadar air target dibandingkan dengan cabai tanpa perlakuan blansing. Warna cabai kering yang dihasilkan pada alat pengering juga lebih baik dari cabai kering yang dikeringkan langsung di bawah sinar matahari. Dari seluruh perlakuan yang melibatkan proses blansing, cabai dengan blansing metode LTLT pada suhu 80oC selama 20 menit merupakan perlakuan dengan laju pengeringan tercepat, dengan waktu pengeringan selama 34 jam, dan warna produk cabai kering yang menarik. Hasil evaluasi juga menunjukkan bahwa model Page adalah model yang paling sesuai untuk menggambarkan karakteristik pengeringan cabai dengan perlakuan awal blansing metode LTLT, dengan R2 berkisar antara 0.9913-0.9935, X2 berkisar antara 0.0005-0.0009, dan RSME berkisar antara 0.0221-0.0293. Kata kunci: Blansing; cabai; model matematika; pengeringan; warna


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 36-44
Author(s):  
Syahmidarni Al Islamiyah

The lontar sugar industry in Jeneponto Regency is one of the local industries managed by societies on a domestic scale. The complexity of the problems has slowed down the growth of the industry. Therefore, it is important to create a development strategy with the concept of agro-industry or resource-based industry. The purpose of this research was to analyze and strategize the concept. Data collected in this study was by survey, interview, questionnaire, and literature study. SWOT analysis (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats) was applied to develop strategies. The SWOT analysis results obtained a strategy (SO, ST, WO, WT), which consists of 16 alternative strategy formulations., Five strategic formulations were obtained based on the ranking from the highest score: increasing production capacity, entrepreneurship training, forming partnership businesses, forming collaborative business groups, and promoting palm sugar products as superior regional products. Keywords: Brown sugar; Jeneponto; lontar; resource-based industry; strategy   ABSTRAK Industri gula merah lontar di Kabupaten Jeneponto adalah salah satu industri lokal yang dikelola oleh masyarakat dengan skala rumah tangga. Kompleksnya masalah yang dihadapi menyebabkan lambatnya perkembangan industri ini. Oleh karena itu, penting untuk membuat strategi pengembangan dengan konsep agroindustri atau resource based industry. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menyusun strategi. Metode pengumpulan data dengan survey, wawancara, kusioner dan studi pustaka. Analisis data untuk menyusun strategi dengan analisis Strenght, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT). Hasil analisis SWOT diperoleh 16 formulasi alternatif strategi. Berdasarkan peringkatan diperoleh lima formulasi strategi berurut dari skor tertinggi yaitu menambah kapasitas produksi, pelatihan kewirausahaan, membentuk usaha kemitraan, membentuk kelompok usaha bersama, dan mempromosikan produk gula lontar sebagai produk unggulan daerah. Kata Kunci: Gula-merah; Jeneponto; lontar; resource based industry; strategi


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 45-55
Author(s):  
Nuri A Anugrahati ◽  
Jane Naomi

“Kue kembang goyang” is a popular Indonesian traditional food made from rice flour. Millet flour with an amylose content equal to rice flour can be substituted for rice flour in the “kue kembang goyang” formulation. The research aimed to determine the amylose content of 3 varieties of foxtail millet flour (Setaria italica (L.) P. Beauv.) and to determine the best formula of “kue kembang goyang” in several ratios of foxtail millet flour:rice flour-based on crunchiness and oil absorption. The research was divided into two phases. Phase I, involved determining the amylose content of the three varieties of foxtail millet flour (erecta, compacta, glabra) and stage II involved determining the physical characteristics of “kue kembang goyang” in the ratio of foxtail millet flour:rice flour (0: 100, 20:80, 40:60, 60:40, 80:20) and concentration of coconut milk (20%, 30%, 40%). The result of phase I showed that the highest amylose content was found in foxtail millet flour of erecta variety (37.91 ± 0.51%). The phase II result showed that the ratio of foxtail millet flour:rice flour affected the texture and absorption of oil of “kue kembang goyang”. The higher the ratio of foxtail millet flour, the lower the count peaks, toughness, oil absorption, but the higher fracturability of “kue kembang goyang”. Increasing the concentration of coconut milk can increase count peaks, toughness, fracturability, and an oil absorption of “kue kembang goyang”. The best formula of “kue kembang goyang” was obtained in the ratio of foxtail millet flour:rice flour 60:40 and 30 % of coconut milk-based on the highest crunchiness and oil absorption resembled the control. Keywords: Coconut milk; foxtail millet; “kue kembang goyang”; physical characteristics   ABSTRAK Kue kembang goyang merupakan kue tradisional Indonesia yang popular dan terbuat dari tepung beras. Tepung beras dalam formula kue kembang goyang dapat diganti tepung jewawut yang memiliki kadar amilosa menyamai tepung beras. Tujuan penelitian adalah menentukan kadar amilosa tiga varietas tepung jewawut (Setaria italica (L.) P. Beauv.) dan menentukan formula terbaik kue kembang goyang pada beberapa rasio tepung jewawut:tepung beras berdasarkan kerenyahan dan absorpsi minyak. Penelitian dibagi menjadi tahap I yaitu menentukan kadar amilosa ke-3 varietas jewawut (erecta, compacta, glabra) dan tahap II yaitu menentukan karakteristik fisik kue kembang goyang pada rasio tepung jewawut:tepung beras (0:100, 20:80, 40:60, 60:40, 80:20) dan konsentrasi santan (20, 30, 40%). Hasil penelitian tahap I menunjukkan kadar amilosa tertinggi pada tepung jewawut varietas erecta (37,91 ± 0,51%). Hasil penelitian tahap II menunjukkan rasio tepung jewawut:tepung beras berpengaruh terhadap tekstur dan absorpsi minyak kue kembang goyang. Semakin tinggi rasio tepung jewawut dapat menurunkan count peaks, toughness, absorpsi minyak, namun meningkatkan daya patah kue kembang goyang. Peningkatan konsentrasi santan dapat meningkatkan count peaks, toughness, daya patah, dan absorpsi minyak kue kembang goyang. Formula terbaik kue kembang goyang diperoleh pada rasio tepung jewawut:tepung beras 60:40 dan konsentrasi santan 30% berdasarkan kerenyahan tertinggi dan absorpsi minyak yang menyerupai kontrol. Kata kunci: Karakteristik fisik; kue kembang goyang; jewawut; santan


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 56-63
Author(s):  
Rachel Breemer ◽  
Syane Palijama ◽  
Julius Jambormias

“Gandaria” fruit is a seasonal fruit that is easy to prepare but cannot be kept fresh for a long time. Processing technology is important for creating a food product with a longer shelf life and being consumed outside of the season. Processing “gandaria” into syrup is one of the methods. The syrup has a thick and distinctive taste characteristic because it contains 55-65% sugar. This study aimed to determine what sugar concentration is best for producing good “gandaria” fruit syrup. A completely randomized experimental design with one factor, namely the concentration of sugar, i.e., 50%, 55%, 60%, 65%, and 70% repeated three times, was applied in this research. The results showed that sugar concentration treatment produced syrup with total sugar 59,36-65,97%, total acidity 13.48-17.35%. vitamin C 16.47-16.97%, and total soluble solid 39.27-46.43%. Organoleptic characteristics, namely color (rather yellow to yellow), aroma (slightly gandaria aroma), taste (slightly gandaria taste to gandaria taste), thickness (somewhat like to like), overall (somewhat like to like). The best sugar concentration in producing good gandaria syrup was 70%. Keywords: Gandaria; sugar concentration; syrup   ABSTRAK Buah gandaria merupakan buah musiman yang mudah dan tidak dapat dikonsumsi dalam bentuk segar dalam waktu yang lama. Penerapan teknologi pengolahan sangat penting untuk menghasilkan produk pangan olahan yang memiliki daya simpan yang lebih lama dan dapat dikonsumsi diluar musim salah satunya adalah mengolah gandaria menjadi sirup. Sirup memiliki karakteristik yang kental dan rasa yang khas karena mengandung gula 55-65%. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi gula yang tepat dalam menghasilkan sirup buah gandaria yang baik. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu konsentrasi gula 50%, 55%, 60%, 65% dan 70%, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi gula 55-70% menghasilkan total gula sebesar 59,36-65,97%, total asam sebsesar 17,35-13,48%, vitamin C sebesar 16,97-16,47%, dan total padatan terlarut sebesar 39,27-46,43%, dan karakteristik organoleptik warna (agak kuning-kuning), aroma (agak beraroma gandaria), rasa (agak berasa gandaria-berasa ngandaria), kekentalan (agak suka-suka), overall (agak suka-suka). Salah satu perlakuan konsentrasi terbaik adalah perlakuan konsentrasi gula 70%. Kata kunci: Gandaria; konsentrasi gula; sirup


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document