Jurnal Komunikasi
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

95
(FIVE YEARS 54)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Tarumanagara

2528-2727, 2085-1979

2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 314
Author(s):  
Riris Loisa ◽  
Diah Ayu Candraningrum ◽  
Lusia Savitri Setyo Utami ◽  
Lydia Irena

Tourism is one of Indonesia's leading sectors that has been seriously affected by the pandemic. This study aims to describe participatory culture in digital tourism marketing communication channels during the pandemic, through Instagram social media channels from micro-influencers, that focus on three priority tourism destinations that have been set by the government. By using the Participatory Media Culture Theory from Henry Jenkins, it is further studied how consumers and producers create cultural artifacts with commodity value. The research applied a netnographic method, the data were gathered and analyzed by the social media analysis application Analysis.io. The subject of research is the influencers and followers in 3 (three) Instagram accounts: @explorejogja, @indraseptianazhari, and @travelwithgerie, while the object of the research was the forms of participation as cultural artifacts in these accounts This study concludes that the participants build a participatory culture by the power of visual and narrative artifacts, as well as their spreadability. Further this research shows that (1) cultural artifacts in each account have their own characteristics, with similarities in the prosumer participation, where reposting becomes a cultural artifact that has its own power to form virtual relationships; (2) attractive visuals and informal guides in the form of narratives are also cultural artifacts that invite further involvement of participants, in the form of likes, comments, reposts, etc.; and (3) the presence of micro-influencers who are inherently intertwined with these accounts jointly contributing to the dissemination of content and their respective accounts, which in turn becomes a force for the spread of tourism marketing, especially during the pandemic. Pariwisata adalah salah satu sektor unggulan Indonesia yang terkena dampak serius dari pandemi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan budaya partisipatif dalam saluran komunikasi pemasaran pariwisata digital selama pandemi, melalui saluran media sosial Instagram dari mikro-influencer, yang berfokus pada tiga destinasi wisata prioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan menggunakan Teori Budaya Media Partisipatif dari Henry Jenkins, lebih lanjut dipelajari bagaimana konsumen dan produsen menciptakan artefak budaya dengan nilai komoditas. Penelitian ini menggunakan metode netnografi, data dikumpulkan dan dianalisis dengan aplikasi analisis media sosial Analysis.io. Subjek penelitian adalah influencer dan followers di 3 (tiga) akun Instagram: @explorejogja, @indraseptianazhari, dan @travelwithgerie, sedangkan objek penelitian adalah bentuk partisipasi sebagai artefak budaya dalam akun tersebut. Penelitian ini menyimpulkan budaya partisipatori dibangun dengan kekuatan artefak visual dan naratif, serta daya sebarnya. Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa (1) artefak budaya di setiap akun memiliki ciri khas tersendiri, dengan kesamaan berupa partisipasi prosumer, dimana reposting menjadi artefak budaya yang memiliki kekuatan untuk membentuk hubungan virtual; (2) visual yang menarik dan panduan informal berupa narasi juga merupakan artefak budaya yang mengundang keterlibatan peserta lebih lanjut, dalam bentuk ekspresi rasa suka, komentar, repost, dll; dan (3) kehadiran micro-influencer yang secara inheren terjalin dengan akun-akun tersebut secara bersama-sama berkontribusi dalam penyebaran konten dan akunnya masing-masing, yang pada akhirnya menjadi kekuatan bagi penyebaran pemasaran pariwisata, khususnya di masa pandemi.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 302
Author(s):  
Wulan Purnama Sari ◽  
Mei Ie Mei Ie ◽  
Hetty Karunia Tunjungsari

The fashion industry is included in the top three creative industry sectors in Indonesia. The development of the fashion industry is also supported by various parties and is also enlivened by the distinctive fashion of Indonesian traditional fabrics. Several traditional Indonesian fabrics, such as batik, lurik, Lombok songket have successfully penetrated the international market, so the opportunity to continue developing the fashion industry with traditional fabrics is still large. One of them is to use a typical Sumba woven cloth which is not gaining popularity with Sumba as a tourist destination. Therefore, this research was conducted with the aim of digging deeper into the factors that shape the brand awareness of Sumba woven fabrics. This research was conducted using a qualitative approach and phenomenological methods, with data collection using the Focus Group Discussion (FGD) technique. The results showed that the factors that formed brand awareness of Sumba woven fabrics were divided into two, namely internal and external factors. Internal factors are factors that come from the product itself, such as motif, price, color, age of fabric, quality, craftsmen. While external factors come from outside the product, including the power of word of mouth, organizing events (exhibitions), government involvement (regional and central), and showing the identity of the wearer. Industri fashion termasuk dalam tiga besar sektor industri kreatif di Indonesia. Perkembangan industri fashion ini juga didukung berbagai pihak, serta turut diramaikan dengan fashion khas kain tradisional Indonesia. Beberapa kain tradisional Indonesia, seperti batik, lurik, songket Lombok telah berhasil menembus pasar internasional, sehingga peluang untuk terus mengembangkan industri fashion dengan kain tradisional masih besar. Salah satunya adalah dengan menggunakan kain tenun khas Sumba yang kurang mendapatkan popularitas dengan Sumba sebagai destinasi wisata. Oleh karenanya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali lebih dalam mengenai faktor yang membentuk brand awareness kain tenun Sumba. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode fenomenologi, dengan pengumpulan data menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang membentuk brand awareness atas produk kain tenun Sumba dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari produk sendiri, seperti motif, harga, warna, usia kain, kualitas, pengarajin. Sedangkan faktor eskternal berasal dari luar produk, meliputi kekuatan dari word of mouth, penyelenggaraan event (pameran), keterlibatan pemerintah (daerah dan pusat), dan menunjukkan identitas pemakainya.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 271
Author(s):  
Chyntia Novy Girsang ◽  
Dorien Kartikawangi

Engagaement in social media plays a significant role in stakeholders management. This study aims to describe the corporate communication strategy in building engagement through two-way symmetrical communication on Instagram social media content, as well as the engagement formed therein. This research uses a constructivist paradigm, qualitative approach with case study on Sinar Mas’ Instagram. Primary data collection was done by in-depth interviews, while secondary data was obtained by observations on Sinar Mas’ Instagram. The results show that corporate strategy to build engagement is by desaining relevant content to everyday life, using creative visual desain tailored to target audience, put audience in an equal position, create simple messages and insert questions so that it can further encourage two-way communication. Researchers also found that in building engagement, company effectively implement symmetrical communication by building interaction, dialogue, reciprocal communication, and trying to always respond the incoming messages. In this case, engagement that is formed is at the intermediate level or at the level of individual analysis which concluded from interaction results and cognitive, affective and behavior engagement of followers on Instagram. Engagement melalui media sosial memainkan peran yang signifikan dalam pengelolaan pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi komunikasi perusahaan dalam membangun engagement melalui pola komunikasi simetris dua arah pada konten media sosial Instagram, serta engagement yang terbentuk. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, pendekatan kualitatif dengan studi kasus pada Instagram Sinar Mas. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari observasi terhadap Instagram Sinar Mas. Data dianalisis dengan menggunakan konsep komunikasi simetris dua arah dan tingkat keterlibatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi perusahaan untuk membangun engagement adalah dengan merancang konten yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, menggunakan visual desain kreatif yang disesuaikan dengan target khalayak, menempatkan khalayak dalam posisi yang setara, membuat pesan yang sederhana dan menyisipkan pertanyaan sehingga dapat lebih mendorong komunikasi dua arah. Peneliti juga menemukan bahwa dalam membangun engagement, perusahaan menerapkan komunikasi simetris dengan membangun interaksi, dialog, komunikasi timbal balik, serta berusaha untuk selalu merespon pesan yang masuk. Dalam hal ini, engagement yang terbentuk berada pada tingkat menengah, yaitu pada tingkat analisis individu berdasarkan interaksi dan keterlibatan secara kognitif, afektif dan perilaku dari pengikut  Instagramnya.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 251
Author(s):  
Andhika Kurniawan Pontoh

The hashtag (#) has an important role in gathering Internet users' support for opinion and value. Computational propaganda has an important role in hashtag activism. This study wants to examine the role of computational propaganda actors such as anonymous political accounts, fake accounts and bot in social media that is able to mobilize the public and also increase the impression of Twitter audiences. The trend of Twitter hashtag activism #BebaskanIBHRS and #NegaraDamaiTanpaFPI began with the arrest of the chairman of the Islamic Defenders Front (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS); the two trending hashtags massively influenced public opinion on Twitter on December 13-14 2020. This study uses a sample of 1000 tweets or conversations on each hashtags and uses Social Network Analysis (SNA) with the Netlytic tool which is able to provide quantitative values of communication networks, through the social network structure of #BebaskaniBHRS and #NegaraDamaiTanpaFPI. This study reveals how the network structure and what factors are carried out by anonymous political actors in carrying out computational propaganda. The results of this study reveal the hashtags activism #BebaskaniBHRS is much more capable of mobilizing the public and is able to generate greater impressions than #NegaraDamaiTanpaFPI. This is because #BebaskaniBHRS has a computational propaganda message in the form of a loaded language with a clear frame and the choice of words directly invites the Twitter public to get involved through a retweet another finding in this research shows computational propaganda movement in hashtag activism was carried out by large groups consisting of anonymous accounts and bot accounts on other side online media coverage about the trending of these hashtag's activism was also able to increasing public attention. Tagar (#) memiliki peran penting dalam mengumpulkan dukungan pengguna Internet terhadap suatu opini dan nilai. Komputasi propaganda memiliki peran penting dalam aktivisme tagar. Penelitian ini ingin mengkaji peran aktor komputasi propaganda seperti akun anonim politik, akun palsu dan bot di media sosial yang mampu memobilisasi publik dan juga meningkatkan kesan khalayak Twitter. Tren aktivisme tagar Twitter #BebaskanIBHRS dan #NegaraDamaiTanpaFPI dimulai dengan penangkapan ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS); kedua tagar yang sedang trending tersebut secara masif memengaruhi opini publik di Twitter pada 13-14 Desember 2020. Penelitian ini menggunakan sampel 1000 tweet atau percakapan pada masing-masing tagar serta menggunakan Social Network Analysis (SNA) dengan alat Netlytic yang mampu memberikan nilai kuantitatif jaringan komunikasi. Melalui struktur jejaring sosial #BebaskaniBHRS dan #NegaraDamaiTanpaFPI, kajian ini mengungkap seperti apa struktur jaringan komunikasi dan hal apa saja yang dilakukan oleh aktor politik anonim dalam melakukan komputasi propaganda. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa aktivisme tagar #BebaskaniBHRS jauh lebih mampu memobilisasi publik dan mampu menghasilkan impresi yang lebih besar dibandingkan #NegaraDamaiTanpaFPI. Hal ini dikarenakan #BebaskaniBHRS memiliki pesan komputasi propaganda dalam bentuk bahasa yang sarat dengan bingkai yang jelas dan pilihan kata secara langsung mengajak publik Twitter untuk terlibat melalui retweet.Temuan lain dalam penelitian ini menunjukkan gerakan komputasi propaganda dalam aktivisme  tagar dilakukan oleh kelompok besar yang terdiri dari akun anonim dan akun bot di sisi lain liputan media daring tentang tren aktivisme tagar ini juga mampu meningkatkan atensi publik.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 233
Author(s):  
Nilam - Wardasari ◽  
Yun Fitrahyati Laturrakhmi ◽  
Azizun Kurnia Illahi

Even though some measures to reduce the incidence rate of child marriage have being undertaken for years, the implementation of the marriage act, Undang-undang No.16/2019, has been strengthening the implementation of Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), a national program to reduce the incidence rate of child marriage in Indonesia. Under these circumstances, communication holds an essential role in that program, mainly to reach behavioral and social changes among community as the main target of the program. A number of previous research still focused on the role of communicators and the communication effectiveness of the program. Through narrative paradigm framework, the present study is conducted to explore story-telling strategies performed by extension agents in Kabupaten Pasuruan, a distric where the incidence rate of child marriage is relatively high. Data gathered through FGDs and indepth interviews which involved extension agents of Program PUP in Kabupaten Pasuruan, local authority that concerns in family welfare and women empowerment, and Muslimat NU – those directly involved in the communication and education process towards PUP Program. Through interactive analysis presented by Miles, Huberman & Saldana (2014), this study revealed that within their strory-telling strategies, the extension agents as a story-teller tends to performed themselves in a more symmetrical relationship with their audiences. In order to involve their audiences to their stories, the extension agents employed Islamic based stories. From the structural narration, it is clear that they use humor and mitos to convince their audiences to avoid child marriage. The stories used also performed both structural and characterological coherence. However, in some stories, there are still lack of material coherence.  Meskipun penanganan masalah pernikahan usia anak telah sejak lama dilakukan, berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan semakin memperkuat pelaksanaan Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) sebagai langkah konkret penanganan tingginya pernikahan usia anak di Indonesia. Komunikasi pada akhirnya turut memegang peranan kunci dalam proses pelaksanaan program khususnya untuk mencapai perubahan dalam level masyarakat sasaran. Berkaitan dengan PUP, berbagai riset terdahulu masih banyak berfokus pada peran komunikator serta efektivitas proses pengomunikasian program. Melalui kerangka narrative paradigm, penelitian ini hadir dengan tujuan mengeksplorasi strategi komunikasi berbasis storry-telling yang telah dilakukan oleh para penyuluh lapangan di wilayah Kabupaten Pasuruan, wilayah dengan jumlah pernikahan usia anak yang cukup tinggi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui FGD dan wawancara dengan melibatkan para penyuluh lapangan Program PUP di Kabupaten Pasuruan, dinas terkait, serta Muslimat NU yang terlibat langsung dalam proses edukasi terkait PUP. Melalui analisis interaktif Miles et al (Miles, M.B; Hubberman, A.M,; Saldana, 2014), disimpulkan bahwa melalui strategi story-telling yang digunakan, para penyuluh selaku pencerita berusaha memposisikan dirinya dengan membawakan cerita yang didasarkan pada penggunaan kisah-kisah dalam sejarah Islam untuk melibatkan target audiens di dalam cerita mereka. Dari struktur narasi yang digunakan, secara umum cerita yang disampaikan melibatkan humor dan mitos dan telah dapat memenuhi koherensi struktural dan karakterologis. Akan tetapi, terdapat beberapa cerita yang belum menunjukkan koherensi material.  


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 287
Author(s):  
Agustinus Purna Irawan ◽  
Indra Widjaja

One of the important things in university management is the selection process for new students. Management of new student admissions needs to be planned, communicated, and implemented properly to obtain new students who meet the quantity and quality targets. The selection process for new students must follow the rules contained in Permendikbud No. 3 of 2020 concerning National Standards for Higher Education in Indonesia. This study aims to develop a model for evaluating the new student selection portal that has been developed at Tarumanagara University under the name Go Untar, where the implementation refers to Permendikbud No. 3 of 2020. Go Untar has been used as a communication portal and selection of prospective new students since 2020. The method used in this study refers to the TAM (Technology Acceptance Model) model developed by Davis, 1985 and combined with the Unified Theory of Acceptance and Use of Technology model (UTAUT) by Venkatesh et.al., 2003, to obtain a combination model to evaluate Go Untar. The results shows that the TAM API 2021 model, which was developed from the modification of the two TAM models above, can be used to analyze the effectiveness and convenience of Go Untar in the selection process for new students at Tarumanagara University. The results of the model application to evaluate Go Untar application show that Go Untar application is useful for registering new students quickly and effectively, as well as able to see accurate selection results. Go Untar is easily accessible and can be used properly as a medium of communication and selection of new students, starting from account creation, data entry process, selection, and real time selection results. Go Untar is effective in facilitating digital communication between prospective new students and administrators. The results of this study will be a reference in further development. Salah satu hal penting dalam pengelolaan perguruan tinggi adalah proses penerimaan mahasiswa baru. Pengelolaan penerimaan mahasiswa baru perlu direncanakan, dikomunikasikan dan dilaksanakan dengan baik, sehingga memperoleh mahasiswa baru yang memenuhi target kuantitas dan kualitas. Proses seleksi mahasiswa baru harus mengikuti aturan yang ada dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model untuk mengevaluasi portal seleksi mahasiswa baru yang telah dikembangkan di Universitas Tarumanagara dengan nama Go Untar, dimana implementasinya merujuk pada Permendikbud No. 3 Tahun 2020. Go Untar telah digunakan sebagai portal komunikasi dan seleksi calon mahasiswa baru sejak tahun 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada Model TAM (Technology Acceptance Model) yang dikembangkan oleh Davis, 1985 dan dikombainasikan dengan model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) oleh Venkatesh et.al., 2003, sehingga diperoleh model kombinasi untuk mengevaluasi Go Untar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Model TAM API 2021 yang dikembangkan dari modifikasi dua model TAM di atas, dapat digunakan untuk menganalisis keefektifan dan kemudahana Go Untar dalam proses seleksi mahasiswa baru di Universitas Tarumanagara. Hasil aplikasi model yang telah dikembangkan untuk mengevaluasi aplikasi Go Untar menunjukan bahwa aplikasi Go Untar yang telah dikembangkan bermanfaat untuk melakukan registrasi dengan cepat, efektif, dan dapat melihat hasil yang akurat. Go Untar mudah diakses dan dapat digunakan dengan baik sebagai media komunikasi dan seleksi mahasiswa baru, mulai dari pembuatan akun, proses pengisian data, seleksi dan hasil seleksi yang real time. Hal ini sangat bermanfaat bagi calon mahasiswa baru dan admin untuk berkomunikasi secara digital. Hasil penelitian ini akan menjadi referensi dalam pengembangan selanjutnya.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 215
Author(s):  
Rizki Briandana ◽  
Rustono Farady Marta ◽  
Azman Azwan Azmawati

This study aims to analyze the interpretation of Indonesian people in Sebatik Island towards Malaysian television programs. The Sebatik community is a marginalized community who does not have access to Indonesian television broadcasts. To get Indonesian television broadcasts, they have to buy satellite dishes which the majority of the people of Sebatik Island cannot afford. But on the other hand there is a leak of Malaysian television broadcasts in the Sebatik Island area. In this case, they rely on Malaysian television broadcasts which are very accessible at all times. This situation continued for many years and Malaysian television broadcasts became the main source of communication media. This study uses the theory of Interpretive Communities, Stanley Fish. The methodology used in this study is reception analysis through focus group discussions, and observation as a data collection technique. Focus Group Discussion was conducted on the people of Sebatik Island who met the criteria in the study. The results showed that Malaysian television broadcasts were used as the main television broadcast of the Sebatik community in their daily lives. Malaysian television which contains the values and meanings of the Malaysian state is interpreted by the Indonesian people on the border of Sebatik Island. The interpretation results show that life in Malaysia is an ideal and perfect life for the people of Sebatik Island. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interpretasi masyarakat Indonesia di Pulau Sebatik terhadap program televisi Malaysia. Masyarakat Sebatik adalah masyarakat terpinggir yang tidak memiliki akses siaran televisi Indonesia. Untuk mendapatkan siaran televisi Indonesia, mereka harus membeli parabola yang harganya tidak mampu dibayar oleh mayoritas masyarakat Pulau Sebatik. Namun disisi lain terdapat kebocoran siaran televisi Malaysia di kawasan Pulau Sebatik. Dalam hal ini, mereka mengandalkan siaran televisi Malaysia yang sangat mudah diakses setiap saat. Situasi ini berlangsung selama bertahun-tahun dan siaran televisi Malaysia menjadi sumber utama media komunikasi. Penelitian ini menggunakan teori Interpretive Communities, Stanley Fish. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis resepsi melalui focus group discussion, dan observasi sebagai teknik pengumpulan data. Focus Group Discussion dilakukan terhadap masyarakat Pulau Sebatik yang memenuhi kriteria dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siaran televisi Malaysia digunakan sebagai siaran televisi utama komunitas Sebatik dalam kesehariannya. Televisi Malaysia yang bermuatan nilai dan makna negara Malaysia di interpretasi oleh masyarakat Indonesia di perbatasan Pulau Sebatik. Hasil interpretasi menunjukan, kehidupan yang ada di Malaysia merupakan kehidupan yang ideal dan sempurna bagi masyarakat Pulau Sebatik.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 184
Author(s):  
Eric Fernardo

This study examines the health campaign of Covid-19 using the extended parallel process model (EPPM) theory. The objective and gap that was successfully filled by this research are to examine the effect of the poster with high threat and high efficacy to obedience to implement Covid-19 health protocol in Indonesia context. In contrast, obedience is divided into aspects of attitude and second aspects of behaviour according to Blass's concept of obedience. This study uses a quantitative approach with an experimental method by grouping respondents into two groups. The first is the treatment group that received a poster. The second is a control group that did not receive any posters. The total number of respondents of this research was 95, representing proportionally by categories of sex and categories of age. This research has met the scientific principles required. This study found that poster with high threat and high efficacy has a significant effect of improving the attitude aspects of obedience to implement Covid-19 health protocol because when respondents saw a poster with high threat and high efficacy, respondents felt that the threat posed by covid-19 was so high that could turn into death, another reason is a poster with high threat, and high efficacy evokes the memory of respondents to remember their relatives, close person or family who have been confirmed positive with Covid-19 virus. This study also found that poster with high threat and high efficacy does not affect behavioural aspects. This means that posters with high threat and high efficacy proved to make changes with the attitude aspects to improve people obedience to implement Covid-19 health protocol but, it has not been proven to change the behavioural aspects.Riset ini meneliti kampanye kesehatan Covid-19 menggunakan pisau analisa teori extended parallel process model (EPPM). Tujuan dan celah yang berhasil diisi dari penelitian ini dibandingkan penelitian terdahulu adalah menguji pengaruh pemberian poster ancaman tinggi dan efikasi tinggi terhadap kepatuhan protokol kesehatan Covid-19 dalam konteks Indonesia, adapun kepatuhan dibagi ke dalam dua aspek yakni aspek sikap dan aspek perilaku sesuai konsep kepatuhan Blass. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yakni metode eksperimen dengan membagi responden ke dalam dua kelompok yang pertama adalah kelompok perlakuan/treatment yang mendapat poster dan kedua adalah kelompok kontrol yang tidak mendapat poster, jumlah responden sebanyak 95 yang mewakili masing-masing kategori jenis kelamin dan kategori usia secara proporsional. Riset ini telah dilaksanakan mengacu pada kaidah-kaidah ilmiah. Hasil penelitian menemukan bahwa pemberian poster ancaman tinggi dan efikasi tinggi berpengaruh signifikan meningkatkan aspek sikap kepatuhan protokol kesehatan Covid-19 karena saat melihat poster ancaman tinggi dan efikasi tinggi responden merasa ancaman yang ditimbulkan oleh Covid-19 amat besar hingga dapat menimbulkan kematian, alasan lain yakni poster ancaman tinggi dan efikasi tinggi membangkitkan memori responden yang teringat orang dekat, kerabat maupun keluarga yang pernah terkonfirmasi positif virus Covid-19. Penelitian ini juga menemukan bahwa poster ancaman tinggi dan efikasi tinggi tidak berpengaruh terhadap aspek perilaku. Artinya pemberian poster ancaman tinggi dan efikasi tinggi terbukti mengubah aspek sikap untuk lebih mematuhi protokol kesehatan Covid-19 tetapi, tidak terbukti mengubah aspek perilaku.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 163
Author(s):  
Afifatur Rohimah ◽  
Rahma Sugihartati ◽  
Santi Isnaini ◽  
Lukman Hakim

The rapid development of the digital age has led humans to adapt new habits in communication. Communication activities are even very easy to do through digital platforms such as Instagram social media. Virtual communication activities conducted through halal culinary content are considered capable of creating information exchange. It is this exchange of information that makes participation happen virtually. Participation can not be considered as an activity without meaning, but when participation is done repeatedly, then the participation activity becomes a form of culture that has a certain meaning and interest. This research reveals virtual communication conducted by Muslim Instagram users who are actively producing kulier (Muslim foodgram) content through halal culinary content. The virtual ethnographic method was used by researchers to examine Henry Jenkins' theory of participation culture combined with smith's concept of researcher meaning. Based on the results of the study conducted for approximately eight months, researchers obtained data that virtual communication activities conducted by Muslim foodgrams are divided into several forms of participation such as affiliation, expression, collaboration, and circulation. not only a form of participation, researchers found that participation activities carried out by Muslim foodgrams through virtual communication occur continuously to form a culture. Participation culture formed from virtual communication activities include participation based on appreciation, participation based on existence, participation based on pleasure. The establishment of a culture of participation in virtual communication turns out to contain several meanings such as reputational interests, self-image, awards, hobbies, to careers.Perkembangan era digital yang semakin pesat telah membawa manusia pada adaptasi kebiasaan baru dalam berkomunikasi. Aktifitas komunikasi bahkan dengan sangat mudah dilakukan melalui platfoam digital seperti media sosial Instagram. Aktifitas komunikasi virtual yang dilakukan melalui konten kuliner halal dianggap mampu menciptakan pertukaran informasi. Pertukaran informasi inilah yang membuat adanya partisipasi terjadi secara virtual. Partisipasi tidak bisa dianggap sebagai aktifitas tanpa makna, tapi ketika partisipasi dilakukan berulang kali, maka aktifitas partisipasi menjadi bentuk budaya yang memiliki makna dan kepentingan tertentu. Penelitian ini mengungkap komunikasi virtual yang dilakukan oleh para pengguna Instagram muslim yang aktif memproduksi konten kulier (foodgram muslim) melalui sebuah konten kuliner halal. Metode etnografi virtual digunakan peneliti untuk mengkaji teori budaya partisipasi Henry Jenkins yang dikombinasikan dengan konsep makna peneliti dari Smith. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama kurang lebih delapan bulan, peneliti mendapatkan data bahwa aktifitas komunikasi virtual yang dilakukan oleh foodgram muslim terbagi menjadi beberapa bentuk partisipasi seperti affiliation, expression, collaboration, dan circulation. tidak hanya bentuk partisipasi, peneliti menemukan bahwa aktifitas partisipasi yang dilakukan oleh foodgram muslim melalui komunikasi virtual terjadi terus-menerus hingga membentuk budaya. Budaya partisipasi yang terbentuk dari aktifitas komunikasi virtual meliputi participation based on appreciation, participation based on existence, participation based on pleasure. Terbentuknya budaya partisipasi dalam komunikasi virtual ternyata mengandung beberapa makna seperti kepentingan reputasi, citra diri, penghargaan, hobi, hingga karir.


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 200
Author(s):  
Yudha Pradhana

Basically, humans are social creatures that can’t live without interference from other humans, or it can be said that humans have the instinct to live in groups or communities. Groups or communities are formed because of shared goals and the existence of group communication between members in them. Along with advancement in technology, especially in the digital era at this time, groups or communities are not only intertwined in the real world but also in cyberspace or virtual. Virtual communities use social media to carry out group communication in it. This study aims to determine the use of virtual communities as communication media for Pokemon Go game groups in Jakarta, namely Jakarta Pogo Raiders (JPR) through social media Instagram and WhatsApp. This research uses a qualitative approach, researcher use the literature review and in-depth interviews methods with informants including initiators and members of the JPR community. The results of the study indicate that the group communication media used such as Instagram and WhatsApp groups are very effectives in delivering information between community members. The message construction conveyed through social media is understood and understood by all members of the JPR community. The success of JPR in utilizing social media as a media for group communication is marked by the comfort felt by members to remain and join the JPR community. Consciously and voluntarily they join the JPR community by taking benefits that they have gained while in that community. Another success is marked by the increasing number of community members who have joined JPR to date. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya campur tangan dari manusia lainnya, atau bisa dikatakan manusia memiliki naluri untuk hidup berkelompok atau berkomunitas. Kelompok atau komunitas terbentuk karena adanya kesamaan tujuan dan adanya komunikasi kelompok antar anggota di dalamnya. Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi khususnya di era digital pada saat ini, kelompok atau komunitas tidak hanya terjalin di dunia nyata saja tetapi juga di dunia maya atau virtual. Komunitas virtual menggunakan media sosial untuk melakukan komunikasi kelompok di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan komunitas virtual sebagai media komunikasi kelompok game Pokemon Go yang berada di Jakarta, yaitu Jakarta Pogo Raiders (JPR) melalui media sosial Instagram dan Whatsapp. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti menggunakan metode tinjauan pustaka dan wawancara mendalam dengan informan di antaranya penggagas dan anggota komunitas JPR. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa media komunikasi kelompok yang digunakan seperti Instagram dan grup Whatsapp sangat efektif dalam penyampaian informasi antar anggota komunitas. Kontruksi pesan yang disampaikan melalui media sosial tersebut dimengerti dan dipahami oleh seluruh anggota komunitas JPR. Keberhasilan JPR dalam memanfaatkan media sosial sebagai media komunikasi kelompok ditandai dengan kenyamanan yang dirasakan anggota untuk tetap berada dan tergabung di dalam komunitas JPR. Secara sadar dan sukarela mereka bergabung dengan komunitas JPR dengan memperhitungkan keuntungan yang telah didapatkan selama berada di dalam komunitas tersebut. Keberhasilan lainnya ditandai dengan semakin banyaknya jumlah anggota komunitas yang bergabung dengan JPR hingga saat ini.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document