Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

51
(FIVE YEARS 21)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

2354-8797, 1979-892x

2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 1-24
Author(s):  
Resky Nanda Pranaka ◽  
Fathul Yusro ◽  
Indah Budiastutik

ABSTRACT Medicinal plant was used to solve the health problems by community both for prevention and medication. The medicinal plants utilization has a pivotal role on the sustainability and biodiversity of plants. Sambas Regency of West Kalimantan is dominated mostly by Malay ethnicity. They have different perspective in medicinal plants utilization, using a system of religion and belief that is continuously handed down from generation to generation. The study aims to analyze the patterns of medicinal plants utilization, plant use values, the degree of community approval, the most important plant species and to analyze the influence of socio-economic factors in the utilization of traditional medicinal plants, especially the Malay ethnic community in Sambas Regency. The study was conducted in Teluk Keramat Subdistrict (Sungai Serabek village, Sungai Baru village) and Tekarang (Sempadian village) where 80% of the population knew the use of medicinal plants. The data was collected by interview and observation to the head of the family or housewife with a purposive sampling technique. The data was analyzed using botany indexes i.e. Use Value (UV), Informant Consensus Factor (ICF), Fidelity Level (FL), and socio-economic factors using Chi Square test. The highest ICF value of 233 species for 103 groups of diseases, namely smallpox (1), promoting the brain (1), ear pain (1), and appendicitis (1). The highest value of FL are 81 species. The  highest values of UV ​​is sirih (0,4926), follow by kunyit (0,3312), sirsak (0,3185), bawang merah (0,2994), kalimao (0,2972), jahe merah (0,2314), kumis kucing (0,1996), saudagar (0,1911), jambu biji putih (0,1614), mengkudu (0,1486), pegagan (0,1338), kencur (0,1253), cocor bebek (0,1253), cengkodok (0,1168), and sirih merah (0,1040). The socio-economic factors that influence the utilization of traditional medicinal plants are gender, age, and religion. Keywords: Sambas regency, melayu ethnic, medicinal plants ABSTRAK Pemanfaatan tanaman obat merupakan salah satu solusi masalah kesehatan dimasyarakat baik untuk pencegahan maupun pengobatan. Penggunaan tanaman obat berdampak besar terhadap kelestarian dan keanekaragaman hayati tumbuhan. Kabupaten Sambas merupakan wilayah di Kalimantan Barat yang sebagian besar masyarakatnya ber-etnis (Suku) Melayu. Mereka memanfaatkan tumbuhan obat dengan cara pandang yang berbeda yakni menggunakan sistem religi dan keyakinan yang terus-menerus dan turun-temurun.. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pemanfaatan tumbuhan obat, nilai guna tumbuhan, derajat persetujuan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan obat, dan jenis tumbuhan yang paling penting serta menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan tanaman obat tradisional khususnya masyarakat suku melayu Kabupaten Sambas. Penelitian dilakukan pada Kecamatan Teluk Keramat (desa Sungai Serabek, desa Sungai Baru) dan Kecamatan Tekarang (desa Sempadian) yang secara  persentase 80% mengetahui penggunaan tumbuhan obat. Proses pengambilan sampel adalah melalui wawancara dan observasi dengan informan Kepala Keluarga atau Ibu Rumah Tangga menggunakan teknik purposive sampling. Data dianalisis menggunakan beberapa indeks seperti  Use Value, Informant Consensus Factor, dan Fidelity Level, sedangkan sosial ekonomi faktor dianalisis menggunakan Chi Square test. Nilai ICF tertinggi dari 233 spesies untuk 103 kelompok penyakit yakni cacar, keremut (1), mencerdaskan otak (1), sakit telinga (1), dan usus buntu (1). Nilai FL tertinggi (100%) sebanyak 81 spesies. Nilai UV tertinggi adalah sirih (0,4926), diikuti oleh kunyit (0,3312), sirsak (0,3185), bawang merah (0,2994), kalimao (0,2972),  jahe merah (0,2314), kumis kucing (0,1996), saudagar (0,1911), jambu biji putih (0,1614), mengkudu (0,1486), pegagan (0,1338), kencur (0,1253), cocor bebek (0,1253), cengkodok (0,1168), dan sirih merah (0,1040). Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh dalam pemanfaatan tanaman obat tradisional adalah jenis kelamin, umur, dan agama.


2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 32-41
Author(s):  
Lusi Putri Dwita ◽  
Vera Ladeska ◽  
Aisyah Ramadhani ◽  
Dwi Rahma Augusta ◽  
Retno Tri Saufia

ABSTRACT Remek daging (Hemigraphis colorata W.Bull) have been studied and used traditionally for wound healing. This study aimed to determine the effect of topical application of remek daging leaves ethanolic extract 70% on the burn wound. The animals used for this study were 30 rats, divided into five groups, namely 20, 10, 5%  remek daging extract ointment, negative control (vaseline flavum), and positive control (silver sulfadiazine 1%). Histology observations were held on days 3, 7, and 14 after burn wound induction. Histological observations showed an increase number of macrophages, fibroblasts, collagen density, and re-epithelialization in the extract ointment group significantly compare to the negative control (p <0.05). The application of ointment extract 20% to the rats showed comparable results to silver sulfadiazine 1% (p> 0.05). It can be concluded that remek daging ointment extract can accelerate the healing of burn wounds with the best results at a concentration of 20%. Keywords: Hemigraphis colorata, burns, macrophages, fibroblasts, collagen.  ABSTRAK Remek daging (Hemigraphis colorata W.Bull) telah diteliti dan digunakan untuk penyembuhan luka secara tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol 70% daun remek daging secara topikal pada luka bakar tikus putih. Hewan yang digunakan adalah 30 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok salep ekstrak daun remek daging 20, 10, 5% (%b/b), kontrol negatif (vaselin flavum) dan kontrol positif (silver sulfadiazine 1% (%b/b)). Pengamatan secara histologi dilakukan pada hari ke 3, 7 dan 14 setelah induksi luka bakar. Pengamatan histologi menunjukkan peningkatan jumlah makrofag, jumlah fibroblas, kepadatan kolagen dan ketebalan re-epitelisasi pada kelompok salep ekstrak daun remek daging secara signifikan dibandingkan kontrol negatif (p<0,05). Tikus yang diberikan perlakuan salep ekstrak 20% menunjukkan hasil sebanding dengan silver sulfadiazin 1% (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa salep ekstrak daun remek daging dapat mempercepat penyembuhan luka bakar dengan hasil terbaik pada konsentrasi 20%. Kata kunci: Hemigraphis colorata, luka bakar, makrofag, fibroblas, kolagen.  


2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 50-60
Author(s):  
Rahmad Syukur Siregar ◽  
Rika Ampuh Hadiguna ◽  
Insannul Kamil ◽  
Novizar Nazir ◽  
Nofialdi Nofialdi

ABSTRACT Medicinal plants are plants that can be used as raw materials for traditional medicine, which if it consumed will increase immunity. Indonesian medicinal plants have a high contribution to world drug production. North Sumatra is one of the provinces producing a variety of traditional medicinal plants. There are 63.10% of Indonesian people choose self-medication and there are 21.41% of them take traditional medicine and 3.96% do other treatments. In less than 6 years from 2000 to 2006 there was an increase of the traditional medicine utilization reach of 23.10%.  This fact shows that traditional medicinal plants have a strong potential in improving the economy of North Sumatra Province. This study aims to determine (1) the development of traditional medicinal plant production, (2) the form of consumption of traditional medicinal plants, (3) the trade of traditional medicinal plants in North Sumatra, (4) the relationship between the exchange rate and the amount of exports of traditional medicinal plants. The research was carried out by literature study and quantitative approach study. The population and sample study was the people who use medicinal plant and traditional medicine in the province of Sumatra. The study also used secondary data from various sources about the use of traditional medicinal plants. The results of the study revealed that (1) Production of traditional medicinal plants (ginger, galangal, kencur, turmeric, lempuyang, temulawak, temuireng, temulawak, temukunci, cucumber, cardamom, Noni, crown of the gods, kejibeling, bitter and aloe vera) in North Sumatra Province from 2013-2017 were very fluctuatif (2) Consumption of traditional medicinal plants in the North Sumatra province from 2013-2017 has increased and the consumption was vary as follows of: traditional medicine ingredients and as raw material for the pharmaceutical industry, industry of traditional medicinal plants and microbusiness of medicinal plants traditional, (3) trade in traditional medicinal plants in the province of North Sumatra carried out between districts, provinces and international (export) (4) There is no relationship between international trade in medicinal plants with the exchange rate of the rupiah. Keywords: traditional medicinal plants, trade, consumption, exchange rates, exports ABSTRAK Tanaman obat merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional, yang bila dikonsumsi akan meningkatkan kekebalan tubuh. Tanaman obat Indonesia memiliki kontribusi yang tinggi terhadap produksi obat dunia. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil aneka ragam tanaman obat tradisional. Data menyebutkan bahwa 63,10% masyarakat Indonesia memilih pengobatan sendiri, sebanyak 21,41% melakukan pengobatan tradisional dan 3,96% melakukan pengobatan lain. Dalam kurun waktu 6 tahun dari tahun 2000 sampai 2006 terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional sebanyak 23,10%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tanaman obat tradisional memiliki potensi yang kuat dalam meningkatkan perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perkembangan produksi tanaman obat tradisional, (2) bentuk konsumsi tanaman obat tradisional, (3) perdagangan tanaman obat tradisional di Sumatera Utara dan (4) hubungan antara nilai kurs dengan jumlah ekspor tanaman obat tradisional. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan kuantitatif.  Populasi dan sampel penelitian merupakan masyarakat yang melakukan pengobatan secara tradisional di berbagai kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan juga menggunakan data sekunder dari berbagai sumber terkait penggunaan tanaman obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Produksi tanaman obat tradisional (jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temulawak, temukunci, dringgo, kapulaga, mengkudu, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto dan lidah buaya) di Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuasi dari tahun 2013-2017 (2) Konsumsi tanaman obat tradisional di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun 2013-2017 dan konsumsi dilakukan dalam bentuk ramuan oleh masyarakat serta dijadikan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, industri tanaman obat tradisional dan usaha mikro tanaman obat tradisional, (3) perdagangan tanaman obat tradisional di provinsi Sumatera Utara dilakukan antar kabupaten, provinsi dan internasional (ekspor) (4) Tidak ada hubungan antara perdagangan tanaman obat secara internasional dengan nilai kurs rupiah. Kata kunci: tanaman obat tradisional, perdagangan, konsumsi, kurs, ekspor    


2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 42-49
Author(s):  
Gusfita Trisna Ayu Putri ◽  
Elly Nurus Sakinah

ABSTRACT The data showed that 63.10% of Indonesian people choose self-medication, and 21.41% of them take traditional medicine and only 3.96% of them take an other treatments. North Sumatra is one of the province which have a variety of medicinal plants. In the year of 2000 until 2006 there was an increasing of the traditional medicine utilization that reach of 23.10%.  This fact showed that traditional medicinal plants have a pivotal role in improving the economy of North Sumatra Province. This study aims to determine: (1) the development of traditional medicinal plant production, (2) the form of consumption of traditional medicinal plants, (3) the trade of traditional medicinal plants in North Sumatra, (4) the relationship between the exchange rate and the amount of exports of traditional medicinal plants. The research was carried out by literature study and quantitative approach study. The population and sample study was the people who use medicinal plant and traditional medicine in the North Sumatera Province. The study also used secondary data from various sources related to the use of traditional medicinal plants. The results of the study revealed that (1) Production of traditional medicinal plants (jahe, laos, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temulawak, temukunci, cucumber, kapulaga, mengkudu, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto and lidah buaya) in North Sumatra Province from 2013-2017 were very fluctuatif (2) Consumption of traditional medicinal plants in the North Sumatra province from 2013-2017 has increased to meet the demand of the pharmaceutical industry, traditional medicine industry and microbusiness of traditional medicine, (3) traditional medicinal plants trading in North Sumatra Province carried out between districts, provinces and international (export) (4) there is no relationship between international trade in medicinal plants with the exchange rate of the rupiah. Keywords: traditional medicinal plants, trade, consumption, exchange rates, exports  ABSTRAK  Data menyebutkan bahwa 63,10% masyarakat Indonesia memilih pengobatan sendiri, dimana 21,41% diantaranya melakukan pengobatan tradisional dan 3,96% melakukan pengobatan lain. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil aneka ragam tanaman obat tradisional. Dalam kurun waktu 6 tahun dari tahun 2000 sampai 2006, terjadi peningkatan penggunaan obat tradisional sebanyak 23,10 %.  Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tanaman obat tradisional memiliki potensi yang kuat dalam meningkatkan perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perkembangan produksi tanaman obat tradisional, (2) bentuk konsumsi tanaman obat tradisional, (3) perdagangan tanaman obat tradisional di Sumatera Utara dan (4) hubungan antara nilai kurs dengan jumlah ekspor tanaman obat tradisional. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan analisis kuantitatif.  Populasi dan sampel penelitian merupakan masyarakat yang melakukan pengobatan secara tradisional di berbagai kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan juga menggunakan data sekunder dari berbagai sumber terkait penggunaan tanaman obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Produksi tanaman obat tradisional (jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temulawak, temukunci, dringgo, kapulaga, mengkudu, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto dan lidah buaya) di Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuasi dari tahun 2013-2017 (2) Konsumsi tanaman obat tradisional di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun 2013-2017 dan konsumsi dilakukan dalam bentuk ramuan oleh masyarakat serta dijadikan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, industri tanaman obat tradisional dan usaha mikro tanaman obat tradisional, (3) perdagangan tanaman obat tradisional di provinsi Sumatera Utara dilakukan antar kabupaten, provinsi sampai level internasional (ekspor) (4) tidak ada hubungan antara perdagangan tanaman obat secara internasional dengan nilai kurs rupiah.  Kata kunci: tanaman obat tradisional, perdagangan, konsumsi, kurs, ekspor  


2020 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 25-31
Author(s):  
Ari Nurwijayanto ◽  
Mohammad Na’iem ◽  
Atus Syahbudin ◽  
Subagus Wahyuono

ABSTRACT Mount Merapi National Park (MMNP) has known for its high biodiversity. However, exploration related to the potential for antioxidant activity of the medicinal plants in this region is still very limited. Therefore, the aim of this research was to explore of medicinal plants from MMNP and to evaluate the antioxidant activity of the plants. The research began with the collection and identification the medicinal plants to determine the scientific names. Then, plants that have been identified, are dried, mashed and macerated with ethanol (96%). The ethanol extract were evaluated for antioxidant activity using 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) to determine the IC50 value and compared with positive control (ascorbic acid). The results of this exploration were obtained 50 plant species which have been identified its scientific names and classified into 16 families. The largest distribution of plant species was belongs to the family Poaceae, followed by Asteraceae and Rubiaceae. Antioxidant activity assay of the medicinal  plant resulted three plant species with IC50 values ​​less then 6 ppm, i.e. Melastoma malabathricum, Phyllanthus urinaria, and Clidemia hirta. The alkaloid compound detected in M. malabathricum expected to be a potential antioxidant compound. This information can be used as a basic data for developing alternative sources of antioxidants and as an new drug raw materials. Keywords: medicinal plants, Merapi Volcano National Park, antioxidants, DPPH   ABSTRAK Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) telah lama dikenal dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi. Akan tetapi, eksplorasi terkait potensi aktivitas antioksidan pada koleksi tumbuhan obat di wilayah tersebut masih sangat terbatas. Fakta tersebut yang mendasari tujuan dari penelitian ini, yaitu eksplorasi potensi aktivitas antioksidan tumbuhan yang berasal dari TNGM. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan dan identifikasi nama ilmiah tumbuhan obat yang tumbuh di wilayah tersebut. Tumbuhan yang telah teridentifikasi kemudian dikeringkan, dihaluskan dan dimaserasi dengan etanol (96%). Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian diuji aktivitas antioksidannya melalui penentuan penangkapan radikal bebas menggunakan 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) dengan menentukan nilai IC50-nya dan dibandingkan dengan kontrol positif (asam askorbat). Hasil dari kegiatan eksplorasi ini diperoleh 50 spesies tumbuhan yang telah berhasil diidentifikasi nama ilmiahnya dan digolongkan menjadi 16 famili. Distribusi spesies tumbuhan terbesar termasuk dalam famili Poaceae, diikuti Asteraceae dan Rubiaceae. Pengujian aktivitas antioksidan pada 50 sampel tumbuhan diperoleh tiga spesies tumbuhan dengan nilai IC50 kurang dari 6 ppm, yaitu Melastoma malabathricum, Phyllanthus urinaria, dan Clidemia hirta. Kandungan alkaloid yang terdeteksi pada M. malabathricum, diduga sebagai senyawa antioksidan yang sangat potensial. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengembangan sumber antioksidan alternatif untuk inovasi bahan baku obat baru.  


2019 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
Author(s):  
Gino Nemesio Cepeda ◽  
Meike Meilan Lisangan ◽  
Isak Silamba ◽  
Nitia Nilawati ◽  
Eka Syartika

ABSTRACT  Akway (Drimys piperita) is a woody, evergreen and aromatic plant that belongs to family winteraceae. This plant is used by Sougb tribe lived in Sururey village, District of Anggi, to enhance the vitality of body. The objectives of the research were to determine antimicrobial stability of akway bark extracts influenced by heating time of 100OC, levels of acidity (pH) and salt contents.. Antimicrobial assays were done by using agar well diffusion method against four species of bacteria, i.e.  Escherichia coli ATCC25922, Bacillus cereus ATCC10876, Pseudomonas aeruginosa ATCC27853 and Staphylococcus aureus ATCC25923. The results showed that ethanolic extracts of akway bark only inhibited growth of B. cereus and S. aureus with minimum inhibitory concentration 0,99% and 0,89% . The levels of concentration and acidity of ethanol extracts  influenced the antimicrobial capacity of extracts.. Whereas heating time on 100OC during 25 minutes and salt contents  up to 5% of extract solution did not influence the antimicrobial stability of  akway bark extracts. Key words : akway, extracts, antimicrobe, pH, Heating, salt ABSTRAK Akway (Drimys piperita) adalah tumbuhan berkayu, aromatik dan hijau sepanjang tahun dan tergolong dalam suku winteraceae. Tumbuhan ini digunakan oleh Suku Sougb yang bermukim di desa Sururey Distrik Anggi, untuk mengobati malaria dan meningkatkan vitalitas tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan stabilitas antimikroba ekstrak kulit kayu akway pada waktu pemanasan ekstrak pada 100OC, tingkat keasaman (pH) dan kandungan garam. Pengujian antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar terhadap empat spesies bakteri yaitu Escherichia coli ATCC25922, Bacillus cereus ATCC10876, Pseudomonas aeruginosa ATCC27853 and Staphylococcus aureus ATCC25923. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu akway hanya dapat menghambat bakteri Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus dengan konsentrasi hambat minimum masing-masing adalah 0,99% dan 0,89%. Tingkat konsentrasi dan keasaman (pH) mempengaruhi kapasitas antimikroba ekstrak etanol kulit kayu akway. Sedangkan perlakuan pemanasan pada suhu 100OC dengan lama pemanasan sampai dengan 25 menit dan penambahan garam NaCl sampai konsentrasi 5%  tidak berpengaruh pada stabilitas antimikroba ekstrak etanol kulit kayu akway.  


2019 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
Author(s):  
Nurul Husniyati Listyana ◽  
Rahma Widyastuti ◽  
Widyantoro Widyantoro

ABSTRACT Meniran (Phyllanthus niruri L.) is a wild plant that used extensively as a raw material for traditional medicine but has not been cultivated yet. Meniran cultivation requires the availability of quality seeds and seedlings to produce the high productivity. The ability of seeds to germinate (seed viability) after the storage period is influenced by several factors both internal and external, including seed water content, genetic traits, initial viability and packaging material, storage temperature and humidity, microorganisms, and human factors.. The study aims to determine the effect of storage containers, storage temperature and time of storage on the power of meniran seed germination. The study was conducted in March-April 2018 at the B2P2TO2T Seed Laboratory. The research design was Factorial Completely Randomized Design with 3 factors and 3 replications. The first factor was a storage container consisting of plastic, paper envelopes and aluminum foil. Second factor was a storage temperature consisting of 0 ° C, -20 ° C and -50 ° C.  The third factor was storage time which consists of 2 weeks, 4 weeks, 6 weeks, 8 weeks and 10 weeks. The results showed that the storage container and storage time had a significantly different effect on meniran seed germination. The storage time does not have a significant effect on germination. Together, the storage container, storage temperature and storage time do not have a significant effect on meniran seed germination. The interaction between the storage temperature and the storage time and the interaction between the storage container and the storage time give significantly different effects on germination. ABSTRAK Meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan tanaman liar yang simplisianya banyak dibutuhkan sebagai bahan baku obat tradisional namun belum dibudidayakan. Budidaya tanaman meniran memerlukan ketersediaan benih dan bibit yang bermutu untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. Kemampuan benih untuk berkecambah (viabilitas benih) setelah masa penyimpanan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal, meliputi kadar air benih, sifat genetik, viabilitas awal serta bahan pengemas, suhu dan kelembaban ruang simpan, mikroorganisme, serta faktor manusia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh wadah simpan, suhu simpan dan waktu simpan terhadap daya perkecambahan benih meniran. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2018 di Laboratorium Benih B2P2TO2T. Desain penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 3 faktor dan 3 ulangan. Faktor 1 yaitu wadah penyimpanan yang terdiri dari plastik, kertas amplop dan aluminium foil. Faktor 2 yaitu suhu simpan yang terdiri dari 0°C, -20°C dan -50°C. Faktor 3 yaitu waktu penyimpanan yang terdiri dari 2 minggu, 4 minggu, 6 minggu, 8 minggu dan 10 minggu. Hasil penelitian menunjukkan wadah simpan dan waktu simpan memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap perkecambahan benih meniran.  Suhu simpan tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap perkecambahan. Secara bersama-sama wadah simpan, suhu simpan dan waktu simpan tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap perkecambahan benih meniran. Interaksi antara suhu simpan dan waktu simpan serta interaksi antara wadah simpan dan waktu simpan memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap perkecambahan.  


2019 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
Author(s):  
Saudah Saudah ◽  
Vera Viena ◽  
Ernilasari Ernilasari

ABSTRACT Presently the community tends to avoid the use of modern medicine and turn to nature (back to nuture) with traditional medicine using medicinal plants. The exploration of medicinal plant used in traditional medicine in Pidie District aims to explore the potential of plant species used, record the plant parts used, how to process and to use the plants and how to obtain them from the nature habitat. The method used for data collection is exploratory surveys and Participatory Rural Appraisal (PRA) methods. The data obtained were analyzed descriptively and showed in the form of tables and images. The results of the study found 106 types of plants used in traditional medicine that were spread into 67 plant families. The most widely used of medicinal plant species were from the Zingiberaceae family. The most widely used plant part is the leaf part. The method of medicinal processing is done by boiling (decoction), the results of the ingredients are used as oral administration by drinks. Generally, the plants used for medicine by the people of Pidie Distric are wild plants, and 68% of which grow from home gardens and  fields. ABSTRAK Kecenderungan masyarakat saat ini mulai menolak penggunaan obat moderen dan beralih ke alam (back to nuture) dengan pengobatan tradisional menggunakan tumbuhan obat. Ekspolarsi jenis tumbuhan obat yang digunakan dalam pengobatan tradisonal di Kabupaten Pidie bertujuan untuk menggali potensi jenis tumbuhan yang digunakan, mendata bagian yang digunakan, cara pengolahan dan penggunaan tumbuhan serta cara mendapatkannya dari alam. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah survey eksploratif dan Participatory Rural Appraisal (PRA). Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasil penelitian didapatkan 106 spesies tumbuhan obat yang digunakan dalam pengobatan tradisional yang berasal dari 67 famili.  Spesies tumbuhan obat yang paling banyak digunakan di wilayah Pidie berasal dari famili Zingiberaceae. Bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah bagian daun. Cara pengolahan tumbuhan obat secara umum dilakukan dengan perebusan, hasil ramuan digunakan dalam bentuk minuman. Secara umum  tumbuhan yang digunakan untuk obat oleh masyarakat Kabupaten Pidie adalah jenis tumbuhan liar, dan  sebanyak 68% tumbuh dari pekarangan rumah maupun kebun atau ladang.  


2019 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
Author(s):  
Rissa Vifta ◽  
Wilantika Wilantika ◽  
Yustisia Dian Advistasari

ABSTRACT Parijoto fruit (Medinilla speciosa B) contains the flavonoid which is one of the phenolic groups compounnd. Flavonoids has biological activities as anti free radical and antionxidants. The aim of this research was to evaluate the potency of ethyl acetat fraction of M.speciosa B. Extract as an antioxidants and antidiabetic. Evaluation of antioxidants activity was carried out by in vitro assay using the ABTS method (2.2 azinobis (3-ethylbenzotiazolin) -6-sulfonic acid), while the antidiabetic assay was carried out using the Nelson-Somogyi method. Research begins with the process of determination, extraction, fravtionation and contiunued by examination of each variable. The parameters of antioxidants activity was determined by IC50 values, while antidiabetic activity was measured by percentage of decreasing of glucoce levels. The results of antioxidants activity showed that ethyl acetate fraction of M. Speciosa B. had antioxidants activity with an IC50 value of 4,246 ppm with a very strong category. In line with these results, ethyl acetate fraction of M. speciosa B. had reduced glucoce levels with an optimal decrease of 50.21% a concentration of 40 ppm.   ABSTRAK Buah Parijoto (Medinilla speciosa B.) mengandung senyawa aktif flavonoid yang merupakan salah satu golongan fenolik. Flavonoid memiliki aktifitas biologis sebagai antiradikal bebas dan antioksidan. Penelitian dilakukan dengan tujuan mengetahui kemampuan fraksi etil asetat M. speciosa B sebagai antioksidan dan antidiabetes. Pengujian aktifitas antioksidan dilakukan secara in vitro dengan metode ABTS (2,2 azinobis (3-etilbenzotiazolin)-6-asam sulfonat), sedangkan uji antidiabetes dilakukan menggunakan metode Nelson-Somogyi. Penelitian diawali dengan proses determinasi, ekstraksi, fraksinasi, dan dilanjutkan dengan pengujian pada masing-masing variabel. Parameter aktifitas antioksidan diwujudkan dengan nilai IC50, sedangkan aktiftas antidiabetes diukur dengan persen penurunan kadar glukosa. Hasil pengujian aktifitas antioksidan menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memiliki aktifitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 4.14±0.08 ppm dengan kategori sangat kuat. Sejalan dengan hasil tersebut, fraksi etil asetat Buah Parijoto (M. speciosa B.) memilili kemampuan dalam menurunkan kadar glukosa dengan penurunan secara optimal sebesar 50.21±0.47% pada konsentrasi 40 ppm.    


2019 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
Author(s):  
Heru Sudrajad ◽  
Nur Rahmawati Wijaya

ABSTRACT Pule pandak is a rare medicinal plant with low regeneration since it only depend on natural propagation. This plant is difficult to be propagated while the demand of its material for herbal and pharmaceutical industries increased by time. The aim of this research was to find the best method of pulepandak callus induction. This research used pulepandak leaves as explant and Nitsch as base media. The experiment conducted by using combination of Kinetin and NAA as growth hormones.  The hormones concentration as follows:  Kinetin 1 mg/l, 2 mg/l, Kinetin 3 mg/l and   NAA concentration were 0 mg/ml (control) and 1 mg/l. The results showed that the treatment of growth regulators combination of Kinetin 2 mg/l + NAA 0 mg/l, Kinetin 2 mg/l + NAA 1 mg/l, Kinetin 3 mg/l + NAA 0 mg/l and Kinetin 3 mg/l + NAA 1 mg/l were able to induce callus on R. serpentine explant while treatment of kinetin 3 mg/l and NAA 1 mg/l induced callus and roots..  ABSTRAK Pule pandak merupakan salah satu tanaman obat langka yang regenerasinya lambat karena hanya mengandalkan perbanyakan secara  alami. Tumbuhan ini sulit dibudidayakan sementara kebutuhan sebagai bahan baku dalam industri herbal dan farmasi semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan terbaik untuk pembentukan kalus pulepandak. Dalam penelitian ini digunakan daun pulepandak sebagai eksplan dengan media dasar Nitsch dengan pemberian zat  pengatur tumbuh kinetin dengan konsentrasi 1, 2 dan 3 mg/l serta NAA konsentrasi 0 mg/l dan 1 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh kombinasi kinetin 2 mg/l dan 3 mg/l serta NAA 1 mg/l dan NAA 0 mg/l  mampu menginduksi kalus pada eksplan R. serpentina, sementara kombinasi kinetin  3 mg/l dan  NAA 1 mg/l mampu menginduksi pertumbuhan kalus dan akar.  


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document