Faktor - faktor yang Berhubungan dengan Praktik Higiene Sanitasi Pekerja Warung Makan

2021 ◽  
Vol 11 (4) ◽  
pp. 813-818
Author(s):  
Suroto Suroto ◽  
Daru Lestantyo

Perdagangan makanan jalanan memecahkan masalah sosial dan ekonomi utama di negara berkembang melalui makanan siap saji yang relatif murah. Namun, karena sifat informal dari perusahaan, kegiatan para praktisi tidak sepenuhnya diawasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perilaku penjamah makanan akibat praktik personal hygiene mereka. Perkiraan populasi terjangkau adalah 30 orang. Pemilihan sampel dengan teknik Purposive Sampling Pengukuran suhu tempat kerja menunjukkan bahwa area produksi masih di bawah Nilai Ambang Livit (TLV) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 5/2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) memiliki pengetahuan tentang sanitasi makanan dan masalah K3 termasuk dalam kategori baik. Hasil dari responden Sikap menunjukkan 12 peserta (40%) memiliki praktik kebersihan makanan yang baik, dan 11 (36,60%) sedang. Kami menemukan 6,66% sampel swab mengandung S aureus. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktek (p0,32)t diharapkan pihak berwenang setempat harus melakukan pengarahan keselamatan terkait penanganan makanan yang aman dan kesehatan kerja juga.

2020 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 6-9
Author(s):  
Irmayani

Diare adalah pengeluaran kotoran (tinja) dengan frekuensi yang meningkat (tiga kali dalam 24 jam) disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi lembek atau cair, dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja.(Wijoyo, yosef 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan jajan dengan terjadinya penyakit diare pada anak di SD Inpres Amaro Kabupaten barru. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian Analitik Correlative dengan desain Cross Sectional Study, populasi dalam penelitian ini adalah siswa yang ada di SD Inpres Amaro Kabupaten Barru sebanyak 109 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, didapatkan 51 responden sesuai dengan kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. analisa data mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi, analisis bivariat menggunakan uji Chi- Square Test dengan interval kemaknaan α 0,05. Dari hasil analisis bivariat pada kebiasaan jajan didapat nilai ρ = 0,004 dan personal hygiene didapat nilai ρ = 0,008. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kebiasaan jajan dengan terjadinya penyakit diare pada anak di SD Inpres Amaro Kabupaten Barru


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
Author(s):  
Cindy Sitarani ◽  
Flora Rumiati ◽  
Erma Mexcorry Sumbayak

Kebersihan organ reproduksi pada remaja sangatlah penting untuk diketahui sejak dini. Kebersihan organ reproduksi dapat disosialisasikan untuk menghindari penyakit-penyakit infeksi yang dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan kebersihan organ reproduksi. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang kebersihan organ reproduksi adalah dengan penyuluhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan pada remaja SMA kelas 2 tentang personal hygiene saat menstruasi sebelum dan sesudah penyuluhan. Metode penelitian yang digunakan adalah  metode pre-experimental, dengan one group pre test and post test design. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling yaitu  purposive  sampling. Sebanyak 90 siswi kelas 2 SMAN 23 Jakarta, berpartisipasi dalam studi ini yang ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan, (p < 0.05) untuk semua variabel yang diteliti, yaitu tentang pengertian  menstruasi, perubahan hormonal saat menstruasi dan personal hygiene saat mentruasi. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh peningkatan nilai pre test setelah diuji kembali di post test yang dilakukan setelah penyuluhan. Dapat disimpulkan bahwa penyuluhan merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang kebersihan organ reproduksi.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 200
Author(s):  
Sukma Ningrum ◽  
Lantin Sulistyorini ◽  
Eka Afdi Septiyono

AbstrakAwal 2020, kasus COVID-19 mulai menyebabkan masalah kesehatan dibeberapa negara lain dan ditetapkan menjadi pandemi global. Salah satu langkah yang disarankan berdasarkan protokol COVID-19 untuk meminimalkan penyebaran infeksi adalah dengan meningkatkan pola hidup bersih, salah satunya adalah mencuci tangan. Usia sekolah merupakan fase dimana perkembangan anak menjadi sangat penting dan perlu mendapatkan pengawasan terhadap kesehatannya, terutama mengenai hygiene karena pada usia ini anak memiliki banyak aktifitas yang seringkali berhubungan langsung dengan lingkungan yang kotor sehingga anak menjadi lebih rentan terpapar penyakit. Permasalahan dalam perilaku kesehatan yang terjadi pada anak usia dini umumnya erat kaitannya dengan kebersihan diri dan lingkungan, salah satu perilaku tersebut adalah kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku mencuci tangan anak usia sekolah di wilayah pandemi COVID-19. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling dengan jumlah 50 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner perilaku mencuci tangan dalam bentuk google form. Teknik analisa data menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian ini menunjukkan anak usia sekolah di daerah pandemi memiliki perilaku mencuci tangan yang baik sebanyak 100% dan tidak ada yang buruk. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai upaya meninggkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan perilaku mencuci tangan pada anak usia sekolah dalam pencegahan infeksi terutama di wilayah pandemi. Kata Kunci: Anak Usia Sekolah, Perilaku Mencuci Tangan, Covid-19 Abstract In early 2020, COVID-19 began to cause health problems in several countries and declared as a global pandemic. One of the recommended steps based on the COVID-19 protocol to minimize the spread of the infection is to improve a clean lifestyle, one of them is hand washing. School-aged is a phase where children’s development becomes very important and need to be monitored, especially regarding hygiene as children become more vulnerable to exposure of the disease. The problems in health behaviors that occur in early childhood are in general closely related to personal hygiene and environment, such as the habit of washing hands using soap. This research aimed to describe the behavior of school-aged children in their habit of washing hands in the COVID-19 pandemic area. This is a quantitative descriptive type of research. This research used a purposive sampling technique with 50 respondents. Data collection was carried out using a handwashing behavior questionnaire in the form of a google form. Data analysis technique used is univariate analysis. The results of this research indicated that 100% school-aged children in pandemic areas had a good hand-washing behavior. The results of this research were expected to improve the quality of nursing care services in hand-washing behavior in school-aged children to prevent infections, especially in pandemic areas.Keywords: School Age Children, Handwashing Behavior, COVID-19


2021 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
Author(s):  
Rohmad Prima Handika

Introduksi Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain Perawatan pasien dengan gangguan jiwa di masyarakat tidak hanya di tentukan oleh factor petugas kesehatan tetapi juga melibatkan keluarga sebagai orang paling dekat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan keluarga dalam pemenuhan personal hygiene pada pasien gangguan jiwa di desa Bantur Kecamatan Kecamatan Bantur Malang. Desain dalam penelitian ini adalah deskriptif. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu sejumlah 25 orang. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah kemampuan keluarga dalam pemenuhan personal hygiene. Hasil Penelitian menunjukkan sebagian besar keluarga pasien memiliki kemampuan keluarga yang cukup yaitu sejumlah 16 orang (64%) dan sebagian kecil keluarga pasien yang memiliki kemampuan keluarga baik sejumlah 2 orang (8%). Diskusi Hal ini dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan posisi dalam keluarga. Selain itu diperlukan juga pemahaman, kerja sama dan motivasi dalam keluarga. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan keluarga dalam pemenuhan personal hygiene pasien gangguan jiwa sebagian besar memiliki kemampuan keluarga cukup sejumlah 16 orang dengan presentase 64%.


Author(s):  
Bina Aquari, Yuhemy Zurizah Bina Aquari, Yuhemy Zurizah

ABSTRAK Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang ditandai dengan adanya hambatan keterampilan dalam masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan peran orang tua dengan kemandirian anak retardasi mental di SLB Tunagrahita Karya Ibu Palembang Tahun 2017. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak retardasi mental Kelas 1-3 di SLB Tunagrahita Karya Ibu Palembang sebanyak 78 responden. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak retardasi mental sedang Kelas 1-3 di SLB Tunagrahita Karya Ibu Palembang sebanyak 26 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian dari peran orang tua menunjukkan bahwa ada hubungan peran orang tua dengan kemandirian anak retardasi mental di SLB Tunagrahita Karya Ibu Palembang. (p value 0,003 < α 0,05). Diharpkan orang tua dapat meningkatkan bimbingan dan pendidikan pada anak retardasi mental untuk membentuk kemandirian yang lebih baik dengan cara selalu membimbing dan melatih anak dalam penggunaan bahasa, bersosialisai dan cara merawat diri sendiri.   ABSTRACT Mental Retardation is a condition of mental development which stops or at uncomplete state, mainly signed by skill hindrance during development, phase it so takes effect on the level of intellegence ; cognitive skill, language skill, motoric skill and social skill. The purpose of this study was to determine the association between the parents’ role and the independence of the children mental retardation at State School for Children with Special needs Karya Ibu in Palembang. This study used a descriptive correlation method with cross sectional approach. The population in this study was the parents who had a child mental retardation in1-3 Grades at State School for Children with Special needs Karya Ibu in Palembang as many as 78 respondents. The samples in this study were the mothers who had a child with medium mental retardation in 1-3 in Grades State School for Children with Special needs Karya Ibu in Palembang as many as 26 respondents. The sampling technique used was purposive sampling. The study of the role of parents showed there is a connection the role of parents with mental retardation in the child's independence SLB Karya Ibu in Palembang Affairs. (p value 0,003 < α 0,05). It is expected for the parents to improve the guidance and education to the children mental retardation to establish a better independence to guide and train the children in using language, socializing and making personal-hygiene.  


2013 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 66
Author(s):  
Wanti Wanti ◽  
Enni Rosida Sinaga ◽  
Irfan Irfan ◽  
Mitrawati Ganggar

Kasus frambusia yang tercatat di Puskesmas Bondo Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) terus meningkat dari 174 kasus tahun 2009 menjadi 327 kasus pada tahun 2010 dan 369 kasus pada tahun 2011. Pada tahun 2012, frambusia tertinggi terjadi di Desa Mali Iha di Kecamatan Bondo Kodi dengan 43 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan, perilaku, dan pengetahuan masyarakat yang berhubungan dengan kejadian penyakit frambusia pada anak-anak. Penelitian observasional ini menggunakan rancangan studi kasus-kontrol, dengan kondisi sarana air bersih (SAB), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan pengetahuan masyarakat tentang frambusia sebagai variabel bebas. Sampel penelitian adalah 30 orang anak yang menderita frambusia (kasus) dan 30 orang anak sehat (kontrol) yang diambil dengan metode purposive sampling. Data dan informasi mengenai SAB, praktik PHBS, dan pengetahuan masyarakat tentang frambusia didapatkan dengan observasi dan wawancara, kemudian dianalisis dengan uji kai kuadrat. Ditemukan, secara statistik kejadian frambusia berhubungan bermakna dengan kondisi SAB (OR = 15,16 dan nilai p = 0,035) dan PHBS (OR = 7 dan nilai p = 0,048), tetapi tidak berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang frambusia (nilai p = 0,283). Penelitian ini menyimpulkan bahwa kondisi SAB dan PHBS merupakan faktor risiko frambusia.Frambusia cases recorded at Bondo Kodi Primary Health Care in Sumba Barat Daya District, East Nusa Tenggara (NTT) were continously increasing from 174 in 2009 to 327 in 2010 and 369 in 2011. In 2012, the highest frambusia occurred in Mali Iha Village with 43 cases. The present research was to define environmental, behavioural, and knowledge factors associated with the frambusia in children. This observational study employed case-control design with condition of clean water source, practices of personal hygiene and health behavior, and community knowledge about frambusia as independent variables. Samples were 30 children with frambusia (cases) and 30 healthy children (control) who were selected using purposive sampling. Data and information on environmental condition, behavioral practices, and community knowledge were collected by interview and direct observation and were analyzed using chi-square test. It was found that statistically the frambusia cases were associated significantly with the condition of clean water source (OR = 15.16, p value = 0.035) and personal hygiene and healthy behavior (OR = 7, p value = 0.048), but were not associated with community knowledge (p value = 0.283). It concludes that condition of clean water sources and personal hygiene and healthy behavior are risk factors of frambusia in children.


EMBRIO ◽  
2013 ◽  
Vol 3 ◽  
pp. 39-45
Author(s):  
Ira Puspita Sari ◽  
Damarati Azaria

Di dapatkan bayi berusia 0 – 28 hari yang kontrol di poli tumbuh kembang RSUD Sidoarjo mengalami moniliasis. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya moniliasis adalah pengetahuan ibu tentang perawatan bayi terutama oral hygiene. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Oral Hygiene dengan Kejadian Moniliasis pada Bayi di Poli Tumbuh Kembang RSUD Sidoarjo. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi dan berkunjung di Poli Tumbuh Kembang RSUD Sidoarjo pada bulan Juni 2013 sebanyak 64 responden dengan menggunakan Purposive sampling didapatkan sampel sebesar 30 responden. Penelitian ini menggunakan alat ukur kuisioner. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan Continuity correction (χ2) untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang oral hygiene dengan kejadian moniliasis pada neonatus didapatkan χ2 : 13,040 p : 0,001 dan tingkat kemaknaan α : 0,05 maka P <α sehingga Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang oral hygiene dengan kejadian moniliasis pada neonatus. Hal ini dibuktikan oleh 12 responden (40%)yang mempunyai pengetahuan baik tentang oral hygiene. Dan angka kejadian moniliasis pada bayi hanya sebagian kecil yaitu terjadi pada 8 responden (26,7%). Saran dari peneliti diharapkan para ibu harus lebih memperhatikan perilaku kesehatan yang diberikan kepada bayinya dengan menambah pengetahuan tentang personal hygiene terutama oral hygiene serta berani mengaplikasikan pada bayinya.


2018 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 177
Author(s):  
Talitha Ulayya ◽  
Aryu Candra Kusumastuti ◽  
Deny Yudi Fitranti

Latar Belakang : Protein, zat besi dan seng adalah pembentuk antibodi yang berpengaruh pada sistem imunitas anak terhadap serangan infeksi. Kejadian infeksi kecacingan pada balita di Indonesia Tahun 2006 sekitar 21%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan protein, zat besi, dan seng dengan kejadian infeksi kecacingan pada balita.Metode : Jenis penelitian ini adalah cross sectional dengan subjek balita berusia 2-5 tahun (n= 50), diambil dengan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan meliputi riwayat asupan protein,zat besi,dan seng diambil menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Data personal hygiene dan sanitasi lingkungan dikumpukan dengan pengisian kuesioner. Data kejadian infeksi kecacingan diperoleh dengan pengisian kuesioner tanda gejala dan uji laboratorium dengan metode kato-katz. Data dianalisis menggunakan Uji Fisher’s Exact.Hasil : Terdapat satu subjek terinfeksi cacing Enterobius vermicularis. Berdasarkan gejala,sebanyak 6% subjek diketahui positif infeksi kecacingan. Berdasarkan tanda, 2% subjek diketahui positif infeksi kecacingan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 46% subjek memiliki personal hygiene tidak baik, dan 62% subjek memiliki sanitasi lingkungan tidak baik. Asupan protein, zat besi, dan seng tidak menjadi faktor yang mempengaruhi infeksi kecacingan.Simpulan : Tidak ditemukan hubungan antara asupan protein,zat besi,dan seng dengan kejadian infeksi kecacingan pada balita.


2016 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 122
Author(s):  
Christmas Warastiko

ABSTRAK Pendahuluan: Setiap hari, di setiap rumah sakit di seluruh dunia banyak pasien yang butuh dimandikan oleh perawat karena kondisi yang lemah dan sakit untuk memenuhi kebutuhan kebersihan diri mereka sendiri. Trend memandikan pasien saat ini sudah mengalami perubahan di beberapa rumah sakit. Beralih dari metode konvensional bed bath kepada disposible bed bath. Konvensional bed bath adalah metode memandikan pasien dengan cara tradisional yaitu menggunakan air dan sabun dalam menjaga kebersihan diri. Metode disposable bed bath adalah metode memandikan dengan menggunakan washcloth sekali pakai yang aman bagi kulit pasien. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara kenyamanan pasien yang menerima metode konvensional bed bath dan prepacked disposible bed bath dalam pemenuhan kebutuhan kebersihan diri di Rumah Sakit Advent Bandung. Metode: Penelitian ini temasuk dalam jenis quasi exsperiment dengan desain penelitian crosover design. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yang berjumlah 20 orang pasien yang dirawat di South Wing III dan West Wing III Rumah Sakit Advent Bandung. Perbandingkan dua variabel tersebut menggunakan rumus paired t-test. Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dimana nilai p-value adalah 0,000 < dari nilai α (0,05). Meskipun kedua metode berada dalam rentang kategori baik tetap terdapat perbedaan yang bermakna dimana metode konvensional bed bath lebih membuat pasien merasa lebih nyaman setelah dimandikan. Saran: Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh bagian keperawatan dalam memberikan pelayanan pada pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene yang membuat pasien merasa lebih nyaman.   Kata kunci: personal hygiene, konvensioanl bed bath, prepacked disposible bed bath, kenyamanan.   ABSTRACT The Problem: Trend of bathing patients currently undergoing changes in some hospitals such as Bandung Adventist Hospital and Bandar Lampung Adventist Hospital. The transition from how to bath with conventional methods of bed bath (water and soap) to the prepacket disposable bed bath use disposible washcloth give an extensive impact on the comfort of the patient. This study aims to comparing the comfort of patients receiving conventional methods of bed bath and prepacked disposible bed bath in fulfillment of self hygiene needs in Bandung Adventist Hospital. Method: This research included in pre-experiment type with crossover research design. For retrieving the sample this research used purposive sampling that have the total of 20 patients that is hospitalized in South Wing III and West Wing III Bandung Adventist Hospital. A comparison these two variables using independent t-test formula. Result: result of the comparison that there are significant differences between the comfort of the patients who received conventional bed-bath and disposible bed-bath. This two methods is in the same level of convenient category, however there is still a valuable difference where the conventional method is better in making the patients feel more comfortable after having a bed bath. Suggestion: Hopefully the result of this research is used by the nursing unit on giving more comfortable care to fulfill the patients’ personal hygienic needs. Keywords: Personal hygiene, conventioanl bed bath, prepacked disposible bed bath, comfortnes.


2019 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 90-97
Author(s):  
Sapti Djula

Pendahuluan: Setiap hari pasien butuh pemenuhan kebersihan diri mereka yaitu dimandikan oleh perawat karena kelemahan fisik dan kondisi sakit. Trend memandikan pasien saat ini sudah mengalami perubahan di berbagai rumah sakit yang beralih dari metode konvensional bed bath kepada disposable bed bath. Konvensional bed bath adalah metode memandikan pasien dengan cara tradisional yaitu menggunakan air dan sabun dalam menjaga kebersihan diri. Metode disposablebed bath adalah metode memandikan dengan menggunakan washcloth sekali pakai yang aman bagi kulit pasien. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara kenyamanan pasien yang menerima metode konvensional bed bath dan prepacked disposable bed bath dalam pemenuhan kebutuhan kebersihan diri di Rumah Sakit Advent Bandung. Metode: Penelitian ini adalah quasi exsperiment dengan desain penelitian crossover. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yang berjumlah 20 orang pasien yang dirawat di bangsal medical bedah Rumah Sakit Advent Bandung. Analisis yang digunakan dalam membandingkan kedua cara memandikan tersebut dianalisis menggunakan paired t-test. Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dimana nilai p-value < 0,05. Meskipun kedua metode berada dalam rentang kategori baik namun didapati perbedaan yang bermakna dimana metode konvensional bed bath lebih membuat pasien merasa lebih nyaman saat setelah dimandikan. Diskusi: Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh bagian keperawatan dalam memberikan pelayanan pada pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene yang membuat pasien merasa lebih nyaman. Kata kunci: personal hygiene, konvensional bed bath, prepacked disposable bed bath, kenyamanan.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document