AL-ADABIYA: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

68
(FIVE YEARS 45)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Omah Jurnal Sunan Giri, INSURI Ponorogo

2540-9204, 1907-1191

2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 197-213
Author(s):  
Pabali Musa ◽  
Diaz Restu Darmawan ◽  
Rossa Fitriana ◽  
Debora Agustina ◽  
Egi Pratama Rizqi

The phenomenon of the development of the local leadership system in the Dayak Salako community in Nyarumkop village, Singkawang, West Kalimantan, cannot be separated from the current era development; of which the existing leadership system in the community requires dynamic aspects to make the traditional leadership system able to adjust its functions and role in the society that continues to develop. This article will analyze and explain how local leadership forms when community groups Dayak Salako still live as a Bantang community until now, which has become a village community that already has its formal and bureaucratic government leadership. Through a qualitative method with an ethnographic approach, key informants from the customary chief and other stakeholders within the community, it turns out that the leadership of the Dayak Salako customary chief has undergone several changes following the form of life of the community. Even though the global modern development impacts the community's way of life, the importance and influence of customary chief are pertinent. Fenomena perkembangan sistem kepemimpinan lokal pada masyarakat Dayak Salako di Desa Nyarumkop, Singkawang, Kalimantan Barat, tidak lepas dari perkembangan zaman saat ini; dimana sistem kepemimpinan yang ada di masyarakat membutuhkan aspek dinamis agar sistem kepemimpinan tradisional mampu menyesuaikan fungsi dan perannya dalam masyarakat yang terus berkembang. Artikel ini akan menganalisis dan menjelaskan bagaimana kepemimpinan lokal terbentuk ketika kelompok masyarakat Dayak Salako masih hidup sebagai masyarakat Bentang sampai sekarang, yang telah menjadi masyarakat desa yang telah memiliki kepemimpinan pemerintahan formal dan birokrasi. Melalui metode kualitatif dengan pendekatan etnografi, informan kunci dari kepala adat dan pemangku kepentingan lainnya dalam masyarakat, ternyata kepemimpinan kepala adat Dayak Salako telah mengalami beberapa kali perubahan mengikuti bentuk kehidupan masyarakat. Meskipun perkembangan modern global berdampak pada cara hidup masyarakat, peran penting dan pengaruh kepala adat tetap relevan.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 185-196
Author(s):  
Roma Wijaya

This paper examines the meaning of shifa in the Qur'an as stated in Q.S. Al-Israa [17]: 82 which can be used as a means of treating various diseases, both psychological and physical. Employing the semiotic theory of Roland Barthes consisting of two stages (the linguistic system which is also interpreted as denotative meaning and the system of mythology (myth) as connotative meaning), the results obtained that shifa is not only oriented to the psychic alone, but to healing both the psychic (spiritual) and physical. The message contained in the verse is that it is recommended to do treatment using the Qur'an, with lawful (halal) practices, and it is not allowed to practice medical treatment that can classify to shirk such as using magic spells, mediation of belief in objects, sacred places of worship, and other things that are superstitious. Tulisan ini mengkaji tentang makna syifa dalam Al-Qur'an sebagaimana tertuang dalam Q.S. Al-Israa [17]: 82 yang dapat digunakan sebagai sarana pengobatan berbagai penyakit, baik psikis maupun fisik. Dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes yang terdiri dari dua tahap (sistem linguistik yang juga diartikan sebagai makna denotatif dan sistem mitologi (mitos) sebagai makna konotatif), diperoleh hasil bahwa syifa tidak hanya berorientasi pada psikis saja, tetapi untuk penyembuhan baik psikis (spiritual) maupun fisik. Pesan yang terkandung dalam ayat tersebut adalah dianjurkan untuk melakukan pengobatan dengan menggunakan Al-Qur'an, dengan praktik yang halal dan tidak diperbolehkan melakukan praktik pengobatan yang dapat digolongkan ke dalam syirik seperti menggunakan mantra sihir, perantaraan benda-benda, tempat-tempat ibadah yang keramat, dan hal-hal lain yang bersifat takhayul.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 171-184
Author(s):  
Mahfidhatul Khasanah

One of the intriguing issues in the Islamic study is about women. Qur'an is used as a way of life for humans because it is believed to include various rules regarding all aspects of their life, including on Muslimah dress up manner. Today, many women spend money on physical treatments. This shows that women are getting more and more excessive about how to dress up with the aim of a compliment and attract others which is contrary to the tabarruj prohibition in the QS Al-Ahzab 33. The formulation of the problem in this paper is how the historical meaning and significance and the 'dynamic significance' of the verse. Applying the ma'nā-cum-maghzā hermeneutics perspective, it can be concluded that tabarruj was a bad behavior of women who were excessively ornate in the jahiliyyah era and becomes relevant again at this time. Although the verse was revealed to the wives of the Prophet, it is relevant for all Muslim women until now because of its universal moral message. This paper concludes the dress up manner for Muslimah to avoid tabarruj, including avoiding the intention not to flaunt in front of non-mahram, using make up means as needed, dressing up with the aim of ibadah by reading basmalah and prayers. Salah satu isu yang menarik dalam kajian Islam adalah tentang perempuan. Al-Qur'an dijadikan pedoman hidup bagi manusia karena diyakini memuat berbagai aturan tentang segala aspek kehidupan, termasuk tentang tata cara berbusana bagi Muslimah. Saat ini, banyak wanita menghabiskan uang untuk perawatan fisik. Hal ini menunjukkan bahwa wanita semakin berlebihan dalam hal berdandan dengan tujuan untuk mendapat pujian dan menarik orang lain, yang mana hal ini bertentangan dengan larangan tabarruj dalam QS Al-Ahzab 33. Tulisan ini bertujuan mengungkap makna dan signifikansi historis serta makna dinamis ayat tersebut. Dengan menggunakan perspektif hermeneutika ma'nā-cum-maghzā, dapat disimpulkan bahwa tabarruj adalah perilaku buruk perempuan yang berhias secara berlebihan di era jahiliyyah dan menjadi relevan kembali saat ini. Meskipun ayat tersebut diturunkan kepada istri-istri Nabi, namun tetap relevan bagi semua wanita Muslim hingga saat ini karena pesan moralnya yang universal. Tulisan ini menyimpulkan adab berhias bagi muslimah untuk menghindari tabarruj, antara lain menghindari niat untuk tidak pamer di depan non-mahram, menggunakan make up sesuai kebutuhan tidak secara berlebihan, berdandan untuk tujuan ibadah dengan diawali membaca basmalah dan doa.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 157-170
Author(s):  
Wira Kurniawati

One of the main community problems related to rubbish is disposing of it carelessly. This fact then gave rise to various responses such as placing the no-littering signs conveyed through prayer and swearing. This paper aims to examine the discourse elements, the functions and strategies of speech acts, and the use of discourse context.  By qualitatively classifying data obtained from several articles and pictures related to the issue, this paper found that in various no-littering-sign through prayers and/or swearing, the discourse was formed from the core elements of the prohibition and various supporting elements, namely more alert preparation, gounder, imposition, and identity. The speech act is in the form of a forbidden-directive speech act to others, but is conveyed through a request-directive speech act to God in order to get a more substantial perlocutionary effect. This is conveyed by explicit and implicit, direct and indirect strategies, literal and non-literal, and express and implied speech acts. The context used relates to life quality and condition. Thus, the emotive function of language is more dominantly used in this type of no-littering sign than the conative function which is generally found in directive speech acts. Salah satu masalah utama masyarakat terkait sampah adalah membuangnya secara sembarangan. Sebagai respons, kemudian muncullah berbagai reaksi seperti rambu larangan membuang sampah sembarangan yang disampaikan melalui doa dan sumpah serapah. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji unsur-unsur wacana, fungsi dan strategi tindak tutur, serta pemanfaatan konteks wacana tersebut. Dengan mengklasifikasikan data secara kualitatif melalui beberapa artikel dan gambar yang terkait dengan masalah tersebut, tulisan ini menemukan bahwa dalam berbagai tanda larangan membuang sampah sembarangan melalui doa dan/atau umpatan, wacana terbentuk dari unsur inti larangan dan berbagai unsur pendukung. Tindak tutur tersebut berupa tindak tutur direktif terlarang kepada orang lain, tetapi disampaikan melalui tindak tutur direktif permintaan kepada Tuhan agar memperoleh efek perlokusi yang lebih substansial. Hal ini disampaikan melalui strategi eksplisit dan implisit, strategi langsung dan tidak langsung, literal dan non literal, serta tindak tutur tersurat dan tersirat. Konteks yang digunakan berkaitan dengan kualitas dan kondisi hidup, khususnya yang bersifat celaka dan penderitaan. Dengan demikian, fungsi emotif bahasa lebih dominan digunakan pada jenis tanda larangan membuang sampah sembarangan daripada fungsi konatif yang umumnya terdapat pada tindak tutur direktif.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 141-156
Author(s):  
Moh Durrul Ainun Nafis

Within a plural society, social and cultural discourses are frequently becoming a scourge. One of them is the blending of traditions in the face of people's modernity, such as the link between Islam and the indigenous Samin's traditional beliefs. The purpose of this study is to conduct a phenomenological investigation into the Samin Kudus custom of marriage contracts. Data was gathered using descriptive techniques such as observation, documentation, and interviews, and then analyzed using Edmund Husserl's phenomenological methodology. According to the findings, the marriage contract was held between the groom and the bride through the Samin custom of the marriage contract procession. This is due to the fact that the potential groom is of Samin custom practitioners who also embraces Islam belief, whereas the bride is a Muslimah. In addition, the marital contract procession is a harmonization across traditions in the study of phenomenology, specifically in harmonizing customs and religion through the stages of nyumuk, mbalesi gunem, ngendek, and paseksen. Diskursus sosial dan budaya kerap kali menjadi momok dalam kehidupan masyarakat majemuk. Salah satu di antaranya ialah harmonisasi tradisi di tengah modernitas umat seperti keterkaitan antara Islam dan adat kepercayaan Samin. Tujuan dalam penelitian ini ialah untuk melakukan pendalaman fenomenologis terhadap akad nikah berdasarkan adat Samin Kudus. Data penelitian dihimpun melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan teknik deskriptif, kemudian dianalisis menggunakan teori fenomenologi Edmund Husserl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad nikah yang dilangsungkan antara pengantin pria dan wanita melalui prosesi akad nikah berdasarkan adat Samin. Hal ini disebabkan pengantin pria adalah seorang keturunan adat namun telah berstatus sebagai muslim, sedangkan pengantin wanita beragama Islam. Selain itu, dalam kajian fenomenologi prosesi akad nikah merupakan harmonisasi lintas tradisi, yakni menyelaraskan adat dan agama melalui tahapan nyumuk, mbalesi gunem, ngendek, dan paseksen.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 125-140
Author(s):  
Moh Ashif Fuadi

Besides being famous as a city that has a rich Javanese cultural heritage, in Surakarta, Central Java, there are also various religious-based views and organizations, ranging from those that can be categorized as the moderate groups to the radical ones. The existence of one of the PTKIN (State Islamic Universities), namely UIN Raden Mas Said in Surakarta, certainly makes it a place for various views to flow. This study discusses the influence of religious background on the religious attitudes of UIN Raden Mas Said students. Through qualitative research methods employing surveys, this study concludes that the large variety of religious organizations in Surakarta does not necessarily affect students' religious understandings and attitudes. In contrast to several previous studies which indicated a relationship between student activities and the puritan fundamentalist movement, this study proves that the students still have a moderate, inclusive, tolerant religious understanding, respect for tradition, and are loyal to the state ideology. Amid the potential for exclusivity as an excess of being in a melting pot of various religious views, students have resilience in maintaining an attitude of religious moderation. Selain populer sebagai kota yang memiliki kekayaan warisan budaya Jawa, di Surakarta Jawa Tengah juga terdapat beragam aliran dan organisasi masyarakat berbasis keagamaan, mulai dari yang dapat dikategorikan moderat hingga radikal. Keberadaan salah satu PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri), yakni UIN Raden Mas Said di Surakarta, tentu menjadikannya sebagai tempat bermuaranya berbagai aliran. Penelitian ini membahas pengaruh latar belakang keagamaan terhadap sikap beragama mahasiswa UIN Raden Mas Said. Dengan metode penelitian kualitatif melalui survei, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa banyaknya ragam aliran keagamaan yang di Surakarta tidak otomatis memengaruhi pemikiran mahasiswa menjadi radikal. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang mengindikasikan adanya hubungan antara kegiatan mahasiswa dengan gerakan puritan fundamentalis, penelitian ini membuktikan bahwa mahasiswa masih memiliki pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif, toleran, menghargai tradisi, dan setia terhadap ideologi negara. Di tengah potensi eksklusifitas sebagai ekses dari keberadaannya di melting pot ragam aliran, mahasiswa memiliki ketahanan dalam menjaga sikap moderasi beragama.


2021 ◽  
Vol 16 (2) ◽  
pp. 111-124
Author(s):  
Husna Izzati ◽  
Andiyan Andiyan ◽  
Irfan Aldyanto

Islam has a powerful influence on people’s lives, especially in Indonesia, including in a mosque architecture, where influenced by several cultures. The mosque, a place for worship for Muslims, is a building that often experiences acculturation in its building design. Cipaganti Mosque, one of the oldest mosque in Bandung, might be identified by its Java style, Sunda style, and also Europe style. However, this mosque also reflects Islamic culture which include all architectural aspects of the building. This research aims to examine the extent to which Islamic culture exists in this mosque, and how the acculturation of the three cultures with Islamic culture becomes an inseparable part of the building architecture. Using a qualitative method with a descriptive approach divided into several stages, namely observation, documentation, and data analysis, the research was able to obtain a comprehensive and objective of a variety of cultural acculturation in Cipaganti Mosque building. Finally, found that the acculturation of Islamic culture in mosques was explicit and was found to be comprehensive from all aspects of the building. This acculturation, consisting of Islamic culture, Western European culture, Javanese culture, and Sundanese culture, makes Cipaganti Mosque has a unique architectural concept and makes this building one of the cultural heritage buildings in the city of Bandung. Islam memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan masyarakat, khususnya di Indonesia, termasuk dalam arsitektur masjid, yang dipengaruhi oleh beberapa budaya. Masjid, tempat beribadah umat Islam, merupakan bangunan yang sering mengalami akulturasi dalam desain bangunannya. Masjid Cipaganti, salah satu masjid tertua di Bandung, mungkin bisa dikenali dari gaya Jawa, gaya Sunda, dan juga gaya Eropa. Namun, masjid ini juga mencerminkan budaya Islam yang mencakup semua aspek arsitektur bangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana budaya Islam ada di masjid ini, dan bagaimana akulturasi ketiga budaya tersebut dengan budaya Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari arsitektur bangunan. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang terbagi dalam beberapa tahapan yaitu observasi, dokumentasi, dan analisis data, penelitian ini mampu memperoleh gambaran yang komprehensif dan objektif tentang berbagai akulturasi budaya pada bangunan Masjid Cipaganti. Akhirnya, ditemukan bahwa akulturasi budaya Islam di masjid-masjid secara eksplisit dan ditemukan menyeluruh dari semua aspek bangunan. Akulturasi budaya yang terdiri dari budaya Islam, budaya Eropa Barat, budaya Jawa, dan budaya Sunda ini menjadikan Masjid Cipaganti memiliki konsep arsitektur yang unik dan menjadikan bangunan ini sebagai salah satu bangunan cagar budaya di kota Bandung.


2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 97-110
Author(s):  
Shely Cathrin

This study aims to find the philosophical values in the Cangget tradition in Lampung Pepadun society based on an understanding of the importance of the Cangget tradition among Indonesian society in globalization era. To achieve this goal, the researcher conducted a literature review of several studies on Cangget and conducted interviews with several traditional leaders of Lampung Pepadun. The material object of the research is the Cangget tradition in Lampung Pepadun’s culture which is analyzed from the philosophy of culture as formal object. The results of the study indicate that the Cangget tradition is included in one of Lampung's cultures in the form of community social activities. This tradition has several meanings, among others, as a form of traditional celebration of the Lampung people, as well as a form of the efforts of the Lampung Pepadun’s people to maintain the purity of the traditions and customs. The Cangget tradition also has philosophical values, including the value of togetherness or social value, the value of unity, the value of honor, the value of democracy, and the economic value. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang terdapat di dalam tradisi Cangget pada masyarakat Lampung Pepadun berdasarkan pada pemahaman tentang pentingnya pelestarian tradisi Cangget di tengah memudarnya pemahaman tentang makna tradisi dan budaya lokal di kalangan masyarakat Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti melakukan kajian pustaka terhadap beberapa penelitian tentang Cangget serta melakukan wawancara dengan beberapa tokoh adat Lampung Pepadun. Objek material penelitian adalah tradisi Cangget dalam kebudayaan masyarakat Lampung Pepadun yang dianalisis dari objek formal filsafat kebudayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Cangget termasuk dalam salah satu kebudayaan Lampung dalam wujud sebagai aktivitas sosial masyarakat. Tradisi ini memiliki beberapa makna, antara lain sebagai bentuk pesta adat masyarakat Lampung, serta bentuk upaya masyarakat Lampung Pepadun untuk menjaga kemurnian tradisi dan adat istiadat masyarakatnya. Tradisi Cangget juga memiliki nilai-nilai filosofis, antara lain nilai kebersamaan atau nilai sosial, nilai persatuan, nilai kehormatan, nilai demokrasi, dan nilai ekonomis.


2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 79-95
Author(s):  
Wiliansyah Pikoli ◽  
Yosafat Hermawan Trinugraha ◽  
Yuhastina Yuhastina

This study aims to determine the role of Islamic, Christian (Protestant and Catholic) and Hindu religious leaders in maintaining inter-religious harmony in Banuroja Village, Randangan District, Pohuwato Regency, Gorontalo Province. This study uses a qualitative research method with a case study approach. Data collection techniques were carried out through observation, interviews and documentation. The results of this study indicate that the roles of religious leaders are different but the goal is the same, namely maintaining harmony between religious believers, the role of religious leaders is to teach people to help each other without discriminating, teach openness, teach three sacred actions (holy thought, utterance, and behavior), giving understanding in terms of maintaining communication between others, inviting the community to participate in community service, inviting other people to help when they are holding activities, and always warning the public not to be easily provoked by religious issues. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran dari tokoh agama Islam, Kristen (Protestan dan Katolik), dan Hindu dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di Desa Banuroja, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran para tokoh agama berbeda-beda tetapi tujuannya sama yaitu menjaga kerukunan antarumat beragama, peran para tokoh agama yaitu mengajarkan masyarakat untuk saling tolong menolong tanpa membeda-bedakan,mengajarkan sikap keterbukaan, mengajarkan tiga perbuatan suci (berfikir suci, berkata suci, dan berperilaku suci), memberi pemahaman dalam hal menjaga komunikasi antar sesama, mengajak masyarakat untuk ikut kerja bakti, mengajak untuk ikut membantu umat lain jika sedang mengadakan kegiatan, dan selalu memperingatkan masyarakat untuk tidak mudah terpancing mengenai isu-isu yang berbau agama.


2021 ◽  
Vol 16 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Zaenal Arifin ◽  
Ikhwan Aziz ◽  
Umar Alfaruq A. Hasyim ◽  
Nur Alfi Khotamin

The meaning of kualat in the character cultivation doctrine in madrasah or pesantren (Islamic boarding school) has not been proven scientifically or rationally. Therefore, this descriptive qualitative research conducted at Darul A'mal Islamic boarding school, Metro Lampung, tries to rationally discuss the meaning of kualat using theories or rules in the book Ta'lim al-Muta'allim by Sheikh Tajuddin Nu'man bin Ibrahim bin al-Khalil al-Zarnuji as the analytical tool. By providing the teaching essence of the path as a guide for seekers of knowledge (tariq at-ta’allum), explaining theoretical theories and wisdom, including moral habituation and obedient to the kiai or ustaz, this research is expected to find how the santri in Darul A’mal live the teaching of book Ta'lim al-Muta'allim in their daily lives. Makna kualat dalam doktrin penanaman karakter di madrasah atau pesantren belum dibuktikan secara ilmiah atau rasional. Oleh karena itu, penelitian kualitatif deskriptif yang dilakukan di Pondok Pesantren Darul A'mal Metro Lampung ini mencoba membahas secara rasional makna kualat dengan menggunakan teori atau kaidah dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim karya Syekh Tajuddin Nu'man bin Ibrahim. bin al-Khalil al-Zarnuji sebagai alat analisis. Dengan memberikan esensi ajaran jalan menuntut ilmu sebagai pedoman bagi para pencari ilmu, menjelaskan teori dan hikmah, termasuk pembiasaan akhlak dan taat kepada kiai atau ustaz, penelitian ini diharapkan dapat menemukan bagaimana santri di Darul A'mal menjalani ajaran  kitab Ta'lim al-Muta'allim tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document