FUADUNA : Jurnal Kajian Keagamaan dan Kemasyarakatan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

54
(FIVE YEARS 53)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By IAIN Bukittinggi

2614-8129, 2614-8137

2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 141
Author(s):  
Muhammad Ridha ◽  
Zainal Zainal ◽  
Nofri Andy.N

<p>This article aims to examine the role of <em>pesantren</em> (Indonesian Islamic boarding schools) in West Sumatra in countering religious radicalism. The two <em>pesantren</em> used as case studies are the Pesantren Sumatera Thawalib Parabek Banuhampu and the Perguruan Islam Darul Muwahhidin Panyalaian West Sumatra. This issue is critical to reveal because radicalism targets adults and Islamic boarding school students who are in the process of deepening and understanding religious knowledge. The existence of <em>pesantren</em> in educating students and instilling friendly Islamic values has become a little disturbed by the issue of radicalism which has spread to <em>pesantren</em>. The method used in this study is a qualitative method with a historical approach. The reality that occurs in the <em>pesantren</em> is revealed along with the history and background of the establishment of the <em>pesantren</em>. The results of this study indicate that the learning system in <em>pesantren</em> can counteract radicalism through several things, including strengthening the capacity of students, reviewing the curriculum, enlightening teachers and employees regarding radicalism, and having a friendly and tolerant environment for students.</p><p><em>Artikel ini bertujuan untuk mengkaji peran pesantren di Sumatra Barat dalam menangkal paham radikalisme agama. Dua pesantren yang dijadikan studi kasus adalah Pondok Pesantren Sumatra Thawalib Parabek Banuhampu dan Perguruan Islam Darul Muwahhidin Panyalaian Sumatra Barat. Isu ini penting diungkap karena radikalisme ternyata tidak hanya menyasar orang dewasa namun juga santri pesantren yang sedang berproses dalam mendalami dan memahami ilmu agama. Keberadaan pesantren dalam mendidik santri dan menanamkan nilai-nilai Islam yang ramah menjadi sedikit terganggu dengan adanya isu radikalisme telah menjalar ke pesantren. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan historis, realitas yang terjadi di pesantren diungkap bersamaan dengan histori dan latar belakang berdirinya pesantren. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pembelajaran di pesantren dapat menangkal radikalisme melalui beberapa hal, di antaranya: penguatan kapasitas santri, peninjauan kurikulum, pencerahan bagi guru dan pegawai terkait radikalisme dan adanya lingkungan yang ramah dan toleran bagi santri.</em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 111
Author(s):  
Moch Lukluil Maknun ◽  
Umi Muzayanah ◽  
Muhamad Khusnul Muna ◽  
Andjar Prasetyo ◽  
Milta Eliza

<p>Rural libraries have an essential role in providing information services for rural communities. The heterogeneity of rural communities from social, economic, and religious aspects is the basis for the importance of social inclusion-based library services. This study uses qualitative methods to describe the implementation of an inclusion-based village Perpustakaan Muda Bhakti (Permubha) Ngablak Village, Srumbung District, Magelang Regency and its role in the social, economic, and religious life of the village community. Through a SWOT analysis, this study resulted in several research findings. First, three things become Permubha's strengths in providing services: information disclosure and access policies, communication in services, and circulation of library facilities. Second, Permubha's weakness is the unavailability of a computer-based library catalog. Third, the opportunities/opportunities that exist in Permubha are descriptive and normative officer ethics, responsibility in providing services, the role of citizen donations, and infrastructure. Fourth, Permubha has several challenges ahead in terms of service evaluation, increasing the competence and qualifications of officers, and increasing responsibilities. Fifth, in addition to library services, Permubha plays a role in social, economic, and religious activities through programs that can be participated in by the Ngablak Village community, such as the salak library program, Suluh Libraries, satellite reading, and commemoration of Islamic holidays.</p><p> </p><p><em>Perpustakaan desa memiliki peran penting dalam memberikan layanan informasi bagi masyarakat desa. Heterogenitas masyarakat desa dari aspek sosial, ekonomi, dan agama menjadi dasar pentingnya layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penyelenggaraan perpustakaan desa berbasis inklusi pada Perpustakaan Muda Bhakti, (Permubha) Desa Ngablak Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang serta perannya terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan keagamaan masyarakat desa. Melalui analisis SWOT, penelitian ini menghasilkan beberapa temuan penelitian. Pertama, ada tiga hal yang menjadi kekuatan Permubha dalam memberikan layanan, yaitu keterbukaan informasi dan kebijakan akses, komunikasi dalam layanan, dan sirkulasi sarana perpustakaan. Kedua, kelemahan yang dimiliki Permubha adalah belum tersedianya katalog pustaka berbasis komputer. Ketiga, peluang/kesempatan yang ada di Permubha adalah adanya etika petugas secara deskriptif dan normatif, tanggungjawab dalam memberikan layanan, adanya peran donasi warga, dan sarana prasarana. Keempat, Permubha memiliki beberapa tantangan ke depan dalam hal evaluasi layanan, peningkatan kompetensi dan kualifikasi petugas, dan peningkatan tanggung jawab. Kelima, selain layanan pustaka, Permubha berperan dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan keagamaan melalui program-program dapat diikuti oleh masyarakat Desa Ngablak, seperti program salak pustaka, suluh pustaka, satelit baca, dan peringatan PHBI.</em></p><p><em><br /></em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 125
Author(s):  
Moh Bashori Alwi Almanduri

<p>This article critically examines why the dualism of the Islamic model occurs in Southeast Asia. This article uses a historical approach with the literature method to identify how is the map of the distribution of majority and minority Islam in Southeast Asia, what causes the dualism of the Islamic model in Southeast Asia, and how the minority model occurs in the minority Islamic countries. The results show that Islamic syncretism in the archipelago is a logical consequence of the complicated process of struggling religious reflection. His entity also received many challenges from local Indigenous. The majority of Islam is largely determined by the success of harmonizing Islam with political, social and cultural conditions. On the other hand, poor harmonization with the rulers, military invasion, and colonialism cause Muslim minorities. Islamic minority models can be classified into three parts: First, Separatists, such as the Moro Philippines Muslim Separatist movement. Second, accommodating Pattani Muslims in Thailand and Singapore. Third, Genocide happened to Rohingya Muslims in Burma and Khmer Muslims in Cambodia. Furthermore, research on each minority model can be carried out further to enrich the treasures of Islamic studies in Southeast Asia.</p><p><em>Artikel ini menelaah secara kritis mengapa terjadi dualisme model Islam di Asia Tenggara. Artikel ini menggunakan pendekatan historis dengan metode kepustakaan akan mengidentifikasi: Bagaimana peta persebaran Islam mayoritas dan minoritas di Asia Tenggara, apa yang menyebabkan dualisme model Islam di Asia Tenggara, dan bagaimana model keminoritasan yang terjadi pada negara-negara Islam minoritas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sinkretisme Islam di Nusantara merupakan konsekuensi logis dari proses pergulatan refleksi keagamaan yang rumit. Entitasnya pun banyak mendapatkan tantangan dari Indigeneous lokal. Islam mayoritas sangat ditentukan oleh keberhasilan harmonisasi Islam dengan kondisi politik, sosial, dan budaya. Sebaliknya harmonisasi yang kurang baik dengan penguasa, invasi militer, dan kolonialisme menjadi faktor penyebab minoritas Islam. Model-model minoritas Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga </em><em>bagian: Pertama, Separatis, seperti gerakan Separatis Muslim Moro Philipina. Kedua, Akomodatif, muslim Pattani di Thailand dan Singapura. Ketiga, Genosida, terjadi kepada muslim Rohingya di Burma dan Muslim Khmer di Kamboja. Selanjutnya penelitian terhadap masing-masing model minoritas bisa dilakukan untuk semakin memperkaya khazanah studi Islam di Asia Tenggara.</em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 155
Author(s):  
Usman Nomay ◽  
Jamain Warwefubun

<p>This paper examines the hadarat tradition as part of integrating Islam with local culture by the Al-Katiri Arab group in Tual City. Attendance is a unique ritual that the people of Tual City carry out in celebrating religious holidays such as Eid al-Fitr, Eid al-Adha, weddings, circumcisions, and other religious activities. The community conducts friendship around the village while dancing accompanied by chanting <em>shalawat</em> to the Prophet Muhammad with music (tambourine) in the hadarat. This article uses a qualitative descriptive method, with observations, interviews, and documentation as the data collection techniques. This article shows that the Al-Katiri Arab community played a role in the spread of Islam in Tual City through trade routes and social and cultural approaches. The descendants of the marriage between the Arab al-Katiri group and the Kei Community of Tual City have been considered one part of the Kei community of Tual City. The information was obtained using historical research methods. Appreciating the culture of the Kei people of Tual City as a form of preaching the spread of Islam is the key to the success of the Al-Katiri Arab group living in harmony amid society with local cultural traditions.</p><p><em>Tulisan ini mengkaji tentang tradisi hadarat sebagai bagian dari strategi mengintegrasikan Islam dengan kebudayaan lokal oleh kelompok Arab Al-Katiri di Kota Tual. Hadarat menjadi sebuah ritual unik yang dilakukan oleh masyarakat Kota Tual dalam merayakan hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, perkawinan, khitanan, dan kegiatan keagamaan lainnya. Masyarakat melakukan silaturahim mengelilingi kampung sambil menari diiringi lantunan shawat kepada Nabi Muhammad dengan musik (rebana) dalam hadarat. Artikel ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai Teknik pengumpulan datanya. Hasil peneltian artikel ini menunjukkan bahwa komunitas Arab Al-Katiri berperan dalam penyebaran agama Islam di Kota Tual, melalui jalur perdagangan dan pendekatan sosial dan budaya. Keturunan dari hasil pernikahan antara kelompok Arab al-Katiri dengan Masyarakat Kei Kota Tual sudah dianggap sebagai satu bagian dengan masyarakat Kei Kota Tual. Informasi tersebut didapatkan dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Menghargai kebudayaan masyarakat Kei Kota Tual sebagai suatu bentuk dakwah penyebaran agama Islam merupakan kunci kesuksesan kelompok Arab Al-Katiri hidup rukun di tengah-tengah masyarakat dengan tradisi budaya lokal. </em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Abd Hannan

<p><em>This study examines the resistance behavior of conservative Islamic organizations to regional tourism development in Madura, especially entertainment-based tourism. There are three research questions in this study: how is the reality of conservative Islamic organizations in Madura to the religious dynamics of the local community? How is the existence of conservative Islamic organizations to the dynamics of tourism development in Madura? How is the resistance of conservative Islamic organizations towards tourism development in Madura? Qualitative data were collected through observation, interview, and literatures study. The findings show: First, the conservativism values of Islamic organizations in Madura were born and spread widely from local traditions and religions; Second, the tradition of conservatism of Islamic organizations in Madura seen in several Islamic organizations, mainly right-wing Islamic organizations such as AUMA, FKM, and GUIP; Third, the conservatism of Islamic organizations in Madura is related to their resistant behavior towards tourism development in Madura, which reflect in their thinking and religious paradigms which tend to be traditionalist, puritanical, and reactionary. They use anarchism approaches that lead to violence, for instance burning the Bukit Bintang tourist site in Pamekasan Regency.</em></p><p> </p><p><em>Studi ini mengkaji perilaku resisten Ormas Islam konservatif terhadap pembangunan pariwisata daerah di Madura, khususnya pariwisata berbasis hiburan. Terdapat tiga pertanyaan penelitian pada studi ini: bagaimana realitas Ormas Islam konservatif di Madura dalam dinamika keagamaan masyarakat setempat? Bagaimana eksistensi Ormas Islam konservatif dalam dinamika pembangunan pariwisata di Madura? Bagaimana resistensi Ormas Islam konservatif terhadap pembangunan pariwisata di Madura? Kualitatif data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Temuan studi ini menunjukan: Pertama, nilai-nilai konservatisme Ormas Islam di Madura lahir dan menyebar luas dari tradisi dan keagamaan lokal; Kedua, tradisi konservatisme Ormas Islam di Madura dapat ditemukan di sejumlah Ormas Islam, terutama Ormas Islam yang secara ideologi berhaluan kanan seperti AUMA, FKM, dan GUIP; Ketiga, konservatisme Ormas Islam di Madura terkait perilaku resisten mereka terhadap pembangunan pariwisata di Madura, tergambar pada paradigma berpikir dan keagamaan mereka yang cenderung tradisionalis, puritan, dan reaksioner. Mereka menggunakan pendekatan anarkisme sehingga berujung pada tindak kekerasan seperti pada kasus pembakaran lokasi wisata Buki</em><em>t Bintang di Kabupaten Pamekasan</em><em>.</em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 19
Author(s):  
Novi Hendri

<p><em>This article analyzes why religions other than Islam can enter and develop in Bukittinggi, a small city in the middle of the highlands of West Sumatra, primarily through the influence of colonialism. In Bukittinggi, at first, the Dutch colonial did not see Muslims as opponents. However, then the Dutch colonial political tendencies took a way to destroy any resistance from the local community by destroying the ulama and Muslims' forces and by developing non-Islamic religions as a rival. This article is using a historical approach. This article explores colonial penetration into Bukittinggi, how religious livelihood in Bukittingi before the colonialism, how people in Bukittinggi respond to a religion other than Islam, and how tolerance and religious harmony in Bukittinggi. The results showed that other than aiming for power, the Dutch colonial carried out the spread of Christianity, especially to association groups, as a means of strengthening power. Colonialist policies towards religions contradicted various principles, especially in education. They were starting from restrictions on religious teachers to the content of lessons, teaching permits, and the number of religious education institutions. The thick religion of Islam in Bukittinggi made it difficult for the Dutch colonialists to conquer Bukittinggi.</em></p><p><em><br /></em></p><p><span>Artikel ini menganalisis alasan kenapa agama-agama selain Islam dapat masuk dan berkembang di Kota Bukittinggi, terutama melalui pengaruh kolonialisme. Pada konteks Kota Bukittinggi, pada awalnya kolonialis Belanda tidak melihat umat Islam sebagai lawan. Namun kemudian kecenderungan politik kolonialis Belanda menempuh cara menghancurkan setiap perlawanan masyarakat lokal dengan menghancurkan kekuatan-kekuatan ulama dan umat Islam, serta dengan mengembangkan agama non Islam sebagai tandingan. Dengan menggunakan pendekatan historis, artikel ini mengeksplor bagaimana proses masuknya kolonialisme ke Bukittinggi; bagaimana agama masyarakat Bukittinggi sebelum masuknya kolonialisme; bagaimana respon masyarakat Bukittinggi terhadap masuknya agama-agama selain Islam; serta bagaimana toleransi dan kerukunan umat beragama di Bukittinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di samping tujuan kekuasaan, kolonialis Belanda melakukan penyebaran agama Kristen, terutama kepada kelompok-kelompok asosiasi, sebagai alat mengokohkan kekuasaan. Kebijakan kolonialis terhadap agama-agama, justru bertolak belakang dengan beragam prinsip, khususnya dalam pendidikan. Mulai dari pembatasan guru agama hingga isi pelajaran, izin mengajar, dan jumlah lembaga pendidikan agama. Kentalnya agama Islam di Bukittinggi menjadikan kolonialis Belanda kesulitan dalam menaklukkan Bukittinggi</span>.</p><p><em><br /></em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Febriyeni Febriyeni

<p><em>This article examines Syekh Yunus Tuanku Sasak (1879-1975) and elaborates on the characteristics of thematic hadith studies in his book, Himpoenan Hadith Book (1938). The book is one of the classic books of hadith in Arabic-Malay, which became the guideline in several </em><em>Madrasah Tarbiyah Islamiyah </em><em>in West Sumatra. Syekh Yunus Tuanku Sasak is a West Sumatran cleric active in da'wah and education activities. The background of writing this book is to fulfil the request of the leaders of Madrasah Tarbiyah Islamiyah in the West Pasaman environment to overcome the rampant debate in the community related to qunūt. This article uses a qualitative literature study method on the works of </em><em>Syekh</em><em> Tuanku Sasak and is supported by in-depth interviews with the descendants of Syekh Tuanku Yusuf in 2019. This research shows that Syekh Yunus Tuanku Sasak thematically describes the understanding of the hadith about qunūt by collecting all the traditions that allow and forbid qunūt, conduct criticism of sanad and matan</em><em>,</em><em> and use the "tarjih" method in dealing with conflicting rules.</em></p><p> </p><p><em>Artikel ini mengkaji Syekh Yunus Tuanku Sasak (1879-1975) dan mengelaborasi ciri-ciri kajian hadis tematik dalam bukunya </em>Himpoenan Hadist Book<em> (1938). Kitab tersebut merupakan salah satu kitab hadis klasik berbahasa Arab-Melayu yang menjadi pedoman di beberapa Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Sumatera Barat. Syekh Yunus Tuanku Sasak adalah seorang ulama Sumatera Barat yang aktif dalam kegiatan dakwah dan pendidikan. Latar belakang penulisan buku ini adalah untuk memenuhi permintaan para pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di lingkungan Pasaman Barat untuk mengatasi maraknya perdebatan di masyarakat terkait </em>qunūt<em>. Artikel ini menggunakan metode studi literatur kualitatif atas karya-karya Syekh Tuanku Sasak dan didukung dengan wawancara mendalam dengan keturunan Syekh Tuanku Yusuf pada tahun 2019. Penelitian ini menunjukkan bahwa Syekh Yunus Tuanku Sasak secara tematik menggambarkan pemahaman hadis tentang </em>qunūt<em> dengan mengumpulkan semua hadis yang membolehkan dan mengharamkan </em>qunūt<em>, melakukan kritik </em>sanad<em> dan </em>matan,<em> serta menggunakan metode </em>“tarjih”<em> dalam menghadapi aturan-aturan yang saling bertentangan.</em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 83
Author(s):  
Muhammad Fauzan Elka Putra ◽  
Fuad Nashori

<p>This study aims to investigate the employment of a reflective-intuitive reading of the Al Fatihah chapter as a therapy to decrease stress levels in patients with autoimmune. Conducting experimental research, the research design of this study is a non-randomized pretest-posttest control group and the participant recruited are female Muslims suffering from one of the autoimmune diseases. In this research, to measure stress levels, this study adapts a stress subtest of the Depression Anxiety Stress Scale (DASS) in which the Indonesian language is used to administer the scale. The therapy itself adopts Maulana, Subandi, and Asturi’s (2016) module of a reflective-intuitive reading of the Al Fatihah chapter. The data are analyzed through the Mann-Whitney U-Test in order to figure out the differences of the levels of stress in the experimental group before and after the intervention given and afterward to compare it to the control group. This study reveals the meaning process in the reflective-intuitive reading of the Al Fatihah for a particular time could decrease the levels of stress of patients with an autoimmune disease. </p><p> </p><p><em>Penelitian ini </em><em>bertujuan untuk mengkaji peran terapi membaca Al Fatihah reflektif-intuitif dalam penurunan tingkat stres pada pasien autoimun. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain non-randomized pretest-posttest control group design. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah perempuan yang beragama Islam dan menderita salah satu penyakit autoimun. Dalam penelitian ini tingkat stres subjek diukur menggunakan Depression Anxiety Stress Scale (DASS) subtes stres yang sudah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Pelaksanaan terapi mengacu pada modul membaca Al Fatihah reflektif-intuitif yang dikembangkan peneliti dan tim dengan merujuk pada modul Maulana, Subandi, dan Asturi. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney U-Test untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada kelompok perlakuan di saat sebelum dan sesudah intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi membaca Al Fatihah reflektif-intuitif dapat menurunkan tingkat stres pada pasien autoimun setelah melewati proses pemaknaan yang menghabiskan waktu tertentu.</em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 35
Author(s):  
Nelmaya Nelmaya ◽  
Deswalantri Deswalantri

<p>Islamization in Mentawai islands is amidst the majority of non-Muslim Protestant Christians and Catholic Christians. Not to mention the local beliefs held by the Mentawai people who are against Islam. The characteristics of the localities of the Mentawai people who are friendly, kind, and highly appreciative of guests are one of the reasons for Islamization in Mentawai. This research is a research library with a qualitative analysis approach—the data collection work through observation and interviews with preachers concerned with Islamization in the Mentawai. Data analysis techniques use data analysis techniques Miles and Huberman, data reduction, presentation, and conclusions. The process of accepting Islam in Mentawai was peaceful, but due to a lack of guidance, the Mentawai people became apostates again. The Mentawai people convert to Islam by negotiating, such as education, marriage, self-sufficiency, and poverty. Some Mentawi people have started to study tauhid, and many Muslim women have veiled a lot. However, there are still some who choose pigs, done in secret. The government urgently needs to pay attention to Islamization in the Mentawai.</p><p> </p><p><em>Islamisasi di Mentawai terjadi di tengah-tengah mayoritas nonmuslim, dimana lebih dominan masyarakat beragama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Belum lagi kepercayaan lokal yang dianut oleh masyarakat Mentawai yang bertentang dengan agama Islam. Karakteristik lokalitas masyarakat Mentawai yang ramah, baik dan sangat menghargai tamu menjadi salah satu alasan terjadinya Islamisasi di Mentawai. Penelitian ini merupakan kualitatif analisis. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan pendakwah yang peduli dengan Islamisasi di Mentawai. Untuk teknik analisis data menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman, yang terdiri dari reduksi data, penyajian dan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi yang terjadi di Mentawai berjalan damai, tetapi karena kurangnya pembinaan masyarakat Mentawai kembali menjadi murtad. Masyarakat Mentawai masuk Islam dengan melakukan negosiasi, seperti pendidikan, perkawinan, adanya kesadaran diri sendiri dan karena faktor kemiskinan. Sebagian masyarakat Mentawai sudah mulai belajar tauhid dan perempuan Muslim telah banyak berjilbab. Walaupun masih ada yang memelihara babi, tapi dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sangat diperlukan kepedulian dari pemerintah untuk memperhatikan Islamisasi di Mentawai.</em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 70
Author(s):  
Rahmat Effendi

<p><em>The discourse of Sufism in contemporary period has been widely practiced. Even so, Sufism which is understood by Muslims there is disorientation in understanding it, especially as a result of the influence of Ibn Taimiyah and Ibn Khaldun. With a theological-rationalist approach, both have criticized and reconstructed Sufism teachings at a level that is acceptable to Muslims. Both also explain the meaning of Sufism as far as they can reach. This article examines the comparative discourse on the concept of Sufism between Ibn Taimiyah and Ibn Khaldun. This research is library research using descriptive-analytical and comparative methods. Their thoughts on Sufism were dissected in depth which was then compared to find common ground for similarities and differences. The Sufism paradigm put forward by Ibn Taimiyah and Ibn Khaldun provides an overview at the theoretical and practical levels that can be explained rationally. That way Muslims are not polarized in understanding Sufism which seems to love the afterlife and leave the world. Finally, this research shows that Sufism can be practiced by Muslims in their respective capacities. </em></p><p> </p><p>Wacana tasawuf pada masa kontemporer saat ini telah marak dilakukan. Meskipun begitu tasawuf yang dipahami oleh umat Islam terdapat disorientasi dalam memahaminya, terutama akibat dari pengaruh Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun. Dengan pendekatan teologis-rasionalis keduanya telah melakukan kritik dan rekonstruksi ajaran tasawuf dalam tataran yang dapat diterima oleh umat Islam. Keduanya juga menjelaskan makna tasawuf sejauh yang dapat mereka jangkau. Artikel ini mengkaji diskursus perbandingan konsep tasawuf antara Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun. Penelitian ini adalah studi pustaka (<em>library research</em>) dengan menggunakan metode deskriptif-analitis dan komparasi. Pemikiran keduanya atas tasawuf dibedah secara dalam yang kemudian dikomparasikan guna menemukan titik temu persamaan dan perbedaannya. Paradigma tasawuf yang dikemukakan oleh Ibn Taimiyah dan Ibn Khaldun memberikan gambaran dalam tataran teoritis dan praktis yang dapat dijelaskan secara rasional. Dengan begitu umat Islam tidak terpolarisasi dalam memahami tasawuf yang terkesan cinta akhirat dan meninggalkan dunia. Akhirnya penelitian ini menunjukkan bahwa tasawuf pada dasarnya dapat dipraktikkan oleh umat Islam dalam kapasitasnya masing-masing.</p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document