HUMANISMA : Journal of Gender Studies
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

55
(FIVE YEARS 55)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By IAIN Bukittinggi

2580-7765, 2580-6688

2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 143
Author(s):  
Allen Pranata Putra ◽  
Erwan Aristyanto

<p align="center"> </p><p><em>This article discusses the women's movement to sustain its existentialism in the COVID-19 pandemic by moving and taking high risks to become female online drivers. Based on research conducted by Simone De Beauvoir, who analyzed the film "The Second Sex" using existentialist feminism theory, women are often used as objects and men as subjects because of the man's masculinity and biological circumstances that are considered to support inter-subjective in men. The contribution of this research is the use of existentialist feminism as an anti-thesis of male masculinity by applying it to the empirical conditions of women. The study used feminist ethnographic methods that combine ethnographic interviews and participant observations. The focus of this study lies on the class struggle of women to maintain their existentialism despite having to take high job risks and the risk of contracting the COVID-19 virus due to high mobility. This research data analysis technique uses data reduction, data display, and data triangulation. The results showed that women worked as online drivers to become subjects for themselves and act as breadwinners and housewives in the conditions of the COVID-19 pandemic. Women's struggles in the COVID-19 pandemic undermine the social stigma of society that often makes them objects.</em></p><p>Artikel ini membahas tentang gerakan kaum perempuan untuk mempertahankan eksistensialnya di masa pandemi COVID-19 dengan bergerak dan mengambil resiko tinggi untuk menjadi driver online perempuan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simone De Beauvoir yang menganalisis film <em>“The Second Sex”</em>menggunakan teori feminisme eksistensialis, perempuan seringkali dijadikan sebagai objek dan laki-laki sebagai subjek karena maskunilitas dari seorang laki-laki dan keadaan biologis yang dianggap mendukung adanya inter-sebujektif pada laki-laki. Kontribusi penelitian ini adalah penggunakan feminisme eksistensialis sebagai <em>anti-thesis</em> maskulinitas laki-laki dengan menerapkan pada kondisi empiris perempuan. Penelitian ini menggunakan metode etnografi feminis yaitu menggabungkan <em>ethnographic interview </em>dan <em>participant observations. </em>Fokus penelitian ini terletak pada <em>class struggle</em><em> </em>kaum perempuan untuk mempertahankan eksistensialnya meskipun harus mengambil resiko pekerjaan yang tinggi dan resiko tertular virus COVID-19 akibat mobilitas yang tinggi. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan reduksi data, <em>display </em>data, verifikasi data dan triangulasi data. Hasil menunjukkan bahwa kaum perempuan bekerja sebagai <em>driver online</em><em> </em>untuk menjadi subjek bagi dirinya sendiri sekaligus berperan sebagai pencari nafkah dan ibu rumah tangga dalam kondisi pandemi COVID-19. Perjuangan perempuan dalam pandemi COVID-19 meruntuhkan stigma sosial masyarakat yang seringkali menjadikan mereka sebagai objek.</p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 119
Author(s):  
Khoniq Nur Afiah ◽  
Rofah Rofah

<p><em>This study aims to determine the romanticism of the mother's role and the stigma housewives, and working mothers receive. Romance towards the role of the mother often has an unfavorable impact on the mother's condition. Besides romance, stigma is also born and accepted by housewives and working mothers. The stigma continues and impacts the condition and vulnerability of a mother. This research is descriptive qualitative research and analyzed by feminist theory about mothers. The study results stated that the romanticism of the mother's role affected the workload received. This study opens a view about the need for efforts to solve the problem of romanticism in the role of mothers. It is necessary because it is helpful to prevent the occurrence of adverse effects on the condition of the mother's vulnerability. This study also found four stigmas received by working mothers and housewive such as Bachelors who only become full-time mothers, housewives: working spends husband's money, working mothers: never have time to educate children, working mothers: children are entrusted to grandmother, be a grandma's child, housewive are clumsy. Housewive enjoy life because they relax, career women like hanging out, and working mothers have minimal knowledge of kitchen and parenting matters. The two points above are important points that became the findings in this study. housewife: work spends husband's money, working mother: never has time to educate children, working mother: grandmother leaves children, be grandma's child, housewive are clumsy. Housewive enjoy life because they relax, career women like hanging out, and working mothers have minimal knowledge of kitchen and parenting matters. The two points above are important points that became the findings of this study.</em></p><p> </p><p>Penelitian ini memiliki tujuan guna mengetahui romantisme peran ibu dan stigma yang diterima oleh ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Romantisme terhadap peran ibu sering memberikan dampak yang kurang baik terhadap kondisi ibu. Selain romantisme, Stigma juga lahir dan diterima oleh ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja. Stigma tersebut terus diproduksi dan memberikan dampak terhadap kondisi dan kerentanan seorang ibu. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dan dianalisis dengan teori feminis tentang ibu. Hasil penelitian menyatakan bahwa romantisme peran ibu memberikan efek terhadap beban kerja yang diterima. Penelitian ini membuka pandangan mengenai perlunya upaya-upaya yang bisa menyelesaikan persoalan mengenai romantisme terhadap peran ibu. Hal tersebut diperlukan, sebab berguna untuk menghambat terjadinya dampak buruk terhadap kondisi kerentanan ibu. Penelitian ini juga menemukan empat stigma yang diterima ibu bekerja dan ibu rumah tangga seperti:  Sarjana <em>kok </em>yang hanya menjadi <em>fulltime mom</em>, ibu rumah tangga: bekerja menghabiskan uang suami, ibu bekerja:  tidak pernah memiliki waktu untuk mendidik anak, ibu bekerja: anak dititipkan nenek, jadilah anak nenek, ibu rumah tangga itu kucel. Ibu rumah tangga enak hidupnya karena hanya santai-santai, wanita karir emang hobinya nongkrong, dan ibu bekerja memiliki pengetahuan yang minim terhadap urusan dapur dan pengasuhan. Dua poin diatas menjadi poin penting yang menjadi temuan dalam penelitian ini.</p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 131
Author(s):  
Rohimi Rohimi

<p><em>In this study, researchers examined the role of the Village Care for Migrant Workers (Desbumi) program in mentoring female migrant workers in Darek Village, Praya Barat Daya District, Central Lombok Regency. This research is field research with data collection steps, namely interviews, documentation and observation. Therefore, this research aims o find out female migrant worker assistance patterns through the Desbumi program in Darek Village, Praya Barat Daya District, Central Lombok Regency. The results and discussion in this study are that the Desbumi program has three roles. First. Information center provides information to migrant workers about safe and legal migration (safety migrations). Second is the mobility data center, which assists prospective migrant workers in arranging migration filings at the village office. Third, the center for case advocacy, namely the role in providing protection and assistance to migrant workers who experience problems abroad.</em> <em>Meanwhile, the pattern of assisting female migrant workers in the Desbumi program approach is namely. First, pre-work mentoring, namely conducting socialization to the community by bringing migration flyers that have been given by Migrant Care and from the BNP2TKI office in Central Lombok Regency. It then provides an opportunity for people to ask questions about safe migration. Second, after work assistance, the Desbumi program can carry out consolidation and integration with Migrant Care, PPK and BNP2TKI if they encounter problems with migrant workers abroad. Furthermore, they confirm through social media with the Desbumi program in Darek Village, Praya Barat Daya District, Central Lombok Regency. Third, post-work mentoring, where former migrant workers are empowered in the village with various empowerment approaches. These approaches included making crackers, chips, sewing training and soft skills activities supported by the village government, Migrant Care, the Mataram City Panca Karsa Association (PPK), and BNP2TKI Central Lombok Regency </em></p><p> </p><p>Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji peran dari program Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) dalam pendampingan buruh migrant perempuan di Desa Darek Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan langkah pengumpulan data yakni wawancara, dokumentasi dan observasi. Oleh karenaitu, tujuan dalam penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimana pola pendampingan buruh migrant perempuan melalui program Desbumi di Desa Darek Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah. Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini yakni, bahwasannya program Desbumi memiliki tiga peran seperti. Pertama. Pusat Informasi yakni untuk memberikan informasi pada buruh migrant tentang bermigrasi yang aman yang legal. Kedua, pusat data mobilitas yakni untuk membantu calon buruh migrant mengurus pemberkasan migrasi di kantor desa. Ketiga, pusat advokasi kasus yakni peran dalam memberikan perlindungan dan pendampingan pada buruh migran yang mengalami permasalahan di luar negeri. Sedangkan pola pendampingan buruh migrant perempuan dalam pendekatan program Desbumi yakni. Pertama, pendampingan sebelum bekerja yakni melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan membawa pamphlet migrasi yang sudah diberikan oleh pihak Migrant Care serta dari kantor BNP2TKI Kabupaten Lombok Tengah. Kemudian memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bertanya tentang migrasi yang aman. Kedua, pendampingan setelah bekerja yakni program Desbumi dapat melakukan dengan konsolidasi dan integrasi dengan Migran Care, PPK dan BNP2TKI jika menerima problematika buruh migran di luar negeri, dan melakukan konfirmasi melalui media social dengan adanya program Desbumi di Desa Darek Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah. Ketiga, pendampingan purna bekerja yakni mantan buruh migrant diperdayakan di desa dengan berbagai pendekatan pemberdayaan yakni pembuatan kerupuk, keripik, pelatihan menjahit dan kegiatan soft skill yang di dukung oleh pemerintah desa, pihak Migran Care, pihak Perkumpulan Panca Karsa (PPK) Kota Mataram, dan BNP2TKI Kabupaten Lombok Tengah. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji peran dari program Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) dalam pendampingan buruh migrant perempuan di Desa Darek Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan langkah pengumpulan data yakni wawancara, dokumentasi dan observasi. Oleh karenaitu, tujuan dalam penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimana pola pendampingan buruh migrant perempuan melalui program Desbumi di Desa Darek Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah. Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini yakni, bahwasannya program Desbumi memiliki tiga peran seperti. Pertama. Pusat Informasi yakni untuk memberikan informasi pada buruh migrant tentang bermigrasi yang aman yang legal. Kedua, pusat data mobilitas yakni untuk membantu calon buruh migrant mengurus pemberkasan migrasi di kantor desa. Ketiga, pusat advokasi kasus yakni peran dalam memberikan perlindungan dan pendampingan pada buruh migran yang mengalami permasalahan di luar negeri. Sedangkan pola pendampingan buruh migrant perempuan dalam pendekatan program Desbumi yakni. Pertama, pendampingan sebelum bekerja yakni melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan membawa pamphlet migrasi yang sudah diberikan oleh pihak Migrant Care serta dari kantor BNP2TKI Kabupaten Lombok Tengah. Kemudian memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bertanya tentang migrasi yang aman. Kedua, pendampingan setelah bekerja yakni program Desbumi dapat melakukan dengan konsolidasi dan integrasi dengan Migran Care, PPK dan BNP2TKI jika menerima problematika buruh migran di luar negeri, dan melakukan konfirmasi melalui media social dengan adanya program Desbumi di Desa Darek Kecamatan Praya Barat Daya Kabupaten Lombok Tengah. Ketiga, pendampingan purna bekerja yakni mantan buruh migrant diperdayakan di desa dengan berbagai pendekatan pemberdayaan yakni pembuatan kerupuk, keripik, pelatihan menjahit dan kegiatan soft skill yang di dukung oleh pemerintah desa, pihak Migran Care, pihak Perkumpulan Panca Karsa (PPK) Kota Mataram, dan BNP2TKI Kabupaten Lombok Tengah. </p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 184
Author(s):  
Harisa Ninda Siti Ramadhany ◽  
K. Y.S. Putri

<p class="abstrak"><em>Social media is used to express someone's personal image and connect with anyone. Not only that, many people play social media to display their advantages. So it is undeniable that everyone can compare each other like physical insults or body shaming like social media. This study aimed to determine whether there is an effect of body shaming on Instagram on the trust of female students in the Communication Studies program, State University of Jakarta. The method used in this study is a quantitative method with an explanatory format. The researcher collected data using a questionnaire distributed through a link to 37 respondents, and the sampling technique used was a simple random sampling technique. The results of this study indicate an effect of body shaming on Instagram on female students' self-confidence. The regression coefficient value obtained in this study is Y= 22.788 + 0.285X with a significance level of 0.000 less than 0.05, so it can be concluded that the X variable affects the Y variable. Body shaming on Instagram on female students' self-confidence by 6.9% with a shallow category and the rest is influenced by other things outside of this study, such as the psychological component.</em><strong><em></em></strong></p><p class="abstrak"> </p><p class="abstrak">Media sosial digunakan sebagai wadah untuk mengekspresikan diri dan berhubungan dengan siapapun itu. Tak hanya itu, banyak orang yang memainkan media sosial hanya untuk memajang kelebihannya. Sehingga tak bisa dipungkiri, layaknya media sosial, setiap orang pasti bisa membandingkan satu sama lain seperti penghinaan fisik atau <em>body shaming</em>. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh <em>body shamming</em> di Instagram terhadap kepercayaan mahasiswi di program studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta. Metode yang idigunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan format <em>explanatory</em>. Peneliti mengumpulkan data menggunakan kuesioner yang disebarkan melalui <em>link</em> kepada 37 responden dan Teknik penentuan sampel menggunakan Teknik <em>simple random sampling</em>. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh <em>body shaming</em> di <em>Instagram</em> terhadap kepercayaan diri mahasiswi, nilai koefisien regresi yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Y= 22,788 + 0,285 X dengan tingkat signifikans 0,000 lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel X berpengaruh terhadap variabel Y. Angka tersebut menunjukkan bahwa pengaruh <em>body shaming</em> di <em>Instagram</em> terhadap kepercayaan diri mahasiswi sebesar 6,9% dengan kategori sangat rendah dan selebihnya dipengaruhi oleh hal-hal lain di luar dari penelitian ini, seperti komponen psikologi</p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 172
Author(s):  
Fairuz Salsabila ◽  
Nurus Sa'adah

<p class="abstrak"><em>COVID-19 is not over yet. This long-lasting pandemic certainly impacts teenagers, including the intensity of the use of gadgets in adolescents to increase and trigger boredom to trigger stress in adolescents. To overcome this, the thing that teenagers do is do their favorite activities. In this study, the author explains teenagers' favorite activities in class XI IPA at SMA X South Lampung during the pandemic concerning the theory of symbolic interaction. This research uses descriptive qualitative with data collection techniques through observation, interviews, and documentation. The study's result shows that the dominant and favorite activity of teenagers during the COVID-19 pandemic is playing with their gadgets by browsing social media such as Instagram, Facebook, youtube, and others. There are other favorite activities, which are physical activities such as volleyball, soccer, and marathons in addiction, as well as activities that contain religious elements such as reading the Qur'an and reading Islamic novels. Thus, teenagers' favorite activities are essential and for teenagers so that they can develop their potential.</em></p><p class="abstrak"> </p><p>COVID-19 belum berakhir. Pandemi yang berlangsung lama ini tentu membawa dampak bagi remaja, di antaranya intensitas penggunaan gawai pada remaja menjadi meningkat dan memicu timbulnya rasa bosan hingga memicu terjadi stress pada remaja. Untuk mengatasi hal tersebut, hal yang dilakukan remaja yakni melakukan kegiatan favoritnya. Dalam penelitian ini penulis menjelaskan kegiatan favorit apakah yang dilakukan remaja kelas XI IPA 5 di SMA X Lampung Selatan pada masa pandemi dalam kaitannya dengan teori interaksi simbolik. Adapun metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang dominan dan menjadi favorit remaja pada masa pandemi COVID-19 ini ialah bermain dengan gawainya dengan menelusuri media sosial seperti instagram, facebook, youtube, dan lainnya. Di samping itu masih ada kegiatan favorit lain, yakni kegiatan fisik atau berolahraga seperti olahraga volly, sepak bola dan marathon. serta kegiatan yang mengandung unsur keagamaan seperti membaca Al-Qur’an dan membaca novel Islami. Dengan demikian, kegiatan favorit remaja merupakan hal yang penting dan bagi remaja sehingga mereka mampu mengembangkan potensi dirinya.</p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 106
Author(s):  
Jenny Rahayu Afsebel Situmorang ◽  
Vinita Susanti

<p><em>Women (wives) is the most hidden victim of marital rape. Regarding this issue, we argue that women victims need victim assistance to prevent secondary victimization. This article is based on a literature review with a qualitative approach. Turning to marital rape cases in Indonesia, women's victims get harmful impacts in physiological and physical.</em><em> </em><em>Women victims of marital rape in Tanjung</em><em> </em><em>Priok, Bali, Pasuruan, and "L" are some of them. We conclude that the government and other stakeholders need to provide victim assistance for women victims of marital rape in mental and physical health, legal services (advocacy), economic empowerment, campaign, and particular public services spaces. The first thing to do is mental and physical health, but the next part, like legal services, is essential to prevent secondary victimization. Therefore, campaign to build awareness from society is essential to prevent stigmatization for women victims of marital rape. Finally, to implementing the role of victim assistant to prevent secondary victimization in marital rape cases needs unity for people by people and institution by institution. It is needed the same standpoint about marital rape.</em><em> </em><em></em></p><p> </p><p class="abstrak">Perempuan (secara khusus istri) merupakan korban tersembunyi dari pemerkosaan dalam pernikahan (<em>marital rape). </em>Menanggapi hal tersebut, menjadi penting untuk mempertimbangkan peran pendampingan korban atau <em>victimassistance </em>untuk menghindari viktimisasi sekunder (<em>secondary victimization). </em>Adapun artikel ini berdasarkan penelusuran literatur (<em>literature review) </em>dengan pendekatan kualitatif. Mengacu pada kasus <em>marital rape </em>yang dialami perempuan (istri) di Indonesia, maka hal tersebut berdampak buruk secara fisik maupun psikologis. Perempuan di Tanjung Priok, Bali, Pasuruan dan “L” merupakan contoh korban <em>marital rape. </em>Kesimpulan tulisan ini yaitu mendorong pemerintah dan pihak terkait agar segera menyediakan layanan pendampingan perempuan korban <em>marital rape </em>secara fisik, psikologis, bantuan hukum, pemberdayaan ekonomi, kampanye dan layanan di ruang publik. Hal yang pertama dilakukan adalah pendampingan layanan fisik dan mental. Kemudian, membangun kesadaran publik agar perempuan korban <em>marital rape </em>tidak distigmatisasi. Akhirnya, untuk menerapkan peran <em>victimassistant </em>sebagai pencegahan <em>secondary victimization </em>bagi perempuan korban <em>marital rape </em>membutuhkan kesatuan dari berbagai pihak dan lembaga. Persepektif yang sama terkait <em>marital rape </em>jelas dibutuhkan.</p><br /><br />


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 159
Author(s):  
Mutia Kahanna

<div><em><em>This study aims to determine the effectiveness of women's leadership in the digital era where there is still controversy in society. The method used in this research is a systematic literature review based on theoretical studies from a search of journals, books and papers both on a national and international scale. The data collection technique was carried out by collecting several previous studies to answer problems related to the effectiveness of women's leadership in the digital era. Furthermore, previous research was compiled, analyzed, and concluded to obtain conclusions regarding the effectiveness of women's leadership in the digital era. This study shows that women are effective in becoming leaders because they have a responsible, caring attitude and are ready to face any challenges that exist, including in the digital era, without putting aside their domestic role.</em></em></div><div><em><br /></em></div><div><p class="abstrak">Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi di lapangan bahwa perempuan kurang efektif menjadi seorang pimpinan di era digital. Perempuan dinilai kurang mampu mengendalikan roda kepemimpinan dalam hal tanggung jawab, kepedulian dan kesiapan dalam menghadapi tantangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kepemimpinan perempuan di era digital yang mana masih ada kontroversi dimasyarakat. Novelti dari penelitian ini mampu meningkatkan keefektifan perempuan dalam memimpin sebuah organisasi di era digital ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur berdasarkan kajian teoritis dari penelusuran jurnal, buku dan makalah baik skala nasional maupun internasional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan beberapa penelitian terdahulu untuk menjawab permasalahan terkait efektivitas kepemimpinan perempuan di era digital. Selanjutnya penelitian terdahulu dikompilasi, dianalisis dan disimpulkan sehingga didapatkan kesimpulan mengenai efektivitas kepemimpinan perempuan di era digital. Hasil penelitian ini adalah perempuan efektif menjadi pemimpin karena memiliki sikap bertanggungjawab, peduli dan siap menghadapi setiap tantangan-tantangan yang ada termasuk di era digital tanpa mengenyampingkan peran domestiknya.</p></div><p class="abstrak" align="center"> </p>


2021 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 193
Author(s):  
Muhammad Nabiel

<p class="abstrak"><em>The Sustainable Development Goals (SDGs) goal is to support an inclusive and sustainable economy, a full and productive workforce, decent work for all, and gender activities. In 2020, West Sumatra Province was one of the provinces with the 4th highest Gender Development Index (GDI) in Indonesia and was the highest GDI in Sumatra Island. However, West Sumatra’s economic growth tends to decline in the 2017-2020 period. Several studies have shown a positive relationship between gender and economic growth. Therefore, this study aims to get an overview of gender in education, economy, and technology and find information about gender on economic growth in West Sumatra Province for the 2017-2020 period. This study uses panel data regression analysis based on the National Socio-Economic Survey (SUSENAS) data for 2017-2020. The results show that gender in the economic and technological fields has generally decreased in 2017-2020. Gender equality in education, represented by the average length of schooling for women to men, has a significant negative effect. On the other hand, in the health sector, which is represented by the ratio of life expectancy of women to men, it has a significant positive effect on economic growth.</em></p><p class="abstrak"> </p><p class="abstrak">Salah satu tujuan <em>Sustainable Development Goals </em>(SDGs) adalah mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif, pekerjaan yang layak untuk semua, dan kesetaraan gender. Pada tahun 2020 Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan nilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) tertinggi ke-4 di Indonesia dan merupakan IPG tertinggi di pulau Sumatera. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat cenderung mengalami penurunan dalam periode 2017-2020. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara kesetaraan gender dengan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu penelitian ini bertujuan melihat gambaran umum terkait kesetaraan gender pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan teknologi serta menganalisis pengaruh kesetaraan gender terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Barat periode 2017-2020. Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) periode 2017-2020. Hasil penelitian menunjukkan secara umum kesetaraan gender pada bidang ekonomi dan teknologi mengalami penurunan pada periode 2017-2020. Kesetaraan gender pada bidang pendidikan yang dalam penelitian ini diwakilkan oleh rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki signifikan berpengaruh negatif. Sebaliknya kesetaraan dalam bidang kesehatan yang diwakilkan dengan rasio angka harapan hidup perempuan terhadap laki-laki signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.</p><p><em><br /></em><em></em></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Mukhlis Arifin

<p><em>The issue of gender equality is still a problem attached to the Japanese economic, social, political, and cultural system. The movement for Japanese liberation efforts and strived since the middle of the twentieth century is still stagnating. This problem remains inseparable from how stakeholders maintain a conservative thought. Women in the domestic sphere and women are the person who does not have the capacities as men are still the basis for reason. This paper will review how gender inequality is still a severe issue that needs to be fought for in the twenty-first century.</em></p><p class="abstrak"><span lang="EN-US">Isu kesetaraan gender masih berupa permasalahan yang erat melekat dalam sistem ekonomi, sosial, politik dan budaya Jepang. Pergerakan upaya liberasi Jepang yang telah diperjuangkan sejak pertengahan abad ke dua puluh sampai saat ini masih mengalami stagnansi. Keberlanjutan isu ini tidak terlepas dari bagaimana sebuah konstruksi berpikir konservatif tetap dipertahankan oleh pemangku kepentingan. Perempuan dengan ranah domestik dan perempuan tidak memiliki kapasitas yang mumpuni daripada laki-laki masih menjadi dasar berpikir dalam permasalahan ini. Tulisan ini akan mengulas bagaimana isu ketimpangan gender masih merupakan isu serius yang perlu diperjuangkan di abad ke dua puluh satu.</span></p>


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 11
Author(s):  
Addi Arrahman

<p><em>Weaving handicrafts became the motor Minangkabau's economy at the beginning of the 20th. It encouraged the establishment of weaving centers, such as Amai Setia (1911) and Andeh Setia (1912). Amai Setia handicrafts' are still standing strong nowadays, while Andeh Setia is thus no longer known by the people of Sulit Air today. This paper uses the social history approach and exposes the history of the emergence and fall of Andeh Setia as an economic movement in Sulit Air. The establishment of Andeh Setia is inseparable from the role of ninik mamak and women in Sulit Air. Andeh Setia's success was ultimately drowned due to the loss of driving figures, the reduction in women's interest in weaving crafts, and the overflow of merantau. This finding also suggests that the economic independence of the people in Sulit Air, depends heavily on the role of </em>perantau<em>. This situation is thus an obstacle to the realization of economic independence. </em></p><p> </p><p>Kerajinan tenun menjadi penggerak perekonomian di Minangkabau pada awal ke-20. Ini mendorong terbentuknya pusat kerajaninan tenun, seperti Amai Setia (1911) dan Andeh Setia (1912). Kerajinan Amai Setia hingga saat ini masih dapat ditemukan, sedangkan Andeh Setia justeru tidak dikenal lagi oleh masyarakat Sulit Air hari ini. Padahal, pada tahun 1912, kualitas tenun Andeh Setia sangat diminati pasar. Itulah sebabnya, Andeh Setia menjadi penggerak ekonomi perempuan di Sulit Air. Artikel ini juga menemukan bahwa sebab hilangnya Andeh Setia adalah karena kehilangan tokoh penggerak, menurunnya minat kaum perempuan terhadap kerajinan tenun, dan menguatnya arus merantau.</p><p> </p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document