scholarly journals Prevalensi Kristal Urat dalam Urin pada Subjek Dewasa Muda Berat Badan Lebih dan Obes

2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
Author(s):  
Tierza C. H. Tedjo ◽  
Glady I. Rambert ◽  
Arthur E. Monga

Abstract: Overweight and obese are conditions in which abnormal fat is accumulated in the body that may cause health problems. According to WHO, especially in the Asia-Pacific region, the BMI ≥23kg/m is considered overweight and ≥25kg/m is considered obese. This study was aimed to evaluate whether urate crystals were found in the urine of young adults with overweight and obese. This was an observational and descriptive study. Samples were chosen by using non-probability sampling with consecutive sampling type. The results showed that there were 60 young adults as subjects, consisting of 24 males (40%) dan 36 females (60%). There were 22 overweight subjects (36.7%), 24 obese-1 subjects (40%), and 14 obese-2 subjects (23.3%). Of 60 subjects, urine amorph crystals were found in 32 subjects (58.3%) meanwhile oxalate calcium crystals were found in 12 subjects (20%). In conclusion, among young adults with overweight and obese, the prevalence of urine amorph urate crystal was 58.3% and of urine oxalate calcium crystal was 20%.Keywords: overweight, obese, urine crystal, amorphous urate crystal, calcium oxalate crystal Abstrak: Berat badan lebih dan obes adalah keadaan akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut WHO, khususnya untuk area Asia-Pasifik, seseorang dikatakan tergolong berat badan lebih jika IMT-nya ≥23kg/m2 dan obes jika ≥25kg/m. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi adanya kristal urat dalam urin dewasa muda dengan berat badan lebih dan obes. Jenis penelitian ialah deskriptif observasional. Sampel diperoleh dengan menggunakan non-probability sampling jenis consecutive sampling. Hasil penelitian menda-patkan sebanyak 60 dewasa muda yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, terdiri dari 24 orang laki-laki (40%) dan 36 orang perempuan (60%). Di antaranya terdapat 22 orang (36,7%) berat badan lebih, 24 orang (40%) obes 1, dan 14 orang (23,3%) obes 2. Dari 60 subyek, ditemukan kristal urat amorf pada 32 orang (58,3%) dan kalsium oksalat pada 12 orang (20%). Simpulan penelitian ini ialah pada dewasa muda dengan berat badan lebih dan obes, prevalensi kristal urat amorf urin sebesar 58,3% dan kristal kalsium oksalat urin sebesar 20%.Kata kunci: berat badan lebih, obes, kristal urin

2016 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Satrio Z. Tuah ◽  
Arthur E. Mongan ◽  
Mayer F. Wowor

Abstract: Tuberculosis (TB) is a chronic contagious infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis with several clinical manifestations and treatment with nephrotoxic drug regimen. This situation affects the kidney function to maintain acid-base balance of the body through urine excretion. This study aim to describe urine pH in adult tuberculosis patients in Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. This was an observational descriptive study with samples taken by non-probability sampling, consecutive sampling types to get the urine of all tuberculosis adult patients with specified period and criteria. From 30 adult patients with pulmonary tuberculosis are inpatient and outpatient, showed the average pH of the urine in patients with pulmonary tuberculosis without comorbidities was 6.2 and in pulmonary tuberculosis patients with comorbidities was 6.4. Conclusion: The urine pH in adult pulmonary tuberculosis in RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado with or without comorbidities are normal.Keywords: urine pH, urinalysis, tuberculosis. Abstrak: Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronik menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan beragam manifestasi klinis dan pengobatan yang menggunakan resimen obat nefrotoksik. Keadaan ini mempengaruhi ginjal dalam fungsinya untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh melalui ekskresi urin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pH urin pada pasien tuberkulosis dewasa di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dan sampel diambil dengan cara non-probability sampling jenis consecutive sampling untuk mendapatkan urin dari semua pasien tuberkulosis dewasa dalam kurun waktu dan kriteria yang ditentukan. Dari 30 pasien tuberkulosis paru dewasa rawat inap dan rawat jalan, menunjukkan rerata pH urin pada pasien tuberkulosis paru tanpa penyakit penyerta adalah 6,2 dan pada pasien tuberkulosis paru dengan penyakit penyerta adalah 6,4. Simpulan: Gambaran pH urin pada penyakit tuberkulosis paru dewasa di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan atau tanpa penyakit penyerta adalah normal. Kata kunci: pH urin, urinalisis, tuberkulosis


2019 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
Author(s):  
Nunung Karmila ◽  
Arthur E. Mongan ◽  
Glady I. Rambert

Abstract: Hyperemesis gravidarum could cause weight loss of more than 5%, dehydration, and electrolyte loss. In this condition the body will metabolize fat, therefore, there is an increase in ketone level in the blood (ketosis) which can deplete the body's base reserve and cause acidosis as well as ketones in the urine (ketonuria). In some cases it can cause fetal death or even the mother. This study was aimed to obtain the description of urinary ketone in primigravids in first trimester with hyperemesis gravidarum in Manado. This was an observational descriptive study with a cross sectional design. Urine samples were taken by using non-probability sampling with consecutive sampling. The results showed 10 primigravids in first trimester with hyperemesis treated at Sitti Maryam Islamic Hospital Manado during November-December 2018. Based on the laboratory tests performed on all subjects, there were 3 primigravids (30%) who had ketonuria. Conclusion: Some primigravids in first trimester with hyperemesis gravidarum had ketonuria.Keywords: primigravids, first trimester, hyperemesis, ketonuria Abstrak: Pada hiperemesis gravidarum dapat terjadi penurunan berat badan hingga lebih dari 5%, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Pada keadaan ini tubuh akan memetabolisme lemak sehingga terjadi peningkatan kadar keton dalam darah (ketosis) yang dapat menghabiskan cadangan basa tubuh dan menyebabkan asidosis serta terdapatnya keton dalam urin (ketonuria). Pada beberapa kasus dapat terjadi kematian janin maupun ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keton urin pada primigravida trimester I dengan hiperemesis gravidarum di Kota Manado. Jenis penelitian ialah deskriptif observasional dengan desain potong lintang. Sampel urin diambil dengan cara non-probability sampling jenis consecutive sampling. Hasil penelitian mendapatkan subyek penelitian yang terdiri dari 10 primigravida trimester 1 dengan hiperemesis yang dirawat di RS Islam Sitti Maryam Manado selama bulan November-Desember 2018. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dari 10 subyek (100%) terdapat 3 primigravida (30%) yang mengalami keton-uria. Simpulan: Sebagian primigravida trimester I dengan hiperemesis gravidarum mengalami ketonuria.Kata kunci: primigravida, trimester 1, hiperemesis, ketonuria


2016 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Nur Azizah Idris ◽  
Arthur E. Mongan ◽  
Maya F. Memah

Abstract: Calcium is the largest mineral in the body and is necessary in most biological processes. The body's calcium levels are influenced by a variety of renal disorders, one of which is chronic kidney disease. Chronic kidney disease is a pathophysiological process with diverse etiology, resulting in a progressive decline in renal function, and generally end up with kidney failure (stage 5 / end stage). This study aims to describe the levels of calcium in patients with non dialysis stage 5 chronic kidney disease. The method used in this study was a descriptive study conducted from December 2015-January 2016 at two hospitals, Prof. Dr. R. D Kandou hospital and Advent Teling hospital in Manado. The samples were blood samples of all patients with non-dialysis CKD stage 5 in the period and criteria set determined by non-probability sampling types consecutive sampling. Examination serum calcium using O-Cresolphthalein Complexon method. The result obtained 22 (62.9%) were decreased calcium levels (hypocalcemia), 12 (34.3%) calcium levels nomal and 1 (2.9%) with increased levels of calcium (hypercalcemia). The results of this study concluded that most of the non-dyalisis stage 5 chronic kidney disease patients (62,9%) were decline in calcium levels.Keywords: calcium, chronic kidney disease stage 5, non dialysisAbstrak: Kalsium sangat penting karena merupakan mineral terbanyak dalam tubuh dan diperlukan pada sebagian besar proses biologis. Kadar kalsium tubuh dipengaruhi oleh berbagai gangguan ginjal, salah satunya penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (stadium 5/end stage). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar kalsium pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif cross sectional dilakukan sejak Desember 2015-Januari 2016 di dua rumah sakit yaitu RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan Rumah Sakit Advent Manado. Sampel penelitian adalah sampel darah dari semua pasien PGK stadium 5 non dialisis dalam kurun waktu dan kriteria yang telah ditentukan dengan cara non-probability sampling jenis consecutive sampling. Pemeriksaan kalsium serum dengan metode O-Cresolphthalein Complexon. Hasilnya didapatkan 22 orang (62,9%) yang mengalami penurunan kadar kalsium (hipokalsemia), 12 orang (34,3%) kadar kalsium nomal dan 1 orang (2,9%) dengan peningkatan kadar kalsium (hiperkalsemia). Kesimpulannya sebagian besar terjadi penurunan kadar kalsium (62,9%) pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis.Kata kunci: kalsium, penyakit ginjal kronik stadium 5, non dialisis


Nutrients ◽  
2021 ◽  
Vol 13 (7) ◽  
pp. 2329
Author(s):  
Christine Bergman ◽  
Yuan Tian ◽  
Andrew Moreo ◽  
Carola Raab

The obesity pandemic is associated with increased consumption of restaurant food. Labeling of menus is an intervention used to provide consumers with kilocalorie (calorie) information in hopes of them making healthier food choices. This study evaluated the relationship between young adults’ calorie choices on restaurant menus and menu design, dietary behaviors, and demographic characteristics. A 3 (fast-casual restaurants) × 4 (menu-designs based on menu engineering theories) between-subjects (n = 480, 18–24-year olds) experimental design was used. The relationship between the participants’ calorie choices (high versus low) and menu design, stage of change, gender, race, educational level and weight status was evaluated using logistic regression. All independent variables had at least one category that had greater odds (CI 95% ± 5%) of subjects choosing a lower calorie entree, except education level and race/ethnic group. Normal weight and overweight subjects had greater odds of choosing lower calorie entrees than those that were obese. In addition, subjects that had started to control their calorie intake for less than six months or had sustained this change for at least six months, had greater odds of choosing lower calorie entrees compared to others. Including a green symbol and calories on fast casual restaurant menus may influence some young adults to choose lower calorie entrees.


Author(s):  
Dinar Mutiara ◽  
Andri Andrian Rusman ◽  
Rizky Sukma Ruhimat

Stunting adalah suatu keadaan tinggi badan menurut umur (TB/U) seseorang yang tidak sesuai dengan umur dan merupakan indikator dari malnutrisi pada anak usia dini. Seseorang dikatakan stunting bila z-score indeks TB/U atau PB/U-nya kurang dari (-2) standar deviasi berdasarkan World Health Organization-Multicentre Growth Reference Study (WHO-MGRS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stunting dengan karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan BBLR), asupan zat gizi (asupan zat besi dan protein), dan anemia pada anak batita di wilayah Puskesmas Cibeber. Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik secara potong lintang. Pengumpulan sampel diambil dengan cara non-probability sampling, yaitu menggunakan metode consecutive sampling pada bulan Januari - Februari 2021 dan diperoleh 32 sampel. Instrumen yang digunakan berupa alat ukur tinggi badan, hemoglobinometer, dan lembar food recall 2 x 24 jam. Hasil uji statistik kai kuadrat didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi dengan kejadian stunting pada batita, yaitu asupan protein dengan nilai p= 0,012 dan asupan zat besi dengan nilai p=0,028. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada jenis kelamin dengan nilai p= 0,476, BBLR dengan nilai p= 0,365, dan anemia dengan nilai p= 0,288 dengan kejadian stunting pada anak batita. Kesimpulan pada penelitian ini setelah dilakukan uji bivariat adalah faktor asupan zat gizi yang berupa asupan zat besi dan protein memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak batita. Pemenuhan kebutuhan gizi batita sangat dibutuhkan untuk mencegah stunting sehingga proses perkembangan anak batita dapat berjalan sesuai dengan tahapannya.


Jurnal JKFT ◽  
2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 62
Author(s):  
Popy Irawati ◽  
Arif Firmansyah

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Tujuan Peneitian Untuk mengetahui factor- dukungan keluarga  yang berhubungan dengan kepatuhan dalam menjalankan diet pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Cipondoh Kota Tangerang-Banten. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes millietus sebanyak 86 responden. Teknik pengambilan sampel yang dipilih secara non probability sampling yaitu pemilihan sampel yang tidak dilakukan secara acak. Dengan teknik Consecutive Sampling. Hasil uji chi-square dengan menunjukan p value α 0,01 sehingga Ha diterima bahwa terdapat hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet pada pasien Diabetes Militus. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus.


Pathogens ◽  
2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 111 ◽  
Author(s):  
Filgueira ◽  
Lannes

Japanese encephalitis virus (JEV) is an emerging flavivirus of the Asia-Pacific region. More than two billion people live in endemic or epidemic areas and are at risk of infection. Recently, the first autochthonous human case was recorded in Africa, and infected birds have been found in Europe. JEV may spread even further to other continents. The first section of this review covers established and new information about the epidemiology of JEV. The subsequent sections focus on the impact of JEV on humans, including the natural course and immunity. Furthermore, new concepts are discussed about JEV’s entry into the brain. Finally, interactions of JEV and host cells are covered, as well as how JEV may spread in the body through latently infected immune cells and cell-to-cell transmission of virions or via other infectious material, including JEV genomic RNA.


2020 ◽  
Vol 50 (6) ◽  
pp. 1013-1019
Author(s):  
Fatemeh Ghannadiasl

Purpose The elevated white blood cells (WBCs) count has been reported to be a predictor of cardiovascular diseases, diabetes, hypertension and metabolic syndrome. This study aims to determine the associations between WBCs count and obesity in apparently healthy young adults. Design/methodology/approach In this cross-sectional study, the authors evaluated the body mass index (BMI) in 392 apparently healthy young adults of both sexes. The WBCs count was measured using standard counter techniques. The inclusion criteria were the agreement to participate in the study, between 18 and 25 years of age, lack of self-reported diseases such as cardiovascular diseases, hypertension, kidney and infectious diseases. Findings According to the BMI classification, underweight and overweight or obesity were observed in 14.58 and 11.48 per cent of young adults, respectively. The mean WBC was 6.5 ± 1.5 (×10³ cells/µL). Higher values of WBCs were found in women than in men (p = 0.02). The young adults with higher BMI had a higher WBCs count. There was a positive correlation between WBCs count and weight and BMI (r = 0.19 and r = 0.22, p < 0.001, respectively). Research limitations/implications This research was a cross-sectional study. Future studies are suggested using longitudinal studies to examine more relationships between obesity and WBCs count in apparently healthy young adults. Practical implications The results of this study provide evidence for weight management in this age group to reduce diseases associated with increased WBCs count. Originality/value The WBCs count was related to increasing levels of BMI per cent 2 C even in the normal range.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document