Jurnal Manusia dan Lingkungan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

146
(FIVE YEARS 30)

H-INDEX

4
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Gadjah Mada

2460-5727, 0854-5510

2020 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
pp. 76
Author(s):  
Urfa Adzkia ◽  
Indung Sitti Fatimah

AbstrakJakarta Timur adalah kota administrasi terluas di provinsi DKI Jakarta. Laju pembangunan kota yang semakin meningkat menyebabkan daya tampung dan daya dukung lingkungan kota semakin menurun sehingga memicu timbulnya permasalahan sosial, ekosistem lingkungan daratan maupun akuatik. Lanskap sempadan Sungai merupakan aspek penting dari konstruksi lanskap perkotaan. Lanskap sempadan Sungai Cipinang memiliki fungsi ekologis, estetika dan sosial. Masyarakat merupakan kunci bagi terciptanya kehidupan sosial yang berkelanjutan dalam sebuah taman lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di taman lingkungan perlu adanya keterlibatan masyarakat sekitar dengan mempelajari preferensi masyarakat sekitar terhadap taman. Oleh karena itu, dibutuhkan desain taman lingkungan berdasarkan preferensi masyarakat sekitar untuk menciptakan sebuah taman lingkungan yang fungsional, estetis, ekologis, dan berkelanjutan. Proses desain lanskap sempadan Sungai Cipinang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pengumpulan data, tahap analisis dan sintesiskonsep, dan desain. Konsep yang digunakan dalam taman lingkungan ini adalah Taman Olahraga dan Olah jiwa dengan memilih tanaman kangkung air sebagai konsep desain. Konsep ini dipilih untuk menjaga dan memelihara lingkungan sempadan sungai serta memberikan ruang olahraga, area rekreasi dan meningkatkan interaksi antar masyarakat sekitar. Setelah dilakukan proses desain, dihasilkan 3 model pilihan desain dan satu diantaranya menjadi sebuah siteplan yang digunakan sebagai gambar acuan dalam proses pembuatan gambar kerja. Siteplan dilengkapi dengan gambar tampak potongan, perspektif, detail desain, dan rencana penanaman.AbstractEast Jakarta is the largest administrative city in the province of DKI Jakarta. The increasing space of urban development causes the capacity and the carrying capacity of the urban environment to decrease, thus triggering the emergence of social problems, ecosystems of the land, and aquatic environment. The riparian landscape is an important aspect of the urban landscape. The riparian landscape of Cipinang River has ecological, aesthetic, and social functions. Community is the key to create sustainable social life in the community park. To know the needs of people in a community park is important as well as in a park design process, it could be grasped through the study of people preferences. Therefore, it is important too to study the community park design based on user preference to create a community park that is functional, aesthetic, ecological, and sustainable. The design process will be carried out through several stages, namely: stage of data collection, analysis and synthesis phase, concepts, and  design. The concept is “Olah Raga dan Olah Jiwa” which Water Spinach’s form as a design concept. It was chosen in addition to preserving and maintaining the riparian landscape environment, also to provide sports spaces, recreation areas. After the design process is carried out, there will be three models of design choices and one of them will be a siteplan that is used as a reference image in the process of making work drawings. A siteplan will be equipped with section plan, perspective, design details, and planting plan.


2020 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
Author(s):  
I Ketut Wija Negara

The purpose of this study was to determine the socio-economic conditions of coastal communities and determine the strategy for developing fisheries potential in Buleleng Regency. This research was conducted in seven districts: Gerogak, Seririt, Banjar, Buleleng, Sawan, Kubutambahan, and Tejakula. The research method uses SWOT Analysis. The full age range of fishermen is dominated by the age of 41-50 and the education level of Elementary Schools (SD). In general the condition of the fleet and fishing gear is still classified as small-scale fishing, with an average amount of fishermen income of Rp 1,000,000-2,000,000 / month. The recommended development strategy is the SO strategy: (1) organizing marketing of fish catches by fishermen groups; (2) compile investment profile of the opportunities in capture fisheries business; (3) enhancing the role of fisheries scouts to assist fishing activities. The fishery potential in WPP 713 can be maximized through the cooperation of fishermen in the form of a Kelompok Usaha Bersama  (KUB)


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
pp. 74
Author(s):  
Mochammad Chaerul ◽  
Elprida Agustina ◽  
I Made Wahyu Widyarsana

AbstrakBerbagai macam upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan lingkungan suatu kota yang bersih, diantaranya melalui penyediaan fasilitas sistem pemrosesan sampah sebagai tahapan akhir dalam pengelolaan sampah. Saat ini, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali memiliki 3 alternatif sistem pemrosesan sampah yang dapat diaplikasikan, yaitu: menggunakan tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) eksisting Regional Bangli, membangun TPA baru tersendiri untuk Klungkung, dan pemrosesan akhir di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS). Penelitian ini bertujuan untuk memilih sistem pemrosesan sampah yang paling optimal dengan mempertimbangkan 4 kriteria, yaitu lingkungan, ekonomi, sosial dan teknis (analisis multikriteria) dengan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Setiap kriteria memiliki beberapa sub kriteria yang dimintakan kepada 35 orang responden yang mewakili 5 institusi pemerintahan daerah terkait untuk dilakukan penilaian perbandingan berpasangan. Penilaian juga dilakukan untuk mengevaluasi setiap alternatif terhadap semua sub kriteria dan kriteria. Secara global, responden lebih memilih pencegahan pencemaran lingkungan (nilai bobot 0,16) sebagai sub kriteria terpenting dari total 13 sub kriteria yang tersedia. Urutan kriteria yang dianggap lebih penting adalah lingkungan (nilai bobot 0,543), sosial (0,181), ekonomi (0,146) dan teknis (0,130). Untuk alternatif pengolahan sampah di fasilitas TOSS dianggap yang paling optimal (total nilai 0,47) disusul TPA Regional Bangli (0,28), terakhir TPA baru (0,25). Suatu alternatif sistem pemrosesan sampah dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing harus dipilih yang paling dapat diterima oleh berbagai stakeholder terkait sehingga diharapkan dapat menjadi bagian dari suatu sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dari suatu kota.AbstractIn order to create a city clean, efforts are taken by government including provision of waste processing system facility as part of waste management system. Recently, Klungkung Regency, Bali Province has 3 alternatives of waste processing system to be applied, namely: utilizing the existing regional final disposal site (TPA) of Bangli, building a new TPA facility dedicated for Klungkung area only, and on-site waste processing facility (TOSS). The study aims to determine the most optimal of waste processing system by considering 4 criteria, namely environment, economic, social and technical (multicriteria analysis) with the help of Analytical Hierarchy Process (AHP). Each criterion having several sub criterions were assessed by 35 respondents representing 5 local government’s institutions by applying pair wise comparison. The asessement were also performed to evaluate the alternatives to the given criteria and sub criterion. In global, respondents preferred to put environmental pollution prevention (weight of 0.16) as the most important among total 13 sub criterions available. Among the criteria, environment (weight of 0.543) was more prioritized than social (0.181), economic (0.146) and technical (0.130) aspects. Other result showed that TOSS (total value of 0.47) was more preferred than existing TPA of Bangli (0.28), and new TPA of Klungkung (0.25). An alternative of waste processing with its advantages and disadvantages should be chosen and acceptable by the related stakeholders, thus the facility becomes part of sustainable waste management system in a city.


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
pp. 80
Author(s):  
Prita Indah Pratiwi ◽  
Minseo Kim ◽  
Katsunori Furuya

AbstractIn Japan, where most of the population now comprises elderly people, various social problems have emerged, including lack of workers, inadequate care for elderly people, lower birthrate, the abandonment of local areas, and lack of community. In highly populated urban areas, city planners propose sustainable landscape planning but sometimes ignore the public, eliminating their sense of place. This study aimed to clarify the differences in green space perception between residents of danchi and apartments in Tokiwadaira, Matsudo, to learn what residents’ attributes may influence their perceptions, and to formulate factors of recognition and awareness of urban green spaces. The research was conducted in three stages: a recognition and awareness survey, analysis, and interpretation. A Mann-Whitney U test and Welch’s t test were applied to examine significant differences in perception level; a Chi-square test was applied to examine the relationship between residents’ attributes and volunteering activity; finally, factor analysis was applied to characterize residents’ recognition and awareness of nature and green spaces. The results demonstrated three significant differences regarding the benefits of green spaces between danchi and apartment residents, and five significant differences in their interest in green spaces. The attributes influencing danchi residents’ perceptions were gender and age, while those influencing apartment residents were age, existence of children, employment status, length of stay, and existence of green spaces. The three factors accounting for residents’ interest in green spaces and nature were: high recognition and awareness, moderate recognition and awareness, and low recognition and awareness. The results may prove useful as guidance for specific local governments in relation to urban green space planning and design. AbstrakDi Jepang di mana sebagian besar penduduknya terdiri atas orang lanjut usia, berbagai masalah sosial telah terjadi, seperti kurangnya tenaga kerja, perawatan bagi orang lanjut usia yang rendah, kelahiran anak-anak yang rendah, terabaikannya daerah setempat, dan kurangnya komunitas. Di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, perencana kota mengusulkan perencanaan lanskap berkelanjutan, tetapi terkadang mengabaikan publik dan menghilangkan makna tempat mereka. Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas perbedaan persepsi ruang hijau antara penghuni di kompleks rumah susun semi publik dan apartemen di Tokiwadaira, Matsudo, untuk mengetahui atribut penghuni yang dapat mempengaruhi persepsi mereka, dan untuk merumuskan faktor-faktor pengenalan dan kesadaran akan ruang hijau perkotaan. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap: survei kesadaran dan pengenalan, analisis, dan interpretasi. Uji Mann-Whitney U dan Welch's t digunakan untuk menguji perbedaan level persepsi yang signifikan antara penghuni danchi dan apartemen. Uji Chi-square digunakan untuk menguji hubungan antara atribut penghuni dan kegiatan sukarela, terakhir analisis faktor digunakan untuk mengkarakterisasi pengenalan dan kesadaran penghuni terhadap alam dan ruang hijau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga perbedaan signifikan mengenai manfaat ruang hijau di antara penghuni danchi dan apartemen, dan lima perbedaan signifikan terhadap minat ruang hijau. Atribut yang mempengaruhi persepsi penduduk danchi adalah gender dan usia, sedangkan hal-hal yang mempengaruhi penghuni apartemen adalah usia, keberadaan anak, status pekerjaan, lama tinggal, dan keberadaan ruang hijau. Tiga faktor yang menentukan minat penghuni terhadap alam dan ruang hijau di antaranya: pengenalan dan kesadaran yang tinggi, pengenalan dan kesadaran yang sedang, serta pengenalan dan kesadaran yang rendah. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai panduan perencanaan dan desain ruang hijau kota untuk pemerintah lokal.


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
pp. 43
Author(s):  
Dedy Kunardi ◽  
Sudrajat Sudrajat ◽  
Rika Harini

ABSTRAKKawasan wisata Museum Karst Indonesia sebagai salah satu kawasan Kawasan Geopark UNESCO – Gunungsewu yang berada di Gebangharjo, Pracimantoro, merupakan salah satu objek wisata potensial yang berada di Kabupaten Wonogiri. Evaluasi untuk mencapai pariwisata yang berkelanjutan sangatlah penting meliputi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perkembangan wisata yang ada di kawasan wisata Museum Karst Indonesia, mengkaji keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendukung wisata setempat, dan menganalisis dampak lingkungan dari adanya kawasan wisata Museum Karst Indonesia terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial ekonomi masyarakat lokal. Perolehan data dilakukan dengan metode observasi, penyebaran kuesioner, dan wawancara. Hasil ditampilakan menggunakan analisis distribusi frekuensi terhadap skala likert. Perkembangan kawasan wisata MKI masih berada pada tahap awal perkembangan. Masyarakat Dusun Mudal masih sedikit yang terlibat dalam mendukung kegiatan wisata, seperti tenaga kerja, pedagang, penyedia jasa penginapan. Perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kondisi lingkungan fisik di Dusun Mudal tidak begitu dirasakan (kecil). Kedepannya masih diperlukan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan wisata MKI dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendukung wisata. ABSTRACTTourism area of Karst Museum of Indonesia as apart of UNESCO Global Geopark Gunungsewu located in Gebangharjo, Pracimantoro is one of tourism object of Wonogiri Regency. Evaluation to achieve a sustaibable tourism is important, involve the social, economic, and environmental impact. The purpose of this research are to analize the development in the tourism area of Karst Museum of Indonesia, to study the activities of the community in supporting tourism activities in Karst Tourism Area of Indonesia Museum, and to analyze the impact of the Karst Indonesia Museum's tourism on the physical social and economic condition of the local community. Data was collected by observation technique, questionnaire distribution, and interview. The result analized by frequency distribution analysis of likert scale questionnaire. The results show that the development of tourist areas is still at an early stage of development. The Mudal community is still a bit involved in supporting tourism activities, such as labor, traders. Transformation in socio-economic and environmental conditions in Mudal Village are in small impact category. In the future still needed efforts to improve the community around the tourist area of MKI by increasing community involvement in tourism support activities.


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
pp. 62
Author(s):  
Meky Sagrim ◽  
Agus Irianto Sumule ◽  
Deny Anjelus Iyai

AbstrakHutan sagu alam saat ini memiliki manfaat yang besar ditinjau dari bahan pangan, substitusi pangan maupun bahan baku industri. Di kawasan timur Indonesia, sagu telah dimanfaatkan secara luas sebagai bahan pangan pokok oleh masyarakat Maluku dan Papua. Tujuan penelitian adalah mengkaji intervensi eksternal dari perusahaan terhadap jaminan subsistensi dan pendapatan masyarakat di kawasan hutan sagu alam Imekko. Penelitian ini dilaksanakan pada empat distrik, yaitu Inanwatan, Metemani, Kais, dan Kokoda (Imekko) kabupaten Sorong Selatan. Distrik dipilih secara purposif dengan pertimbangan memiliki karakteristik lokasi yang sesuai dengan lingkup penelitian, yaitu: (a) merupakan wilayah sebaran hutan sagu alami yang menjadi sasaran pemanfaatan oleh perusahaan; dan (b) masyarakat yang bermukim di sekitarnya yang merupakan pemilik hak ulayat atas hutan sagu alami/dusun sagu tersebut, (c) masyarakat yang terganggu jaminan subsistensi dan pendapatan akibat intervensi kedua perusahaan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki 8 jenis hak akses dan pemanfaatan dan dusun sagu untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan pendapatan masyarakat pemilik hak ulayat, yakni hak mengakses, memungut hasil, menggunakan, menguasai, mengelola, mengalihkan, memperoleh kembali, dan hak milik. Kehadiran kedua perusahaan, hak-hak tersebut menjadi terbatas hanya pada hak mengakses, penggunaan terbatas, dan memungut hasil secara terbatas. Kehadiran perusahaan berdampak terhadap terbatasnya pemenuhan kebutuhan subsistensi dan pendapatan masyarakat. Potensial terjadinya konflik, baik antara masyarakat dengan perusahaan dalam kaitan dengan akses masyarakat untuk memanfaatkan dusun sagu di dalam areal konsesi perusahaan yang yang dienklavekan maupun antar masyarakat dalam kaitan dengan masyarakat pemilik hak ulayat dusun sagunya telah masuk sebagai areal konsesi perusahaan sehingga untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan pendapatan terpaksa harus memanfaatkan HSA/dusun sagu milik masyarakat di luar kawasan konsesi perusahaan.AbstractNatural sago forests currently have great benefits in terms of food, substitution of food and raw materials for industries. In Eastern Indonesia, sago has been used extensively as a staple food by the people of Mollucans and Papuan. The research objective was to study the external intervention of the company to guarantee the subsistence and income of the Imekko community in the forest area of natural sago. The research was conducted in four districts, namely Inanwatan, Metemani, Kais and the Kokoda (Imekko) Sorong Selaatan regency. Districts selected purposively by considering having characteristics suitable locations, i.e. an area of distribution of Sago Natural Forest-targeting utilization by the company; and (b) people who live nearby and owners of customary rights over the Sago Natural Forests/sago villages, (c) community having disturbed the subsistence and income guarantee due to the intervention of both companies. The findings of this research showed that there were eight types of rights of access and use and sago villages to meet the needs of subsistence and incomes owners of customary rights, i.e. the right to access, collect the produce, use, control, manage, assign, reclaim, and property rights. These rights are limited only to the right of access, limited use and collect the produce due to the presence of both companies. Potential conflict, either between the company in terms of community access to the sago villages in the concession company that are in enclaving areas or among the public in relation to the customary communities that natural sago villages has been entered as a concession company. Therefore, to meet subsistence and income the communities now have to utilize the natural sago forest/sago village belonging to the community in outside the company's concession area.


2020 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
pp. 52
Author(s):  
Auladina Syafiya ◽  
Suwarno Hadisusanto

AbstrakSungai memiliki peranan penting bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, di antaranya adalah sebagai habitat bagi komunitas makrozoobentos dan pemanfaatan material berupa pasir dan batu sebagai bahan bangunan. Sungai Progo merupakan salah satu sungai yang hampir di sepanjang sungainya terdapat aktivitas penambangan pasir. Jika aktivitas ini dilakukan terus menerus dalam jumlah banyak dan tanpa pengawasan yang baik dapat menyebabkan terjadinya erosi dan degradasi serta sedimentasi pada bagian-bagian tertentu sungai. Maka dari itu dilakukan penelitian ini untuk mempelajari pengaruh aktivitas penambangan pasir terhadap distribusi dan kemelimpahan komunitas makrozoobentos di Sungai Progo, serta Functional Feeding Group (FFG) yang paling melimpah dan parameter fisiko-kimia yang memengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu mencuplik dan preparasi sampel makrozoobentos, identifikasi sampel, dan pengukuran parameter fisiko-kimia. Aktivitas penambangan pasir di Sungai Progo berpengaruh secara tidak langsung terhadap makrozoobentos, yaitu dengan menyebabkan adanya erosi dan degradasi di kawasan penambangan pasir serta sedimentasi di bagian hilir. FFG makrozoobentos di Sungai Progo yang paling melimpah adalah tipe scraper dan collector. Berdasarkan analisis regresi dan korelasi Pearson didapatkan hasil bahwa fosfat berkorelasi positif terhadap densitas makrozoobentos di bagian hulu Sungai Progo, intensitas cahaya berkorelasi positif terhadap densitas makrozoobentos di bagian tengah Sungai Progo, dan kecepatan arus berkorelasi positif terhadap densitas makrozoobentos di bagian hilir Sungai Progo. AbstractRiver has an important role for human and other organisms, among them are as habitat of macrozoobenthos community and the utilization of the material, such as river sand and gravel for building material. Progo River is one of rivers which have sand mining activities almost all along the river. If this activity being done continuously, in a big amount and without a good supervision, it could lead to erosion, degradation and sedimentation in some specific parts. Therefore, this research has an aim to study the effects of sand mining activity towards the distribution and the abundance of macrozoobenthos community in Progo River, and also to study which Functional Feeding Group (FFG) is the most abundant and the physic-chimic parameter that affecting them. This research was conducted in three steps, sampling and preparation of macrozoobenthos’s sample, sample’s identification, and the measurement physicochemical parameter. Sand mining activity in Progo River effect indirectly towards macrozoobenthos by causing erosion and degradation in sand mining area as well as sedimentation in downstream. The most abundant FFG of macrozobenthos in sand mining area of Progo River are scraper and collector. Based on regression and Pearson correlation analysis the results show that phosphate correlated positively against the density of macrozoobenthos in the headwaters of Progo River, light intensity correlated positively against the density of macrozoobenthos in the midstream of the Progo River, and current velocity correlated positively against the density of macrozoobenthos in the downstream of the Progo River.


2020 ◽  
Vol 25 (2) ◽  
pp. 73
Author(s):  
Sri Wulandari ◽  
Rifardi Rifardi ◽  
Aslim Rasyad ◽  
Yusmarini Yusmarini

AbstrakRuang Terbuka Hijau (RTH) merupakan ruang dengan vegetasi yang berfungsi sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dalam bentuk karbon tersimpan sehingga dapat tercapai suatu kualitas lingkungan udara kota yang bersih dan nyaman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberlanjutan RTH publik sebagai cadangan karbon di Kota Pekanbaru. Data diperoleh melalui metode survey, pengamatan dan wawancara dianalisis menggunakan Multi Dimensional Scaling (MDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan RTH publik Kota Pekanbaru termasuk kurang berkelanjutan (49,57). Dimensi sosial (52,24) dinilai cukup berkelanjutan. Sementara dimensi ekologi (46,23), ekonomi (49,91), dan kelembagaan (49,93) tergolong kurang berkelanjutan. Secara umum disimpulkan bahwa pengelolaan RTH Kota Pekanbaru tergolong kurang berkelanjutan. Peningkatan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan RTH Kota Pekanbaru perlu diupayakan dalam perspektif pembangunan kota berkelanjutan. AbstractGreen Open Space (GOS) is a space with vegetation that serves as an absorber of carbondioxide gas (CO2) in the form of carbon is stored so that a good quality of clean and comfortable city air environment could be achieved. This study aimed to analyze the status and the factors that affect the level of sustainability of public green space as a reserve of carbon in Pekanbaru. Data obtained through the survey, observation, and interviews method were analyzed using Multi Dimensional Scaling (MDS). The results showed that the management of public green space was less sustainable (49.57). The social dimension (52.24) is considered quite sustainable. While the dimensions of the ecological (46.23), economic (49.91), and institutional (49,93) relatively less sustainable. In general the management of Pekanbaru City GOS relatively less sustainable. Improving index and sustainability status RTH Pekanbaru City management needs to be pursued in the perspective of sustainable urban development.


2020 ◽  
Vol 25 (2) ◽  
pp. 66
Author(s):  
Laily Kurniasari ◽  
Raldi Hendro Koestoer ◽  
Emirhadi Suganda

AbstrakSalah satu dampak semakin tingginya jumlah penduduk di perkotaan adalah munculnya permukiman kumuh, termasuk yang terjadi di Kelurahan Kotabaru, kota Serang. Berbagai upaya penanganan permukiman kumuh telah lama dilakukan, namun kenyataannya secara keseluruhan program penanganan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan hasilnya belum menunjukkan perubahan yang berarti dalam membantu penataan dan perbaikan permukiman kumuh. Untuk mengetahui penanganan permukiman kumuh yang sesuai maka perlu dilakukan analisis tingkat kekumuhan berdasarkan karakteristik lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakatnya dan menyusun konsep penanganan permukiman kumuh yang sesuai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode campuran untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa strata kekumuhan di permukiman Kotabaru terdiri dari kumuh sedang (RW 1 dan RW 2) dan kumuh berat (RW 3 dan RW 5). Tingkat kekumuhan yang berbeda membutuhkan penanganan yang berbeda pula, untuk wilayah kumuh sedang, penanganan dilakukan melalui peremajaan dengan land sharing. Untuk wilayah kumuh berat penanganan melalui pembangunan rumah susun. AbstractThe increase in the urban population has led to various impacts, and it also occurs in Sub Kotabaru city of Serang. One consequence is the increasing demand for appropriate housing, but this increase is not offset by an increase in the amount of land in the city. Limitations of land in the city resulted in land prices high and not affordable by low-income people. They occupied the land with the designation not to settlements such as riverbanks, railroad tracks and lead to slums in urban areas. Various efforts to address the slum has long been done, but in fact the overall program management of slums that have been implemented the results have not shown significant changes in assisting the structuring and slum upgrading. To determine the proper handling of slums it is necessary to identify the level of squalor by environmental characteristics, economic, and social communities; and draft handling of slums. This study used a qualitative approach with a mix of methods to collect qualitative and quantitative data. The results of the study explained that the strata level of slum in Kotabaru consists of medium slum (RW 1 and RW 2) and heavy slum (RW 3 and RW 5). Squalor different level requires different handling, anyway, to the slums being, handling through rejuvenation with land sharing. To the slums of heavy handling through the construction of flats.


2020 ◽  
Vol 25 (2) ◽  
pp. 53
Author(s):  
Muhammad Altab ◽  
Lies Rahayu Wijayanti Faida ◽  
Chafid Fandeli

ABSTRAKKajian pengembangan ekowisata bahari di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung telah dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi potensi atraksi wisata bahari yang ada, mengetahui persepsi wisatawan dan partisipasi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, serta merumuskan strategi pengembangan ekowisata bahari yang sesuai dengan potensi atraksi wisata bahari dan potensi pasar yang dimilikinya. Sebagai responden dipilih sejumlah 100 orang wisatawan dan 100 orang masyarakat dipilih dari empat objek yaitu Pantai Mutun, Pantai Klara, Pantai Sari Ringgung dan Pulau Pahawang. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan observasi. Analisis potensi dan daya tarik wisata alam menggunakan pedoman Analisis Daerah Operasi–Objek dan Daya tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA). Analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata dan AHP untuk menentukan tingkat priorotas strategi pengembangan ekowisata. Hasil penelitian adalah bahwa Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran memiliki potensi yang sangat sesuai untuk pengembangan ekowisata bahari dan disetujui masyarakat setempat. Persepsi wisatawan terhadap potensi objek ekowisata bahari dari aspek ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana penunjang masih rendah. Beberapa prioritas strategi pengembangan ekowisata bahari telah dibahas pada aspek ekologi sosial, dan ekonomi. ABSTRACTStudy of marine ecotourism development in Padang Cermin, Pesawaran District, Lampung Province has been carried out. The research objectives are to identify the potential of existing marine tourism attractions, finding out the perceptions of tourists and public participation in the development of ecotourism from social, economic and environmental aspects, and to formulate a marine ecotourism development strategy that is in accordance with the potential of marine tourism attractions and its market potential. As respondents, 100 tourists were selected and 100 people were selected from four objects, namely Mutun Beach, Klara Beach, Sari Rutut Beach and Pahawang Island. Data collecting was conducted using interview and observation. Data was collected by interview and observation. Analysis potential and attractive ecotourism used the orientation of operation area analysis object and motivation ecotourism. SWOT analysis was used to determine development strategy of ecotourism and AHP is used to determine the priority level of ecotourism development strategy. The result showed that Padang Cermin District, Pesawaran Regency, has a very suitable potential for the development of marine ecotourism and has been approved by the local community. The perception of tourists about the potential objects of marine ecotourism from the aspect of the availability of supporting facilities and infrastructure is still low. Several priority strategies for developing marine ecotourism have been discussed in the aspects of social and economic ecology.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document