Jurnal Ilmu Dakwah
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

110
(FIVE YEARS 50)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Uin Walisongo Semarang

2581-236x, 1693-8054

2021 ◽  
Vol 41 (1) ◽  
pp. 56-72
Author(s):  
Najahan Musyafak ◽  
Lulu Choirun Nisa

Community resilience is an important aspect of da'wah as an effort to prevent radicalism in Indonesia. The importance of community resilience is based on the phenomenon where the community has become the victim of various events that have the nuances of radicalism. Bombings, shootings, stabbings and vandalism events have harmed the community, both individually and collectively. The destruction of public facilities has disrupted social activities and governance. In addition, violent-motivated events have disrupted people's lives because they feel afraid, insecure, and threatened by circumstances that are beyond their capabilities. Therefore, it is necessary to have da'wah through efforts of resilience in the face of acts of violence with a background of radicalism. This study aims to determine da'wah activities through the form of community resilience by taking locations in the Solo Raya area in the face of various radicalism events, forms of community resilience and how steps are taken to prevent the spread of radical ideology through da'wah activities. This study is a qualitative research with a symbolic interactionism approach involving a number of informants who were selected using a purposive sampling method from 4 areas in Solo Raya, namely Surakarta, Sukoharjo, Sragen and Karanganyar. Data was collected through a Focus Group Discussion technique ( FGD). This study found that Da’wah can be utilised as a method to prevent radicalism through strengthening community resilience. The way of prevention focus on anticipating and adapting to the dangers of radicalism through 4 (four) forms; awareness of plurality, synergy between institutions, cultural communication and strategic partnerships.***Ketahanan masyarakat (Community Resiliency) menjadi aspek penting dalam dakwah sebagai upaya pencegahan radikalisme di Indonesia. Pentingnya ketahanan masyarakat didasarkan pada fenomena dimana masyarakat telah menjadi korban berbagai peristiwa yang bernuansa radikalisme. Peristiwa pengeboman, penembakan, penusukan dan perusakan telah merugikan masyarakat baik secara individu maupun komunitas. Hancurnya fasilitas publik telah menggangu kegiatan dan tata laksana sosial. Selain itu, peristiwa bermotif kekerasan telah mengganggu kehidupan masyarakat karena merasa takut, tidak aman, dan terancam oleh keadaan yang berada di luar kemampuan mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya dakwah melalui upaya ketangguhan (resiliency) dalam menghadapi tindakan kekerasan yang berlatarbelakang radikalisme. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan dakwah melalui bentuk ketahanan masyarakat dengan mengambil lokasi di wilayah Solo Raya dalam menghadapi berbagai peristiwa radikalisme, bentuk ketangguhan masyarakat dan bagaimana langkah yang ditempuh untuk melakukan pencegahan terhadap penyebaran ideologi radikal melalui kegiatan dakwah. Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan interaksionisme simbolik dengan melibatkan sejumlah informan yang dipilih dengan metode sampel bertujuan (purposive sampling) yang berasal dari 4 wilayah di Solo Raya, yaitu Surakarta, Sukoharjo, Sragen dan Karanganyar, dan data diambil melalui teknik Focus Group Discussion (FGD). Studi ini menemukan bahwa dakwah pencegahan radikalisme dapat dilakukan melalui penguatan ketahanan masyarakat yang  merupakan proses antisipasi dan adaptasi terhadap bahaya atau bencana radikalisme melalui 4 (empat) bentuk; kesadaran pluralitas, sinergitas antar lembaga, komunikasi budaya dan kemitraan strategis.


2021 ◽  
Vol 41 (1) ◽  
pp. 85-96
Author(s):  
Suprima Suprima ◽  
Muhamad Parhan ◽  
Abizar Khairulimam ◽  
Mita Nurfitriyani ◽  
Salza Nabila Ababil

This research is motivated by the presence of the covid-19 outbreak, which causes many activities that cannot be done by gathering and meeting face to face. This impact is not only in the world of business or education, but also has an impact on worship activities and other religious activities such as congregational prayer at the mosque, weekly recitation at the mosque, including listening to dakwah directly from the ulama.  With the covid-19 outbreak as a pandemic that has spread to various countries, another step is needed in religious activities to prevent and break the covid-19 chain so that it does not spread widely. So staying at home and maintaining a distance is the choice of muslims when circumstances are felt to be detrimental to themselves and other.  In respone to this, it is necessary to conduct a study of some of the impact that occur in dakwah activities in the middle of a pandemic, which aims to find out whether due to the many obstacles, dakwah activities are still being carried out or not. To achieve this goal, this study used a qualitative-descriptive research method with litelature study techniques. The result of this study obtained data and the fact that there are many problems in dakwah in a pandemic situation like this. However, the data shows that the problems that occur are not a barrier to the existence of dakwah amid the covid-19 pandemic. ***Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hadirnya wabah covid-19, yang menyebabkan banyaknya aktivitas dan kegiatan yang tidak bisa dilakukan dengan berkumpul dan bertatap muka secara langsung. Dampak tersebut bukan hanya dalam dunia usaha ataupun pendidikan saja, tetapi juga berdampak pada kegiatan beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya seperti salat fardhu berjama’ah di masjid, pengajian mingguan di masjid, termasuk mendengarkan dakwah dari para ulama secara langsung pun terhenti. Dengan adanya wabah covid-19 sebagai pandemi yang telah tersebar ke berbagai negara, diperlukan suatu langkah lain dalam kegiatan keagamaan untuk pencegahan dan memutus rantai covid-19 agar tidak tersebar dan tidak meluas. Maka tetaplah di rumah dan tetap menjaga jarak merupakan pilihan umat Islam saat keadaan sekitar dirasa dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Menyikapi hal tersebut perlu kiranya dilakukan kajian terhadap beberapa dampak yang terjadi pada kegiatan berdakwah di tengah pandemi, yang bertujuan untuk mengetahui apakah dengan banyaknya kendala, kegiatan berdakwah tetap terlaksana atau tidak. Untuk mencapai tujuan tesebut, dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif dengan teknik studi pustaka. Hasil dari penelitian ini diperoleh data dan fakta bahwa banyak sekali problematika dalam dakwah di dalam situasi pandemi seperti ini, tetapi di dalam data tersebut menunjukan bahwa problematika yang terjadi tidak menjadi penghalang dalam keeksistensian dakwah di tengah pandemi covid-19.


2021 ◽  
Vol 41 (1) ◽  
pp. 1-14
Author(s):  
Imran Rifai

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi masyarakat keagamaan memiliki misi melakukan perubahan dalam kehidupan umat Islam kepada kondisi yang lebih baik. Melalui strategi amar ma’ruf nahi munkar sebagai dasar gerakan, Muhammadiyah bertujuan untuk memurnikan kembali ajaran Islam yang banyak dipengaruhi oleh hal-hal mistis. Termasuk yang terjadi di Kecamatan Tombolo Pao, keadaan masyarakat masih dipengaruhi oleh kepercayaan animisme dan dinamisme dengan praktik-praktik ibadah yang penuh dengan bid’ah, khurafat, takhyul dan syirik. Seiring dengan berdirinya Muhammadiyah, perlahan tapi pasti selalu memberikan bimbingan dan pencerahan dengan metode dakwah berdasarkan Al quran dan Hadis. Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif, teknik analisis data yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Tulisan ini fokus pada sejarah berdirinya Muhammadiyah serta pengaruh pemikiran dakwah Muhammadiyah di Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa.  Implikasinya, dakwah yang dilakukan Muhammadiyah melalui berbagai sektor dan sasaran dakwah bisa dianut oleh organisasi masyarakat keagamaan lainnya, supaya diterima kalangan masyarakat luas seperti halnya yang terjadi di Tombolo Pao.***Muhammadiyah as one of the religious community organizations has a mission to make changes in the lives of Muslims to a better condition. Through the strategy of amar ma'ruf nahi munkar as the basis of the movement, Muhammadiyah aims to purify the teachings of Islam which are heavily influenced by mystical things. Including what happened in Tombolo Pao District, the condition of the community is still influenced by animistic beliefs and dynamism with worship practices that are full of heresy, superstition and shirk. Along with the establishment of Muhammadiyah, slowly but surely always provide guidance and enlightenment with da'wah methods based on the Qur'an and Hadith. This type of research uses qualitative methods, data analysis techniques, namely data collection, data reduction, data presentation and drawing conclusions. This paper focuses on the history of the founding of Muhammadiyah and the influence of Muhammadiyah's da'wah thought in Tombolo Pao District, Gowa Regency. The implication is that the da'wah carried out by Muhammadiyah through various sectors and targets of da'wah can be embraced by other religious community organizations, so that it is accepted by the wider community as happened in Tombolo Pao.


2021 ◽  
Vol 41 (1) ◽  
pp. 15-29
Author(s):  
Kamilia Hamidah ◽  
Arif Chasannudin

Pesantren (madrassah) is Indonesia's oldest educational institution; it is through pesantren (madrassah) that the country's national educational system was formed, and despite the rapid changes in society, pesantren has managed to keep its characteristics. The kyai, santri, mosque, and classical reference books are at least three key parts of pesantren culture (Kitab Kuning). Pesantren play a critical role in distributing Islamic moderation in the society to maintain community resilience, since the tendency of social religiosity in today's Indonesian culture has reached into religious conservatism to some extent. The objective of this research is to describe pesantren elements (Kyai, Santri, Masjid, and Kitab Kuning) are engaged in producing religious moderation character-building approaches and patterns. This research examines five renowned Nahdhatul Ulama pesantren in Central and East Java using a qualitative methodology. According to results this study that based on in-depth observations, documentation, and observation of the pesantren environment under independent investigation, as well as interviews with pesantren leaders (kyai) and other informants who are fully acquainted with the pesantren under research. The Pesantren-Islamic boarding school-style integrated education system and the classical halaqah system, according to the findings of this study, became an integrated and complementary educational system, preparing social cadre with an understanding of religious moderation, which was actualized in the form of national commitment, religious tolerance, anti-violence da'wah, and accommodative behavior to local culture. The results of this study can be implemented that the four elements of pesantren can be used as a strategy in strengthening the values of islamic moderation not limited to the pesantren but extended to the scope of national life.***Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia; Dari pesantren (madrasah) perkembangan sistem pendidikan nasional di Indonesia terbangun, meski terjadi perubahan masyarakat yang dinamis, pesantren tetap mampu mempertahankan ciri khasnya. Setidaknya ada tiga unsur penting dalam budaya pesantren, yaitu kyai, santri, masjid, dan kitab klasik (kitab kuning). Tren religiusitas sosial dalam masyarakat Indonesia saat ini - sampai batas tertentu - telah menunjukkan gejala ke arah konservatisme agama, oleh karena itu pesantren memainkan peran krusialnya dalam mensosialisasikan diskursus moderasi Islam di masyarakat untuk membentengi sekaligus membangun resiliensi sosial dari arus konservatisme agama yang ekstrem. Tujuan dalam penelitian ini adalah menggambarkan elemen pesantren (Kyai, Santri, Masjid, dan Kitab Kuning) yang digunakan dalam mengembangkan strategi dan pola pembentukan karakter moderasi beragama. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis dengan melihat lima pesantren ikonic Nahdhatul Ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan hasil observasi mendalam dengan mendokumentasikan dan mengamati lingkungan pesantren melalui inkuiri independen, serta wawancara mendalam dengan beberapa informan yang benar-benar mengenal pesantren yang menjadi objek kajian. Selanjutnya temuan penelitian ini, sistem pendidikan terpadu ala pesantren dan sistem halaqah klasik-sistem pendidikan terpadu dan komplementer pesantren- telah mampu mempersiapkan kader masyarakat yang memahami moderasi beragama, yang diaktualisasikan dalam bentuk komitmen kebangsaan, toleransi beragama, dakwah tanpa kekerasan, dan perilaku akomodatif terhadap budaya lokal. Hasil kajian ini dapat diimplementasikan bahwa empat elemen pesantren dapat dijadikan strategi dalam memperkuat nilai-nilai moderasi beragama tidak terbatas pada lingkungan pesantren tapi diperluas pada lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara.


2021 ◽  
Vol 41 (1) ◽  
pp. 43-55
Author(s):  
Awaludin Pimay ◽  
Fania Mutiara Savitri

The development of science and technology has had an impact on the ethical joints of Muslims in this modern era. To anticipate the complexities of modern society, the da'i must prepare da'wah strategies and materials that are more directed at anticipating the tendency of society. Modernization in the midst of onslaught and globalization that takes place very quickly and it is difficult to predict the direction of the da'i must be carried out continuously effectively. This study aims to review effective da'wah strategies in the midst of changing da'wah dynamics. The research method used is descriptive qualitative research with the data collection technique is literature study. The literature study method is an activity related to the method of collecting library data, reading and taking notes and managing research materials. The results of the study indicate that da'wah can play an active role in the modern era if the da'i as a preacher is can participate development of the times so that da'wah as an illuminator is able to give a role to a society that deifies science and technology. In addition, da'i in modern life, da'wah must be directed to mad'u with the "bil wisdom wal mauizah hasanah" approach and with the use of media (bi al-tadwin). This step is also balanced with the da'i -both individuals and groups who qualified, have broad knowledge and insight, master da'wah materials, methods, and media that are appropriate and relevant to the conditions and progress of modern society they face.***Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa dampak berarti pada sendi-sendi etika umat Islam di zaman modern ini. Untuk mengantisipasi kompleksitas masyarakat modern da’i harus mempersiapkan strategi dan materi dakwah yang lebih mengarah pada antisipasi sebagai kecenderungan masyarakat.  Di tengah terpaan modernisasi dan globalisasi yang berkembang sangat cepat dan sulit untuk di tebak arahnya da’i harus dilakukan secara terus menerus secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau strategi dakwah yang efektik ditengah-tengah dinamika dakwah yang terus berubah. Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi literature. Metode studi literature adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengelola bahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dakwah dapat berperan aktif di era modern jika da’I sebagai pendakwah mampu ikut serta dalam perkembangan zaman sehingga dakwah sebagai penerang mampu memberi peran pada masyarakat yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu da’I dalam kehidupan modern, dakwah harus berorientasi kepada mad'u dengan pendekatan "bil hikmah wal mauizah hasanah dan dengan pemanfaatan media (bi al-tadwin). Langkah tersebut juga dimbangi dengan para da'I baik individu maupun kelompok yang berkualitas, mempunyai pengetahuan serta wawasan yang luas, menguasai materi atau pesan dakwah, metode, dan media yang tepat dan relevan dengan kondisi dan kemajuan masyarakat modern yang dihadapinya.


2021 ◽  
Vol 41 (1) ◽  
pp. 30-42
Author(s):  
Hasmiati Hasmiati ◽  
Rita Rita ◽  
Amiruddin Amiruddin

Islamic da'wah is carried out in all sectors, including health. Likewise, Tuberculosis (TB) Care Aisyiyah in Sinjai Regency. The purpose of the study was to determine the form of Aisyiyah preaching through TB Care cadres. This type of research, qualitative, data collection using the method of observation, interviews and documentation. Data analysis applied in this study started from data collection, data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results showed that Aisyiyah preaching through TB Care cadres started from mentoring. Assistance of TB Care cadres is carried out periodically, the first visit is called sampling and becomes a discussion partner with patients, and patients' families starting from information on treatment, healing and health (starting from monitoring taking medication for a period of six months to the recovery stage). Furthermore, the form of da'wah carried out by TB Care cadres in broadcasting da'wah through three forms, namely da'wah by oral bill, da'wah bil hal and da'wah bil qalam. The implication of this research is that the delivery of da'wah for TB Care cadres should be optimized by providing knowledge related to da'wah for TB Care cadres.***Dakwah Islam dilakukan di semua sektor, termasuk kesehatan. Begitu juga yang dilakukan oleh Tuberculosis (TB) Care Aisyiyah di Kabupaten Sinjai. Tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk dakwah Aisyiyah melalui kader TB Care. Jenis penelitian, kualitatif, pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini mulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dakwah Aisyiyah melalui kader TB Care dimulai dari pendampingan. Pendampingan kader TB Care dilakukan secara berkala, kunjungan pertama disebut dengan pengambilan sampel serta menjadi mitra diskusi terhadap pasien, dan keluarga pasien mulai dari Informasi pengobatan, kesembuhan dan kesehatan (mulai dari pengawasan minum obat selama kurung waktu enam bulan sampai pada tahap kesembuhan). Selanjutnya bentuk dakwah yang dilakukan oleh kader TB Care dalam menyiarkan dakwah melalui tiga bentuk, yakni dakwah secara bil lisan, dakwah bil hal dan dakwah bil qalam. Implikasi penelitian ini bahwa  penyampaian dakwah kader TB Care hendaknya dioptimalkan dengan memberikan pengetahuan terkait dakwah terhadap kader TB Care.


2021 ◽  
Vol 41 (1) ◽  
pp. 73-84
Author(s):  
Ach Tofan Alvino

This paper describes the da'wah rhetoric delivered by KH Syukron Djazilan through regular recitations. By knowing the preaching rhetoric of KH Syukron Djazilan as a topic of discussion, an overview of his preaching rhetoric application is expected to got, especially in routine recitations. In addition, the da'wah rhetoric presented by KH Syukron Djazilan can be used as a comparison material to the da'wah development for novice preachers. The method used in this study is a qualitative method with descriptive analysis based on the canon of rhetoric theory. The data collection techniques are conducted by observation and documentation through interviews. Observation by observing the preaching rhetoric of KH Syukron Djazilan in one of the themes presented in routine recitations at the Rahmat Kembang Kuning Mosque in Surabaya. The results of this research show that KH Syukron Djazilan has applied the canons of rhetoric in preaching (discovery, arrangement, style, delivery, and memory). However, KH Syukron Djazilan has prepared everything. He is also fluent in speaking and used it frequently, sometimes repeating his words when giving a religious lecture and it is fair-minded. This research have implicaiton that rhetoric in preaching is a must. It will be better includes unique public speaking skill (humorous) to gain the attention.***Tulisan ini menjelaskan retorika dakwah yang disampaikan oleh KH Syukron Djazilan melalui pengajian rutinan. Dengan mengetahui retorika dakwah KH Syukron Djazilan pada salah satu topik pembahasan, diharapkan akan memperoleh gambaran tentang penerapan retorika dakwah beliau khususnya pada pengajian rutinan. Di samping itu, retorika dakwah yang disajikan oleh KH Syukron Djazilan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi pengembangan dakwah untuk para pendakwah pemula. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan analisis deskriptif berdasarkan teori kanon retorika. Adapun teknik pengumpulan datanya melalui observasi dan dokumentasi serta wawancara. Observasi dengan cara mengamati retorika dakwah KH Syukron Djazilan dalam salah satu tema yang disampaikan dalam pengajian rutin di Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya. Hasil riset ini menunjukkan bahwa KH Syukron Djazilan telah menerapkan kanon retorika dalam berdakwah yaitu (penemuan, pengaturan, gaya, penyampaian, dan ingatan). Namun demikian, KH Syukron Djazilan sudah menyiapkan segala sesuatunya, dan juga sudah lancar berbicara dan terbiasa, ada kalanya mengulangi ucapan ketika berceramah, dan hal tersebut merupakan yang wajar saja. Penelitian ini memiliki implikasi bahwa retorika dakwah itu perlu, akan lebih baik ketika disertai keahlian berbicara di depan umum yang unik (humoris) untuk menarik perhatian.


2020 ◽  
Vol 40 (2) ◽  
pp. 87
Author(s):  
Uky Firmansyah Rahman Hakim ◽  
Rima Fadillah

<p>Anak autis merupakan seseorang yang memiliki gangguan komunikasi, yang membuat penderitanya tidak mampu mengadakan interaksi sosial dengan baik. Sehingga keberadaan anak autis masih dipandang sebagai orang lain di masyarakat. Padahal, anak autis mampu melakukan komunikasi, meskipun komunikasi yang dilakukan berbeda dengan orang non-autis. Kaitannya dengan dakwah, anak autis seharusnya mampu menerima pesan-pesan dakwah, sehingga penelitian mengenai anak autis dari sudut pandang mad’u dakwah sangat penting untuk dilakukan. Penelitian ini dilakukan di SLB Autis Jalinan Hati Payakumbuh dengan tujuan mengetahui tentang apakah anak autis dapat digolongkan sebagai mad’u dakwah, dan bagaimana perkembangan sosial dan komunikasi anak autis sehingga ia mampu menerima pesan dakwah. Melalui penelitian lapangan (<em>field research</em>), penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, data diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menujukan bahwa (1) dilihat dari pengertian dan kriteria mad’u, anak autis dapat digolongkan sebagai mad’u dakwah; (2) anak autis memiliki pola komunikasi interpersonal yang berbeda dengan anak non-autis, dalam perkembangannya ia tetap mampu melakukan komunikasi dengan orang lain, baik mengirim ataupun menerima pesan, melalui 3 tahapan, yaitu <em>the</em> <em>own agenda stage </em>(tahapan perkembangan komunikasi yang mendasar)<em>, </em><em>the requester stage</em><em> </em>(perkembangan komunikasi mengalami kemajuan yang baik, tetapi masih terbatas)<em>, </em>dan<em> </em><em>the early communication stage</em><em> </em>(tahapan kemampuan berkomunikasi sudah lebih baik).</p><p>Child with autism is someone who has a communication disorder, which makes the sufferer unable to have good social interactions. So that the existence of autistic children is still seen as another person in society. In fact, autism can communicate, even though communication is different from non-autism. With regard to da'wah, autism should be able to receive da'wah messages, so research on autism from the point of view of mad'u da'wah is very important to do. This research was conducted at SLB Autism Jalinan Hati Payakumbuh to know whether autism can be classified as mad'u da'wah, and how the social development and communication of autism so that they can receive da'wah messages. Through field research (field research), this study uses qualitative descriptive methods, data obtained from interviews, observation and documentation. The results show that (1) seen from the definition and criteria of mad'u, autism can be classified as mad'u da'wah; (2) autism has different interpersonal communication patterns from non-autism, in their development they are still able to communicate with other people, either sending or receiving messages, through 3 stages, namely the own agenda stage (basic stages of development of communication) , the requester stage (communication development has progressed well, but is still limited), and the early communication stage (the stage of communication skills is better).</p>


2020 ◽  
Vol 40 (2) ◽  
pp. 101
Author(s):  
Amrina Rosyada

<p>Ustaz Abdul Somad kembali menjadi sorotan khalayak karena dakwahnya yang kontroversial. Pada akhir Agustus 2019, video ceramah Ustaz Abdul Somad yang diunggah pada tahun 2016 yang berjudul “Hukum Melihat Salib” sempat viral di media sosial karena dianggap mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Video pendek yang berisi jawaban Ustaz Abdul Somad atas pertanyaan jamaah, mengandung konten yang menyinggung tentang salib sehingga menimbulkan respon negatif dari umat nonmuslim. Selain itu, ada video ceramah lain yang berjudul “Hukum Menonton Film Korea” yang juga menimbulkan respon negative bagi para penggemar KPop atau KPopers. Tulisan ini fokus pada bagaimana etika komunikasi dakwah Ustaz Abdul Somad yang dibangun berdasarkan perspektif Al Quran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Subjek penelitiannya adalah dua video ceramah Ustaz Abdul Somad yang berjudul “Hukum menonton Film Korea” dan “Hukum Melihat Salib”. Sementara objek penelitian ini ialah retorika Ustaz Abdul Somad dalam video-video tersebut. Hasilnya, ceramah dalam kedua video tersebut mengandung prinsip etika komunikasi dalam Al Quran, dengan catatan ceramah tersebut dilakukan pada kelompok terbatas. Etika Al Quran yang dimaksud adalah prinsip bicara tegas dan jujur. Namun, jika dalam konteks media sosial yang bersifat general atau umum, maka pesan dakwahnya tidak sesuai dengan salah satu kode etik dakwah serta dinilai tidak efektif.</p><p> </p><p><em>Ustaz Abdul Somad returned to the media spotlight because of his preaching that triggered a negative response by other groups. At the end of August 2019, Ustaz Abdul Somad's video lecture uploaded in 2016 entitled "Hukum Melihat Salib" was viral on social media because it was considered to contain SARA elements. In the video footage, there is content that is offensive about the cross, giving rise to negative responses from non-Muslim communities. In addition, the lecture video entitled "Hukum Menonton Film Korea" also caused a negative response for KPopers. Therefore, this paper focuses on how the ethics of Ustaz Abdul Somad's missionary communication are built on the perspective of the Qur'an. This research uses a qualitative descriptive approach. His research subjects used Ustaz Abdul Somad's video lecture entitled "Hukum Menonton Film Korea" and "Hukum Melihat Salib". While the object of this research is the rhetoric of Ustad Abdul Somad in the videos. As a result, both videos contain ethical principles of communication in the Koran, if the lecture is aimed at a particular group. Unlike the case in social media that is universal (anyone, anytime and anywhere can be accessed), then the message of preaching is not </em><em>following</em><em> </em><em>one of the preaching code of ethics and has not been effective. </em></p>


2020 ◽  
Vol 40 (2) ◽  
pp. 168
Author(s):  
Abraham Zakky Zulhazmi ◽  
Erma Priyanti

<p>Tulisan ini menunjukkan perkembangan dakwah kontemporer di Indonesia ditandai dengan fenomena maraknya komunitas hijrah diberbagai Kota. Bahkan, hijrah sudah menjadi sebuah fenomena yang tak asing dan bahkan familiar di kalangan masyarakat Islam. Bagi pemeluk agama Islam, hijrah sudah menjadi fenomena yang ramai dilakukan. Dalam hal ini dijelaskan bahwa hijrah sebagai jalan untuk mengubah seorang individu atau bertaubat. Baik yang dilakukan oleh setiap individu ataupun dalam sebuah komunitas. Salah satunya di Kota Solo yang memiliki latar keberagamaan dan keberagaman yang dinamis. Tujuan penelitian ini untuk menguraikan secara detail tentang pengelolaan dakwah dalam komunitas Jaga Sesama Solo. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menjelaskan mengenai manajemen dakwah di Komunitas Jaga Sesama Solo. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun wawancara mendalam (<em>indept interview</em>) dengan pengelola komunitas Jaga Sesama (ketua, bagian humas dan anggota). Hasil penelitian ini adalah Komunitas Jaga Sesama menjalankan dalam menajemen dakwah untuk mewadahi generasi muda Solo belajar dasar Islam. Perencanaan dakwah (<em>takhthith</em>) ditempuh melalui menentukan sasaran dakwah, menyusun visi misi komunitas, memilih ustaz. Pengorganisasian dakwah (<em>tanzhim</em>) dengan pembagian tugas kepada pengurus komunitas. Penggerakan dakwah (<em>tawjih</em>) dengan menghadirkan kegiatan yang relevan dengan generasi muda dan optimalisasi media sosial. Pengendalian dan evaluasi dakwah (<em>riqabah</em>) melalui evaluasi bulanan.<em></em></p><p> </p><p><em>In t</em><em>his paper t</em><em>he development of da’wa in contemporary Indonesia is marked by the phenomenon of the spread of hijrah communities in various cities. </em><em>Hijrah has become a familiar phenomenon among the Muslim community. For Muslims, hijrah has become a predictable phenomenon. In this case, it is explained that hijrah is a way to change an individual or repent. </em><em>Whether</em><em> done by each individual or community. </em><em>One of them is Solo, which has a dynamic diversity and religious background. This research is qualitative research that describes the da’wa management in Komunitas Jaga Sesama Solo. Interviews with Komunitas Jaga Sesama Solo managers </em><em>(head of public relations and members) </em><em>were used as the primary data collection method. This </em><em>study </em><em>conclued</em><em>es</em><em> that the Komunitas Jaga Sesama Solo carries out da’wa management to accommodate the young generation of Solo to learn the basics of Islam. Da'wa planning (takhthith) is pursued through determining the target of the da'wa, compiling the vision and mission of the community, choosing the ustaz. Organizing da'wa (tanzhim) by distributing tasks to community administrators. The movement of da'wa (tawjih) by presenting activities that are relevant to the younger generation and optimization of social media. Control and evaluation of da’wa (riqabah) by monthly evaluation. </em></p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document