Intuisi : Jurnal Psikologi Ilmiah
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

10
(FIVE YEARS 10)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Negeri Semarang

2541-2965, 2086-0803

2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 113-122
Author(s):  
Ni Luh Krishna Ratna Sari ◽  
Hamidah Hamidah ◽  
Adijanti Marheni

Peredaran narkoba tidak hanya terjadi di berbagai tempat umum, namun juga di dalam suatu lembaga pemasyarakatan. Bagi narapidana yang merupakan mantan pecandu narkoba di lembaga pemasyarakatan, hal ini dapat mempengaruhi potensi mengalami kekambuhan yang menjadi semakin tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan potensi mengalami kekambuhan adalah dengan pemberian terapi kognitif perilaku. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efektivitas terapi kognitif perilaku untuk menurunkan potensi kekambuhan pada narapidana mantan pecandu narkoba di salah satu lembaga pemasyarakatan di Bali. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif ekperimen dengan one group pretest-posttest design. Teknik sampling yang digunakan adalah pusposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji beda Wilcoxon signed-rank test. Hasil penelitian menunjukkan nilai negative ranks = 3 dengan nilai Z= -1.604 dan Asymp. Sig. = 0.109 (p>0.05). Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan potensi kekambuhan narapidana mantan pecandu narkoba di lembaga pemasyarakatan sebelum dan setelah diberikan terapi kognitif perilaku. Meskipun begitu, angka negative ranks menunjukkan bahwa seluruh skor posttest lebih rendah dari skor pretest sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi kognitif perilaku dapat menurunkan potensi kekambuhan pada narapidana mantan pecandu narkoba di lembaga pemasyarakatan.  Drug trafficking not only occurs in various public places but also in prison. For the former drug addicts prisoners, this can affect the potential of relapse to become even higher. One effort to reduce the potential of relapse is by giving cognitive behavioral therapy. The purpose of this study was to examine the effectiveness of cognitive- behavioral therapy to reduce the potential of relapse in former drug addicts at one of the prisons in Bali. This study uses quantitative methods with one group pretest-posttest design. The sampling technique used is purposive sampling. Data were analyzed using a Wilcoxon signed-rank test. The results showed the value of negative ranks = 3 with Z values = -1.604 and Asymp. Sig. = 0.109 (p> 0.05). It means there is no significant difference in the potential relapse of the former drug addicts prisoners before and after cognitive-behavioral therapy program. However, negative ranks score indicates that all of the posttest scores are lower than the pretest score. So it can be concluded that cognitive-behavioral therapy can reduce the potential of relapse in former drug addicts prisoners.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 1-17
Author(s):  
Margaretha Maria Shinta Pratiwi ◽  
Subandi Subandi ◽  
Maria Goretti Adiyanti

Emosi moral memegang peran penting yang berfungsi sebagai motif munculnya kecenderungan tindakan moral dan mengantisipasi pelanggaran moral remaja, dan mampu memikirkan kesejahteraan orang lain. Namun, belum ada penelitian yang mengkaji model yang memprediksi emosi moral remaja. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan: 1) Menguji model prediktif sosialisasi emosi orang tua yang dipersepsi oleh remaja dan perspective-taking terhadap emosi moral remaja; 2) Menguji peran perspective- taking mediator terhadap emosi moral remaja. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif. Pemilihan partisipan menggunakan teknik multistage sampling, partisipan berjumlah 936 remaja usia 12-18 tahun di Semarang yang diambil menggunakan Teknik analisis data menggunakan SEM PLS (Partial Least Square ). Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) Model prediktif sosialisasi emosi orang tua yang dipersepsi oleh remaja dan perspective-taking terhadap emosi moral remaja mampu membuktikan kesesuaian teoretis dan teruji berdasarkan data empiris. Berdasarkan pengujian model struktural, diperoleh data bahwa: a)Terdapat pengaruh signifikan sosialisasi emosi orangtua yang dipersepsi oleh remaja terhadap perspective-taking ( =0,353,T-Stat >1,96); b) Terdapat pengaruh signifikan perspective- taking terhadap emosi moral( =0,188,T-Stat>1,96);c)Terdapatpengaruhsosialisasiemosiorangtuayangdipersepsiolehremaja emosi moral( =0,132,T-Stat >1,96); 2) Peran perspective-taking terbukti sebagai variabel mediator. Berdasarkan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa sosialisasi emosi orangtua yang dipersepsi oleh remaja dapat memengaruhi emosi moral secara langsung maupun secara tidak langsung melalui perspective-taking. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan teori terkait moral serta memberikan informasi pada masyarakat secara luas, remaja dan orangtua secara khusus berkaitan dengan faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi moral dan fungsi dari emosi moral.  Moral emotions hold an important role that functions as a motive for the emergence of moral acts and anticipates the moral violations of adolescents, and be able to think about the interests and welfare of other people. However, there has no studies that examine models that predict moral emotions in adolescents. Therefore, this study aims to: 1) Test the predictive model of parental emotions socialization perceived by adolescents and perspective-taking on adolescent moral emotions; 2) Test the role of perspective-taking as mediators mediator between parental emotion socialization and adolescent moral emotion. The research method used is quantitative. Partisipant selection was conducted through multi-stage sampling, 936 teenagers aged 12-18 years in Semarang. The statistical data analysis used is SEM PLS (Partial Least Square). The research results indicate: 1) The predictive model of parental emotions socialization perceived by adolescents and perspective-taking on adolescent moral emotions can prove theoretical and tested suitability based on empirical data. Based on structural testing of the model, the data obtained that: a) There was a significant influence on parental socialization perceived by adolescents on perspective-taking(γ = 0.353, T-Stat> 1.96); b) There was a significant influence of perspective-taking on moral emotions (β = 0.188, T-Stat> 1.96); c) There was an influence of parental socialization of emotions perceived by adolescents moral emotions (γ = 0.132, T-Stat> 1.96) s; 2) The role of perspective-taking is proven as a mediator variable. Based on data analysis, it can be concluded that the parental emotions socialization perceived by adolescents can influence moral emotions directly or indirectly through perspective-taking. Therefore, this study can provide benefits for the development of moral theory, and provide information to the wider community, adolescents and parents specifically related to factors that can influence the development of moral emotions and the function of moral emotions.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 93-102
Author(s):  
Fikri Tahta Nurul Fiqih ◽  
Annita Wahyuningtyas ◽  
Abid Abdi Aziz ◽  
Erni Agustina Setiyowati

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biblioterapi kelompok dalam menurunkan agresivitas pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain Pretest-Postest Control Group Desain. Sampel dipilih berdasarkan hasil seleksi menggunakan skala agresivitas. Penempatan kelompok eksperimen menggunakan randomisasi. Sebanyak 18 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 18 siswa sebagai kelompok kontrol. Alat ukur yang digunakan untuk pretest dan post test adalah skala agresivitas yang terdiri dari 55 pernyataan. Biblioterapi dilaksanakan sebanyak 7 sesi dengan menggunakan naskah-naskah cerita yang telah mendapat penilaian kelayakan dari Psikolog. Hasil analisis data menggunakan uji F menghasilkan perbedaan agresivitas yang signifikan antara gainscore kelompok eksperimen dan kontrol. Selain itu terdapat perbedaan agresivitas yang signifikan pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah intervensi, sedangkan pada kelompok control tidak ada perbedaan agresivitas yang signifikan antara pretest dan post test. Dapat disimpulkan bahwa biblioterapi kelompok dapat menurunkan agresivitas siswa.  This study aims to determine the effectiveness of bibliotherapy in reducing aggressiveness in elementary students. This study used an experimental method with the pretest-posttest control group design. The sample is chosen based on the results of the selection using an aggressiveness scale. Placement of the experimental group using randomization. A total of 18 students as the experimental group and 18 students as a control group. The measuring instrument used for the pretest and post-test is an aggressiveness scale consisting of 55 statements. Bibliotherapy was carried out as many as seven sessions using story scripts that had received a feasibility assessment from a Psychologist. The results of data analysis using the F test produced a significant difference in aggressiveness between the gain score of the experimental and control groups. The results showed that there were substantial differences in aggressiveness in the experimental group before and after the intervention. Whereas, in the control group, there was no significant difference in aggressiveness between the pretest and post-test. It can be concluded that bibliotherapy effectively reduces student aggressiveness.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 82-92
Author(s):  
Anak Agung Sri Sanjiwani ◽  
Afif Kurniawan ◽  
IGA. Putu Wulan Budisetyani

Remaja yang terlibat dalam kasus hukum mengalami berbagai tekanan yang dapat menyebabkan kondisi stres. Hasil studi pendahuluan pada narapidana remaja menunjukkan bahwa terdapat empat remaja yang mengalami stres pada tingkat sedang dan berat. Gejala stres ditunjukkan dari kondisi emosi yang mudah marah, tersinggung, gelisah dan kesulitan tidur nyenyak. Kondisi stres belum dapat dihadapi dengan strategi koping yang efektif sehingga ditampilkan dengan cara-cara yang kurang adaptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan strategi koping dalam menurunkan stres yang dialami oleh narapidana remaja. Penelitian ini menggunakan desain one group pretest-postest design dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan skala stres dari DASS (Depression anxiety stress scale) dengan analisis wilcoxon signed-ranks test. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah empat orang remaja berusia 15-18 tahun. Pemberian lembar kerja dan wawancara individual juga dilakukan guna memperdalam data yang diperoleh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan dari tingkat stres narapidana remaja antara sebelum dan setelah pemberian pelatihan strategi koping (z=-0,730; p=0,465, p>0,05), namun berdasarkan lembar kerja dan wawancara individual diketahui bahwa keempat subjek dapat melakukan penilaian ulang (reappraisal) secara positif terhadap situasi yang dialami dan dapat menentukan strategi koping yang efektif untuk diri masing-masing.Adolescent involved in legal cases experience various pressures that can lead to stressful conditions. Preliminary study results in adolescent inmates have shown that there are four adolescents experience stress at moderate and severe levels. Stress symptoms are shown from an emotional condition that is irritable, restless and difficulties sleep well. Stress conditions can not be solved with effective coping strategies that are displayed in less adaptive ways. The research aims to determine the influence of coping strategy training in reducing the stress experienced by adolescent inmate in prison. This research uses one group pretest-postest design with purposive sampling technique. Data collection is done using the stress scale of the DASS (Depression Anxiety Stress Scale) and analysis with wilcoxon signed-ranks test through the help of data processing software. The provision of individual worksheets and interviews is also done to deepen the data obtained. The results of this study showed that there were no significant changes in the stress levels of adolescent inmate between before and after providing coping strategy training (z=-0,730; p = 0,465, p > 0.05), but based on worksheets and individual interviews it is known that the four subjects can be positively reappraisal to the situation experienced and can determine an effective coping strategy for each of themselves. 


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 103-112
Author(s):  
Aprilia Wira Sarifa ◽  
Fatma Kusuma Mahanani

Perundungan maya menjadi masalah global yang terjadi salah satunya pada remaja. Faktor kepribadian menjadi salah satu penentu terjadinya hal tersebut, termasuk callous unemotional traits. Tujuan dalam penelitian ini untuk menjelaskan hubungan antara callous unemotional traits dan cyberbullying pada remaja di SMA Negeri Kota Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Penelitian ini dilakukan di 6 SMA Negeri Kota Semarang yang terpilih sebagai sampel. Responden berjumlah 188 remaja (usia 15-18 tahun). Penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Skala cyberbullying terdiri dari 38 item dengan koefisien reliabilits 0,883. Skala callous unemotional traits terdiri dari 28 item dengan koefisien reliabilitas 0,894. Uji hipotesis menggunakan teknik rank Spearman. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa cyberbullying pada 188 remaja di SMA Negeri Kota Semarang tergolong sangat rendah (89,4%). Pada callou unemotional traits, callousness tergolong sangat rendah (53,2%), uncaring tergolong sangat rendah (65,4%) dan unemotional tergolong sedang (52,1%). Berdasarkan hasil analisis inferensial diketahui bahwa callous unemotional traits dan cyberbullying memiliki hubungan yang signifikan sebesar 0,000 (p<0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,469. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi tingkat callous unemotional traits maka semakin tinggi pula tingkat cyberbullying pada remaja dan sebaliknya, semakin rendah callous unemotional traits maka akan rendah pula cyberbullying pada remaja.  Cyberbullying is a global problem that occurs among adolescents. Personality factors become one of the determinants of this, including callous unemotional traits. The aim of the present study was to examine the association between callous unemotional traits and cyberbullying in adolescents in State Senior High School of Semarang City. The research methods used are correlational research. The present study held in six State Senior High School of Semarang City that chosen as the sample. Participants included 188 adolescents (aged 15-18). It used cluster random sampling. The cyberbullying scale included 38 items with coefficient reliability 0,883. Callous unemotional traits scale included 28 items with coefficient reliability 0,894. Hypothesis test in the present study used rank spearman. The descriptive analyses result showed cyberbullying in 188 adolescents at state senior high school of Semarang city was very low (89,4%). On callous unemotional traits, callousness was very low (53,2%), uncaring was very low (65,4%) and unemotional was moderate (52,1%). Based on inferential analyses result, callous unemotional traits and cyberbullying had significance of 0,000 (p<0,05) with coefficient correlation of 0,469. This means that the higher levels of callous unemotional traits, the higher levels of cyberbullying in adolescents and the lower levels of the callous unemotional traits, the lower levels of the cyberbullying in adolescents.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 48-65
Author(s):  
Selvia Selvia

Gangguan kecemasan sosial merupakan kondisi seseorang merasa cemas ketika berada di lingkungan sosial seperti takut menatap orang lain, takut diperhatikan di depan umum, dan takut akan penilaian yang diberikan orang lain. Gangguan ini kurang disadari oleh masyarakat, serta disadari sebagai masalah inheren dari suatu individu. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun rancangan media motion comic sebagai edukasi tentang kepedulian terhadap gangguan kecemasan sosial agar dapat disadari oleh penderita dan orang disekitarnya sehingga dapat memperoleh treatment yang tepat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode campuran. Proses penelitian diawali dengan memberikan kuesioner kepada 30 remaja kemudian dilakukan wawancara terhadap ahli psikologi, ahli komik, dan guru seni. Hasil perancangan berupa video komik bergerak mengenai penderita gangguan kecemasan sosial dan gejala yang muncul dengan beberapa tambahan efek suara. Hasil ulasan kepada ahli psikologi, ahli komik, guru seni, dan siswa sekolah menengah, menunjukkan bahwa perancangan motion comic mengenai edukasi tentang kepedulian terhadap gangguan kecemasan sosial untuk remaja ini sudah cukup baik. Media motion comic dapat menyampaikan pesan kepada target sebagai media edukasi tentang kepedulian terhadap seseorang yang mengalami gangguan kecemasan sosial.  Social anxiety disorder is a condition of someone feeling anxious when in a social environment such as fear of staring at others, fear of being watched in public, and fear of judgment given by others. This disorder is less recognized by the community, and recognized as an inherent problem of an individual. This research aims to create a motion comic media as an education about caring for social anxiety disorder so that it can be realized by sufferers and those around them so they can get the right treatment. The research method in this study is mixed methods. Data collection technique started by giving questionnaires to 30 teenagers and conducted interviews with psychologists, a comic experts, and art teacher. The results of the design in the form of a moving comic video about people with social anxiety disorder and symptoms that appear with some additional sound effects. The results of the review to psychologists, comic experts, art teachers, and high school students, showed that the design of motion comics about education about caring for social anxiety disorder for adolescents was good enough. Motion comic as a media can deliver the message to the targeted participants as an educational tool to care for individuals with social anxiety disorder.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 27-47
Author(s):  
Santi Riksa Pratiwi ◽  
Nuke Martiarini

Persepsi masyarakat terhadap muslimah bercadar cederung negatif, namun masih terdapat individu yang memilih untuk bercadar. Diperlukan pemahaman lebih lanjut terkait pembentukan identitas baru atau rekonstruksi identitas pada muslimah bercadar. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana konstruksi identitas yang terbentuk berkaitan dengan identitas diri dan identitas sosial pada muslimah bercadar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Sumber data dari penelitian ini adalah muslimah yang telah menggunakan cadar minimal dalam waktu 6 bulan dan menjadi bagian dari komunitas P******. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan wawancara. Sebagai wujud dari kredibilitas penelitian, peneliti menggunakan kualitas penelitian dengan merujuk pada empat kualitas esensial. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti merupakan teknik analisis data melalui pendekatan fenomenologis dengan IPA (Interpretatif phenomenological analysis). Hasil penelitian menemukan sepuluh tema berkaitan dengan fungsi kognitif, perasaan, perilaku, dan faktor yang mempengaruhinya. Fungsi kognitif yang muncul pada muslimah bercadar yaitu pemikiran bahwa cadar sangat bermanfaat, ketaatan terhadap hukum agama semakin kuat, keinginan berbuat baik agar mendapatkan surga, pengalaman buruk dengan laki-laki hingga mengenal cadar, serta meneladani kepribadian Rasul dan sahabat Rasul. Tema terkait perasaan yaitu perasaan lebih nyaman ketika bercadar. Tema terkait perilaku yaitu berperilaku sebaik mungkin dan mengajak orang lain. Tema terkait faktor yang mempengaruhi muslimah bercadar yaitu keluarga yang memahami keputusan untuk bercadar, pengaruh komunitas dakwah P****** yang cukup kuat, serta lingkungan pertemanan, tetangga dan masyarakat umum yang kurang mendukung.  Public perceptions of veiled Muslim women tend to be negative, but there are person who still choose to veiled. Further understanding is necessary regarding the construction of a new identity or identity reconstruction in veiled Muslim women. The aim of the study was to find out how identity construction formed was related to self identity and social identity in veiled Muslim women. The type of this study was qualitative research using a phenomenological approach. Sources of data from this study are Muslim women who have used veils in the span of 6 months to 2 years and become part of the P ****** community. Data were collected by interviews. As a research credibility, researcher use the quality of research by referring to four essensial qualities. The data analysis technique used by researchers is a data analysis technique through a phenomenological approach with IPA (Interpretative phenomenological analysis). The results of the study, found ten themes about cognitive functions, feelings, behaviors, and factors that influence it. Themes about cognitive namely the thought that the veil is very useful, adherence to religious law is getting stronger, the desire to do good to get heaven, bad experiences with men untill she wore the veil, emulate personality of Apostle and friend of the Apostle. There are a theme about feeling, that was feeling more comfortable when using veil. Themes about behaviors, that was behaving as well as possible and inviting others, families who understanding the decision to veiled, the influence of the P ****** da'wah community is strong enough, and the environment of friends, neighbors and the general public is less supportive. These themes were concluded to lead to identity reconstruction in veiled Muslim women.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 75-81
Author(s):  
Katherine Wijaya ◽  
Rianda Elvinawanty ◽  
Yulinda Septiani Manurung

Setiap pasangan memiliki pengalaman sendiri di dalam pernikahannya. Pernikahan tidak terlepas dengan permasalahan rumah tangga. Permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut mampu mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan yang dirasakan oleh setiap pasangan. Faktor yang mempengaruhi kepuasan tersebut adalah salah satu trait kepribadian Big Five yaitu neuroticism. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan neuroticism dengan marital satisfaction. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan subjek berjumlah 167 pasangan atau 334 subjek yang dipilih dengan metode purposive sampling. Alat ukur yang dalam penelitian ini adalah Skala Neuroticism dan Skala Marital Satisfaction. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data Pearson Product Moment Correlation. Hasil analisis data menunjukkan r = -0.544, p=.000 (p < 0.01), yang menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara neuroticism dengan marital satisfaction. Hal ini yang berarti bahwa emosi atau tingkat neuroticism pasangan yang tinggi akan menurunkan kepuasan pernikahan yang dirasakan.  Every spouse has their own experience in their marriage. Marriage is inseparable from household problems. These problems can influence spouse‟s satisfaction in their marriage. One of the factors that influence this satisfaction is one of the Big Five personality traits which is neuroticism. This study aims to find relationship between neuroticism and marital satisfaction. This study is a quantitative study with 167 spouses or 334 subjects as sample that was chosen with purposive sampling method. The measuring instruments used are Neuroticism Scale and Marital Satisfaction Scale. Analysis data used is Pearson Product Moment Correlation. The data analysis result showed r= -0.544, p=.000 (p< 0.01), means there is a negative relationship between neuroticism and marital satisfaction. This means that the higher emotion or neuroticism level can reduce the marital satisfaction that spouses sense.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 18-26
Author(s):  
Anita Caroline ◽  
Taufik Akbar Rizqi Yunanto

Seksualitas melingkupi kehidupan manusia sejak lahir sampai sepanjang hidupnya. Seksualitas menyangkut berbagai dimensi, diantaranya dimensi kultural, sosial, biologis, dan psikologis. Namun isu seksualitas kerap dipandang tabu untuk diperbincangkan karena terkotak hanya pada pandangan sempit terkait perilaku seksual. Fenomena ini khususnya lebih sering ditemukan diantara perempuan dan kecenderungan ini dipengaruhi oleh identitas gender. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana persepsi perempuan Indonesia dalam menguraikan tentang konsep seksualitas. Pengumpulkan data diambil dari 293 partisipan perempuan yang diperoleh melalui sampling acak, 88 partisipan telah menikah dan 205 partisipan belum menikah pada jarak usia 18 – 40 tahun. Berdasarkan hasil dari angket terbuka menunjukkan bahwa istilah seksualitas masih cenderung dipandang sebagai suatu hal yang tabu untuk dibicarakan (40,96%) oleh perempuan Indonesia. Sekitar seperlima bagian (21,16%) memandang bahwa seksualitas sebagai sesuatu yang wajar untuk dibicarakan jika sesuai dengan konteks dan berada dalam situasi tertentu. Sedangkan sisanya (37,88%) beranggapan bahwa seksualitas bukanlah hal yang tabu untuk didiskusikan. Jika dijabarkan dikategorikan berdasarkan dimensinya, 23,89% mencakup dimensi biologis, 10,58% mencakup dimensi psikologis, 11,6% mencakup dimensi sosial / kultural dan 53,93% mencakup dimensi perilaku. Adapun harapannya adalah agar dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan seksualitas yang komprehensif.  Sexuality covers human life from birth to throughout his life. Sexuality involves a wide range of dimensions, such as: biological, social / cultural, psychological, and behavior dimensions. But the issue of sexuality is often seen as taboo to be discussed because it is compartmentalized only in the narrow view of sexual behavior. This phenomenon is particularly common among women and this tendency is influenced by gender identity. This descriptive study aims to identify how Indonesian women perceive in describing the concept of sexuality. Collecting data was taken from 293 female participants obtained through random sampling, 88 married participants and 205 unmarried at the age range of 18-40 years. Based on the results of the open questionnaire, the term sexuality still tends to be seen as a taboo thing to talk about (40.96%) by Indonesian women. While (21.16%) the rest view sexuality as something natural to talk about if it is appropriate to the context and in certain situations. And only a small percentage (37.88%) think that discussing sexuality is no longer a taboo thing to talk about. If described as categorized by dimensions, 23.89% includes the biological dimension, 10.58% includes the psychological dimension, 11.6% includes the social / cultural dimension and 53.93% includes behavior dimension. The hope is that it can be useful to increase awareness of the importance of comprehensive sexuality education.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 66-74
Author(s):  
Henny Puji Astuti ◽  
Agustinus Arum Eka Nugroho ◽  
Noer Azizah Rosita Dewi

Data awal menunjukkan bahwa masih terdapat anak usia dini yang belum menunjukkan perilaku yang mengarah pada empati terhadap orang lain, sementara perilaku empati ini sangat penting untuk membina kehidupan sosial. Keberadaan binatang dan tumbuhan akan menjadi objek yang menyenangkan bagi anak sebagai pengenalan karakter dan penyampaian pesan.Anak tersebut meniru perilaku teman maupun perilaku yang sudah dibawa dari rumah. Salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan empati anak usia dini adalah melalui penerapan model pembelajaran picture and picture berbasis keanekaragaman hayati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan fakta dan menjelaskan tentang perbedaan kemampuan empati anak usia dini berdasarkan pada penerapan model pembelajaran picture and picture berbasis keanekaragaman hayati. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kemampuan empati pada 41 anak usia dini ditinjau dari penerapan model pembelajaran picture and picture berbasis keanekaragaman hayati. Subjek penelitian menggunakan anak usia dini di TKB. Teknik sampling menggunakan sampel jenuh. Metode pengumpulan data menggunakan Skala Empati Anak Usia Dini, serta analisis data menggunakan Independent Samples t-Test. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kemampuan empati anak usia dini melalui penerapan model pembelajaran picture and picture berbasis keanekaragaman hayati, t=2,310 dengan taraf signifikansi 0,026. Kemampuan empati anak usia dini kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.Preliminary data showed that there are still young children who have not behaved that lead to empathy for others, while empathy behavior is very important to foster social relationships. The existence of animals and plants is a pleasant object for children and a means of character recognition and delivery of messages. Such as children imitate the behaviour of friends or behaviour that occurs at home. Efforts to improve children‟s application of picture and picture models. This study aims to prove and explain the differences in early childhood empathy abilities by using biodiversity based picture and picture learning model. The hypothesis of this study is that there is difference in early childhood empathy through biodiversity based picture and picture learning method. Research subjects used 41 early childhood from kindergarten group B. Sampling technique using saturated samples. The data collection method uses early childhood emphaty scales, while data analysis uses independent sample t-test. The result of the analysis showed that there was a difference in the ability of emphaty for early childhood through the application of a biodiversity picture and picture learning model, t=2.310, with a significance probability of 0.026. Emphaty ability of the early age experimental group was higher than the control group.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document