Jurnal Analisa Sosiologi
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

50
(FIVE YEARS 50)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Sebelas Maret

2615-0778, 2338-7572

2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Gietha Putri Aroem ◽  
Tubagus Hasanuddin

<p><em>The limited job field encourages the society to look for other alternatives by utilizing the existing environmental conditions to </em><em>satisfy</em><em> the needs of their families. One of the work as a brick worker. Research aims to know the socioeconomic conditions of brick workers from November- Desember 2019. This research used qua</em><em>litatif</em><em> descriptive methods. The respondents were bricker workers which was determined purposively amounted to 15 people. The results of this research show that bricker workers have a productive age (100%) ,the formal education is still low(67%), the average household net income per month of Rp 3.320.000,-</em><em> </em><em>−</em><em> </em><em>Rp 3.433.000,-</em><em> </em><em>with per-capital income per month of Rp 1.106.000,- −Rp 1.147.000,- has not fulfilled the standard UMR in </em><em>Bandar </em><em>Lampung city.of Rp </em><em>2.445.141</em><em>,-. Qualitatively, based on perceptions, 66.7% of bricker workers said that the income they earned was still insufficient to fulfill their daily needs. The conditions and housing facilities are still inadequate.</em></p><p><strong><em>Keywords: Brick Worker</em></strong><strong><em>, household, income</em></strong></p><p> </p><p><strong>Abstrak</strong></p><p>Terbatasnya lapangan pekerjaan mendorong masyarakat mencari alternatif lain dalam mencari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Salah satu alternatif tersebut adalah dengan menjadi buruh produksi batu bata. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi social ekonomi buruh pengrajin batu bata. Penelitian dilakukan di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung dari bulan November - Desember tahun 2019. Responden adalah buruh pengrajin batu bata yang ditentukan secara <em>purposive</em> berjumlah 15 Orang. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan buruh pengrajin batu berusia produktif (100%),  sebagian besar (67%) memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dan memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp 3.320.000,- − Rp 3.433.000,-  per bulan dengan pendapatan per kapita per bulan sebesar 1.106.000,- −Rp 1.144.000,- dan belum memenuhi standar UMR Kota Bandar Lampung sebesar Rp 2.445.141,- Secara kualitatif, berdasarkan persepsi, 66,7 % buruh pengrajin batu bata memaknai penghasilan yang didapat masih kurang tercukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan dan fasilitas tempat tinggal masih belum tercukupi dengan baik.</p><p align="left"><strong>Kata kunci: </strong><strong>Pendapatan, Rumahtangga,</strong><strong> Buruh Batu Bata</strong><strong>.</strong><strong><em></em></strong></p>


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Solikatun Solikatun ◽  
Siti Nurjannah ◽  
Nila Kusuma

<p><em>This research aims to find out the cultural crisis among youths in tourism region. This study employed a qualitative research method with phenomenological approach. The result of research showed that the factors underlying the cultural crisis in Kuta society, particularly youths, are innovation or new invention in the society, dissatisfaction with the existing condition, openness to the change, and people’s poor consciousness of the preservation of cultures existing. In addition, it is also due to the cultural effect of tourist, the entry of globalization and modernization currents, government supporting more the organization of entertainment events leading to the fading traditions, and more sophisticated technology innovation and social media effect. Cultural crisis occurring in Kuta Village is inseparable from the effect of Kuta village as tourist destination. Such condition makes some of local cultures existing in Kuta changing. On the one hand, some original cultures of Kuta village are still maintained well and not mixed with or affected by external culture (e.g. various forms of art and customary rites). On the other hand, as a tourist destination to which the tourism lovers often come, either domestic or foreign, culture westernization occurs in this village. The westernization effect can be seen from the western-oriented life of tour guide, the youths’ fashion style, and tourist facilities resembling foreign lifestyle such cafes.</em><em></em></p><p><strong><em> </em></strong></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: Cultural Crisis, Youth, Tourism</em></strong><strong><em>.</em></strong><strong><em></em></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><h2>Abstrak</h2><p>Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui krisis kultural pemuda di kawasan pariwisata.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang melatar belakangi timbulnya krisis budaya pada masyarakat khususnya pemuda kuta adalah adanya inovasi atau penemuan baru dalam masyarakat tersebut, ketidakpuasan dengan kondisi yang ada, sikap terbuka pada perubahan, kurangnya kesadaran pada masyarakat akan kelestarian budaya yang ada. Selain itu juga karena pengaruh budaya dari wisatawan, masuknya arus globalisasi dan modernisasi, pemerintah yang lebih mendukung dilakukannya ivent-ivent hiburan yang menyebabkan kesakralan suatu tradisi makin pudar, adanya inovasi teknologi yang semakin canggih, dan pengaruh media sosial. Krisis budaya yang terjadi di Desa Kuta tidak terlepas dari pengaruh desa kuta sebagai destinasi wisata.Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian budaya lokal yang ada di Kuta mengalami perubahan.Disatu sisi masih ada budaya asli desa kuta yang terjaga dengan baik dan tidak tercampur ataupun dipengaruhi budaya luar, diantaranya berbagai bentuk kesenian, upacara-upaca adat. Namn disisi lain, sebagai wilayah destinasi wisata yang sering didatangi oleh penikmat wisata baik lokal hingga mancanegara, menjadikan perubahan budaya yang ada di masyarakat kuta mengalami westrenisasi. Berbagai bentuk pengaruh westrenisasi tercermin dari kehidupan guide tour yang cendrung kebarat-baratan, selain itu cara berpakaian generasi muda, fasilitas-fasilitas wisata yang menyerupai kebutuhan gaya hidup ala mancanegara seperti kafe-kafe.</p><p><strong> </strong></p><p><strong>Kata Kunci:</strong>Krisis Kultural, Pemuda, Pariwisata.</p>


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Ika Agustina ◽  
Argyo Demartoto

<p><em>The </em><em>purpose of this research is to find out the relationship between the multiple roles and the function of socialization through gender relations, in the family of the carrying worker Pasar Legi, Surakarta. The Structural-functional theory of Parsons and Liberal Feminism are used in this research. This research uses a quantitative approach, type of explanatory research, and survey methods. The population in this study was 300 slave laborers with 83 samples taken. The data analysis technique uses data tabulation and correlation statistics (product-moment correlation test, partial correlation, and multiple correlations). Based on the results of this study, it indicates that the relationship between multiple roles and the function of socialization is not pure, but must go through gender relations. Gender relations as a test factor for predecessor variables. However, in a variable of multiple roles, the function of socialization, and gender relations have a joint relationship. The results of this study are under structural-functional theory and liberal feminism theory. It can be concluded that the more balanced the dual roles, the more balanced the family socialization function that is applied because of the more balanced gender relations.</em></p><p><strong><em>Keywords: family socialization function; gender; multiple roles; gender relations.</em></strong></p><p><strong><em><br /></em></strong></p><p>Tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui hubungan antara peran ganda dengan fungsi sosialisasi melalui relasi gender, dalam keluarga buruh gendong Pasar Legi Kota Surakarta. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktural Fungsional Parsons dan Feminisme Liberal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis penelitian eksplanasi, dan metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah buruh gendong sebanyak 300 orang dengan sampel yang diambil sebanyak 83 orang. Teknik analisis data menggunakan tabulasi data dan statistik korelasi (uji korelasi <em>product moment</em>, korelasi parsial, dan korelasi ganda). Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa hubungan antara peran ganda dengan fungsi sosialisasi tidak murni, tetapi harus melalui relasi gender. Relasi gender sebagai faktor uji variabel pendahulu. Akan tetapi di dalam variabel peran ganda, fungsi sosialisasi, dan relasi gender memiliki hubungan secara bersama-sama. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori struktural fungsional maupun teori feminisme liberal. Dapat disimpulkan bahwa semakin seimbang peran ganda, maka semakin seimbang fungsi sosialisasi keluarga yang diterapkan karena semakin seimbang relasi gender.</p><p><strong><em><strong>Kata Kunci : fungsi sosialisasi; gender; peran ganda; relasi gender.</strong><br /></em></strong></p>


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Angga Syahputra ◽  
Devi Nurtiyasari ◽  
Zani Anjani

<p><em>Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) has spread to more than 190 countries around the world. Covid-19 in Indonesia was first reported on March 2, 2020, i.e. as much as 2 cases. As of June 12, 2020, there were 36.406 confirmed cases (positive) and 2048 deaths cases. In Aceh, as of June 12, 2020, there were 115 total cases with 20 confirmed cases (positive) and 1 death case. In dealing with Covid-19, Indonesia Government has issued various policies based on studies of expertise and direction from the World Health Organization (WHO). One of the policies is to implement Physical Distancing. This policy becomes a challenge to be implemented in Indonesia. The Aceh Provincial Government also urged citizens to implement this policy. This study conducted to see the factors affecting Acehnese awareness in implementing Physical Distancing policy. The result shows that it is significantly affected by job factor, whereas other factors such as age and salary have no significant effect.</em></p><p><strong><em> </em></strong></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: C</em></strong><strong><em>ovid-19</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> Society Awareness</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> Public Awareness</em></strong><strong><em>;</em></strong><strong><em> Physical Distancing</em></strong><strong><em></em></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><h2>Abstrak</h2><p>Virus Covid-19 telah menyebar ke lebih dari 190 negara di dunia. Covid-19 di Indonesia pertama kali dilaporkan pada 2 Maret 2020 yaitu sebanyak 2 kasus. Hingga 12 Juni 2020, terdapat 36.406 kasus terkonfirmasi (positif) dan 2048 kasus kematian. Di Aceh, per 12 Juni 2020, terdapat total 115 kasus dengan 20 kasus terkonfirmasi (positif) dan 1 kasus kematian. Dalam menangani Covid-19, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan berdasarkan kajian keahlian dan arahan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Salah satu kebijakannya adalah dengan menerapkan <em>physical distancing social</em>. Kebijakan ini menjadi tantangan untuk diterapkan di Indonesia. Pemerintah Provinsi Aceh pun mengimbau warganya menerapkan kebijakan ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat Aceh dalam menerapkan kebijakan menjaga jarak fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pekerjaan dipengaruhi secara signifikan, sedangkan faktor lain seperti umur dan gaji tidak berpengaruh signifikan.</p><p><strong> </strong></p><strong>Kata Kunci: </strong>Covid-19; Kesadaran Masyarakat; Kesadaran Publik; Jarak Fisik.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Ristra Zhafarina Safira ◽  
I Nengah Mariasa

<p><em>The purpose of writing this article is to describe how the symbolic interactions are established between the Jaranan Jawa Turonggo Budoyo arts that grow and develop in Rejoagung Village and the audience. This study uses an analysis of symbolic interactions pioneered by Goerge Hebert Mead. The Jaranan Jawa Turonggo Budoyo performance in Rejoagung Village through verbal communication carried out by the actors of the jaranan art, namely through the elements contained therein such as motion, property, offerings, costumes, etc. are the symbols that exist in this dance. The symbols presented have their own meaning, so that they get appreciation from various audiences who have different backgrounds. This dance is performed for people who have nadzar and when there are people who catch it and this is especially true for Rejoagung residents. This is a response from the audience who is interested in this dance. Artists are a group of Reajoagung residents who have participated and consciously joined the Turonggo Budoyo organization.</em></p><p><strong><em>Kata kunci: </em></strong><strong><em>Jaranan Jawa Turonggo Budoyo, </em></strong><strong><em>symbolic interactions, aud</em></strong><strong><em>i</em></strong><strong><em>ence</em></strong><strong></strong></p><p> </p><p><strong>Abstrak</strong></p><p>Penulisan artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana terjalinnya interaksi simbolik antara kesenian Jaranan Jawa Turonggo Budoyo yang tumbuh dan berkembang di Desa Rejoagung dengan penonton. Metode yang digunakan yakni kualitatif deskkriptif. Penelitian ini mengunakan analisis dari interaksi simbolik yang dipelopori oleh Goerge Hebert Mead. Pertunjukan Jaranan Jawa Turonggo Budoyo melalui komunikasi verbal dilakukan oleh para pelaku kesenian jaranan, yaitu melaui unsur-unsur yang yang terkandung didalamnya seperti gerak, properti, sesaji<em>,</em> kostum, dan lain-lain merupakan simbol-simbol yang ada pada tarian ini. Simbol-simbol tersebut dihadirkan memiliki makna tersendiri, sehingga mendapatkan apresiasi dari berbagai penonton yang memiliki latar berlakang berbeda-beda. Tarian ini dipentaskan untuk pemenuhan <em>nadzar </em>terkhusus bagi warga Rejoagung. Hal tersebut merupakan adanya respon dari penonton yang tertarik pada tarian ini. Pelaku seni merupakan sekumpulan warga Reajoagung yang turut andil dan secara sadar bergabung dalam organisasi Turonggo Budoyo.</p><strong>Kata kunci: Jaranan Jawa Turonggo Budoyo, Interaksi simbolik, penonton</strong>


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Siti Zunariyah ◽  
Akhmad Ramdhon ◽  
Argyo Demartoto

<p><em>Tourism sector has grown to be the superior one with the fastest growth in the world and has been a locomotive of economic growth. Setabelan, Surakarta attempts to develop a culture and locality-based tourism village. This action research aims to analyze the process of empowering villagers conducted in participative manner by involving stakeholders with Friedman’s community empowerment theory. The result of research shows that community empowering process was conducted through the stage of producing citizens’ knowledge on village’s history, potency, need, and problem. The result of knowledge production was used as the data to design workshop to citizens through Focus Group Discussion (FGD) mechanism. A series of workshops have been implemented because people have interest in packaging the village’s cultural potency as tourist attraction. Citizens’ cultural potency was packaged in the forms of village profile book, village diary, documentary video, village sketch, Open Street Map (OSM) and infographic published through website and social media in order to be accessible broadly. Thus, empowering village through the potency owned in cultural context will provide knowledge, belief, understanding, and custom or habit or ethics guiding human behavior in living within its community.  </em></p><p><strong><em>Keywords: Empowerment, Tourism Village, Culture and Locality</em></strong><em></em></p><p align="left"> </p><h1>Abstrak</h1><p>Sektor pariwisata telah tumbuh menjadi sektor unggulan dengan pertumbuhan tersepat di dunia dan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi. Setabelan, Surakarta berupaya mengembangkan kampung wisata berbasis budaya dan lokalitas. Action research ini bertujuan untuk menganalisa proses pemberdayaan warga kampung yang dilakukan secara partisipatif dan melibatkan para <em>stakeholders</em> dengan teori pemberdayaan masyarakat dari Friedman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui tahap produksi pengetahuan warga tentang sejarah, potensi, kebutuhan dan problem kampung. Hasil produksi pengetahuan digunakan sebagai data untuk merancang workshop bagi warga melalui mekanisme <em>Focus Group Discussion</em> (FGD). Rangkaian workshop terlaksana karena masyarakat punya kepentingan untuk mengemas potensi budaya kampung sebagai daya tarik wisata.  Potensi budaya warga dikemas dalam bentuk buku profil kampung, <em>diary</em> kampung, video dokumenter, sketsa kampung, peta <em>Open Street Map</em> (OSM) maupun infografis dipublikasikan melalui <em>website</em> dan media sosial agar dapat diakses secara luas. Dengan demikian memberdayakan kampung melalui potensi yang dimiliki dalam konteks budaya   akan memberi bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman  serta  adat  kebiasaan  atau  etika  yang menuntun  perilaku  manusia  dalam  kehidupan  di  dalam  komunitasnya</p><p align="left"><strong>Kata kunci: Pemberdayaan, Kampung Wisata, Budaya dan Lokalitas<em> </em></strong></p>


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Alfin Dwi Rahmawan ◽  
Sujadmi Sujadmi

<p><em>Gay is known as a sexual attraction that is included in the group of Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT). It is the practice of same-sex sexual attraction that has been existed for a long time, from various times to this day, whether in big cities or various areas with a rare touch of modernity. This research intends to find out the dynamics of the existence of a gay identity, in which gay identity is usually stigmatized and becomes a marginalized group in society. This research was conducted in Toboali, the Regency of South Bangka. Toboali area is known for many groups of gay that interact and do their activities as the society in general. To analyze this research, it utilizes the theory of Identity by Manuel Castells. The research method used a descriptive qualitative research design. The technique of this research used snowball and also purposive sampling. The snowball technique is utilized to obtain the data from the gay informant, by gaining the data and the informant from the acquired key informant. The technique of purposive sampling is used for the community as a comprehensive data comparison. The result of the finding in the field shows that there are factors forming a gay identity of individual as follow social experience in childhood, lifestyle needs, family disharmony, and also the peers group. The result of the research also points out that the existence of gay identity in Toboali South Bangka in the stage of resistance identity.</em></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: D</em></strong><strong><em>ynamics, Gay, Identity</em></strong><strong><em>, Public Area.</em></strong><strong><em></em></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><h2>Abstrak</h2><p>Gay diketahui sebagai satu ketertarikan seksual yang tergabung ke dalam kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Yaitu praktik ketertarikan seksual sesama jenis yang sudah sejak dulu ada dari berbagai zaman hingga saat ini, baik di kota-kota besar maupun di berbagai daerah yang jarang tersentuh modernitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika eksistensi identitas gay, yang mana identitas gay ini biasanya terstigmatisasi, dan menjadi kelompok termarjinalkan di dalam masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Toboali Kabupaten Bangka Selatan. Dimana di daerah Toboali Bangka Selatan diketahui banyak kelompok gay yang berinteraksi dan melakukan aktivitas seperti masyarakat pada umumnya. Untuk menganalisis penelitian ini digunakan teori identitas dari Manuel Castells. Metode penelitian yang digunakan yakni menggunakan desain penelitian kualitatif fenomenologi. Sedangkan teknik yang digunakan dengan teknik snowball dan juga purposive sampling. Teknik snowball digunakan untuk memperoleh data dari informan gay, dengan cara memperoleh data dan informan dari informan kunci yang telah didapatkan. Teknik purposive sampling digunakan untuk kalangan masyarakat sebagai perbandingan data yang komperhensif. Pembahasan dari penelitian ini meliputi, faktor-faktor yang mempengaruhi, pergaulan sosial gay di Toboali Bangka Selatan dan stigma sosial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa eksistensi identitas gay di Toboali Bangka Selatan pada tahap resistance identity.</p><p><strong>Kata Kunci:</strong><strong> </strong>Dinamika, Gay, Identitas, Ruang Publik.</p>


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
Author(s):  
Umi Pujiyanti ◽  
Yustin Sartika

<p><em>The use of digital applications as a learning medium is one of the efforts to integrate technology and education. This descriptive qualitative research aims at figuring out how are the characters of Stop Motion Studio (SMS) and Life Lapse (LL), and how the preferences of both applications are used on a gender basis during the teaching-learning process at the English Letters Department, IAIN Surakarta. The SMS and LL are taken into account as the main sources of user interface characteristics. Further, there are 32 students of History of English Language and Literature (HELL) involved in this study to </em><em>response to the applications’ user interface based on the gender through questionnaire and interview. The results exhibit a more neutral design of SMS compared to a more feminine LL. Secondly, gender indeed plays role in choosing the application between SMS and LL. Yet more detailed reasons for the preference are the ease of usage and feature completeness.</em></p><p><strong><em> </em></strong></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: </em></strong><strong><em>Gender, User-Interface, Mirroring-Principle, </em></strong><strong><em>Learning Media.</em></strong><strong><em></em></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><h2>Abstrak</h2><p>Pemanfaatan aplikasi digital sebagai media pembelajaran menjadi salah satu upaya integrasi teknologi dalam dunia pendidikan. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui karakter aplikasi <em>Stop Motion Studio</em> (SMS) dan <em>Life Lapse</em> (LL) dan preferensi penggunaan aplikasi sebagai media pembelajaran mahasiswa/wi Sastra Inggris IAIN Surakarta dengan berbasis gender. Subyek utama penelitian ini adalah SMS dan LL untuk mengetahui karaterikstik <em>user</em> <em>interface</em>-nya. Disamping itu, untuk melihat respon terhadap <em>user interface</em> berbasis gender, penelitian ini mengambil sampel sebanyak 32 mahasiwa siswa mata kuliah <em>History of English Language and Literature</em> (HELL). Penelitian ini menggunakan kuesioner dan wawancara. Temuan penelitian bisa disampaikan dalam dua hal: Pertama,  karakteristik desain antarmuka aplikasi SMS lebih netral sedangkan aplikasi LL lebih feminin. Preferensi <em>gender</em> perancang aplikasi terefleksikan dalam desain antarmuka. Kedua, <em>gender</em> hanya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi penggunaan aplikasi oleh mahasiswa/wi. Kemudahan dan kelengkapan fitur menjadi faktor lain yang mempengaruhi preferensi penggunaan aplikasi.</p><p><strong> </strong></p><strong>Kata Kunci: </strong><em>Gender</em>, <em>User-Interface</em>, <em>Mirroring-Principle</em>, Media Pembelajaran


2021 ◽  
Vol 10 ◽  
Author(s):  
Septi Anggi Prawesti ◽  
Daru Purnomo ◽  
Suryo Sakti Hadiwijoyo

<p><em>The increased </em><em>the number of</em><em> population leads to imbalanced space and the stress effect on space makes the open space narrower, so that the area develops dirtiness. The narrow space availability occurs in Pancuran area, Salatiga City, Central Java, Indonesia. As the solution to the narrow space, a non-green open space has been constructed in Pancuran area in 2018 in the form of a landmark called Zero Point. This research aimed to analyze the form of non-green open space utilization in Pancuran slum areas. Henry Lefebvre's theory of spatial production which consists of spatial practice, spatial representation, and space representation will be an analytical tool to explain the phenomenon of the slum area. This study used a qualitative method with a case study approach and primary and secondary data sources. The data collection technique was carried out using observation, interview, and documentation. The data analysis technique used is to sort the data, explain the data and draw conclusions. The result of the research showed that (1) the form of non-green open space (Zero Point) utilization as the representation of social space in Pancuran slum area is currently limited to the playground area for children, stopover place for the visitors coming into Pancuran area, and photographing area; (2) the social space constructed in Zero Point is the result of children’s playing activity process, in turn making the space alive; (3) Zero Point can be said as an icon or symbol that can change Pancuran slum area into the organized and quality modern village one.</em><em></em></p><p> </p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: Non-Green Open Space, Space Representation, Social Space, Slum Area.</em></strong><strong><em></em></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><h2>Abstrak</h2><p>Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ruang dan efek tekanan terhadap ruang mengakibatkan ketersediaan ruang terbuka semakin sempit sehingga wilayah mengalami kekumuhan. Sempitnya ketersediaan ruang tersebut terjadi di wilayah Pancuran, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia. Solusi dari sempitnya ruang, pada tahun 2018 di wilayah Pancuran telah dibangun sebuah ruang terbuka non hijau berupa <em>landmark</em> yang diberi nama <em>Zero Point</em>. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk pemanfaatan ruang terbuka non hijau di kawasan kumuh Pancuran. Teori produksi ruang dari Henry Lefebvre yang terdiri atas praktik spasial, representasi ruang dan ruang representasi akan menjadi alat analisis untuk menjelaskan fenomena kawasan kumuh tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus serta dengan pengambilan sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara serta dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah memilah data, memaparkan data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian diperoleh bahwa (1) bentuk pemanfaatan ruang terbuka non hijau (<em>Zero Point</em>) sebagai representasi ruang sosial di kawasan kumuh Pancuran saat ini sebatas digunakan sebagai wilayah aktivitas bermain anak-anak, tempat singgah bagi pengunjung yang memasuki wilayah Pancuran serta menjadi area berfoto, (2) ruang sosial yang terbentuk di <em>Zero Point</em> merupakan hasil dari proses aktivitas bermain anak-anak yang akhirnya menjadikan ruang tersebut hidup, (3) <em>Zero Point</em>       bisa dikatakan sebagai simbol yang mampu merubah wilayah kumuh Pancuran menjadi wilayah kampung modern yang tertata dan berkualitas.</p><p> </p><strong>Kata Kunci: Kawasan Kumuh, Representasi Ruang, Ruang Sosial, Ruang Terbuka Non Hijau.</strong>


2021 ◽  
Vol 10 ◽  
Author(s):  
Jane Kartika Propiona

<p class="AbstractText"><em>People with disabilities</em><em> </em><em>in their lives still experience various</em><em> </em><em>obstacles that come from their environment. The lack of opportunities given to them leads to</em><em> </em><em>limited access in meeting their needs,both as individuals and as part of citizens. As a result, the participation of people with disabilities in the community becomes low so</em><em> </em><em>that it is only considered as a burden and as an object of compensation (charity) so that in the end the creation of social   exclusion in society. Since the state ratified the Convention on The Rights of Person with Disabilities and contained it into Law No. 19 of</em><em> </em><em>2011</em><em> </em><em>it is expected that social awareness about people with disabilities begins to   grow. One of the areas that</em><em> </em><em>also adopted is Jakarta Province through Regulation No. 10 of 2011 on The Protection of Persons with Disabilities.     The number of people with disabilities in Jakarta in 2019 as many as 14,459 people. The high level of mobilization in Jakarta should also be balanced with the fulfillment of accessibility of public facilities for</em><em> </em><em>all its citizens without exception.</em><em> </em><em>The availability of physical infrastructure that is friendly for people with disabilities can improve their capabilities.</em><em> This research aims to see how to fulfill the accessibility of public facilities for people with    disabilities in Jakarta through Regulation No.</em><em> </em><em>10 </em><em>of 2011. The research method used is descriptive qualitative</em><em> </em><em>by using inclusive public service theory, and accessibility theory.</em><em> </em><em>While</em><em> collecting the data through observations, in depth interviews and literature studies. </em></p><p> </p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong><em>: </em></strong><strong><em>Accessibility, Public Facilities, Implementation, Persons With Disabilities.</em></strong><strong><em></em></strong></p><p><strong><em> </em></strong></p><h2>Abstrak</h2><p class="AbstractText">Penyandang disabilitas dalam kehidupannya masih mengalami berbagai hambatan yang berasal dari lingkungannya. Minimnya kesempatan yang diberikan kepada mereka menyebabkan mengalami keterbatasan akses dalam pemenuhan kebutuhannya, baik yang menyangkut sebagai individu maupun sebagai bagian dari warga negara. Akibatnya, partisipasi penyandang disabilitas di tengah masyarakat menjadi rendah sehingga hanya dianggap sebagai beban dan sebagai obyek santunan (<em>charity</em>) sehingga pada akhirnya terciptanya eksklusi sosial dimasyarakat. Sejak negara turut meratifikasi CRPD (<em>Convention on The Rights of Person with Disabilities</em>) dan memuatnya ke dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 diharapkan <em>social awareness </em>tentang penyandang disabilitas mulai tumbuh. Salah satu daerah yang turut mengadopsi adalah Provinsi DKI Jakarta melalui Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas.  Jumlah penyandang disabilitas di DKI Jakarta tahun 2019 sebanyak 14.459 jiwa. Tingginya tingkat mobilisasi di DKI Jakarta sepatutnya turut diimbangi dengan pemenuhan aksesibilitas fasilitas publik bagi semua warganya tanpa terkecuali.  Ketersediaan infrastruktur fisik yang ramah bagi penyandang disabilitas dapat meningkatkan kapabilitasnya. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat bagaimana pemenuhan aksesibilitas fasilitas publik bagi penyandang disabilitas di DKI Jakarta melalui Perda Nomor 10 Tahun 2011. Metode penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori pelayanan publik inklusif, dan teori aksesibilitas.  Sedangkan pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara <em>indepth</em> dan studi kepustakaan. Penelitian menunjukkan bahwa implementasi perda terkait fasilitas publik bagi penyandang disabilitas masih belum optimal. Masih ditemukannya fasilitas publik yang belum ramah dan tidak dapat diakses oleh penyandang disabilitas.</p><p> </p><p><strong>Kata </strong><strong>K</strong><strong>unci: </strong><strong>Aksesibilitas</strong><strong>, </strong><strong>Fasilitas Publik</strong><strong>,</strong><strong> Implementasi</strong><strong>,</strong><strong> Penyandang Disabilitas</strong><strong>.</strong><strong><em></em></strong></p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document