JALABAHASA
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

100
(FIVE YEARS 58)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Balai Bahasa Jawa Tengah

2615-6032, 1858-4969

JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 192-207
Author(s):  
Diah Arum Hapsari ◽  
Elen Inderasari

Gaya bahasa merupakan salah satu kajian menarik pada linguistik deskriptif. Penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa iklan layanan masyarakat di radio Kota Surakarta berpedoman pada pandangan gaya bahasa Gorys Keraf. Penulisan ini merupakan penulisan berjenis deskriptif kualitatif. Sumber data primer penulisan ini yaitu rekaman audio dan transkrip dari audio iklan layanan masyarakat di RRI Pro-2 FM, Solo Radio, dan PTPN Radio. Data yang digunakan berupa frasa, kalimat, dan ungkapan yang terdapat dalam iklan layanan masyarakat tersebut. Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini meliputi teknik rekam, simak, catat, dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan pendekatan stilistika dan analisis interaktif yang dicetuskan Milles Huberman. Hasil penulisan ini menunjukkan empat gaya bahasa bidang kesehatan pada iklan layanan masyarakat di radio Kota Surakarta, antara lain (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan nada, (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Language style is one of the interesting studies in descriptive linguistics. This study aims to describe the use of public service advertising language style on radio in Surakarta City based on Gorys Keraf's stylistic view. This research is qualitative descriptive research. The primary data sources for this study were audio recordings and transcripts of community service advertising at RRI Pro-2 FM, Solo Radio, and PTPN Radio. The data used are in the form of phrases, sentences, and expressions contained in the community service advertising. Data collection techniques in this study include recording, listening, note-taking, and interviewing techniques. The data analysis technique used a stylistic approach and interactive analysis that was initiated by Milles Huberman. The results of this study indicate four styles of language in the health sector in community service advertising on radio in Surakarta, such as (1) language style based on word choice, (2) language style based on tone, (3) language style based on sentence structure, and (4) language style based on direct and indirect meaning.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 134-147
Author(s):  
Aulia Norma Lita

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan strategi kesantunan positif dan negatif dalam bentuk direktif di lingkungan keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan model analisis interaktif Miles Huberman. Melalui penelitian ini ditemukan delapan belas data yang diklasifikasikan, dua belas data menunjukkan strategi kesantunan positif, yaitu 1) memberikan perhatian dan mengetahui kebutuhan atau keinginan; 2) memberikan pujian atau simpati lebih; 3) menggunakan penanda identitas dalam kelompok jargon atau slang; 4) mengupayakan kesepakatan; 5) menghindari ketidaksepakatan atau perbedaan; 6) melucu; 7) menunjukkan pengetahuan penutur dan mempertimbangkan keinginan penutur; 8) menawarkan, berjanji; 9) melibatkan mitra tutur dalam aktivitas tutur; 10) memberi atau meminta alasan; 11) bersikap optimis; 12) memberikan hadiah. Kemudian, enam data menunjukkan strategi kesantunan negatif, yaitu, 1) ungkapan secara tidak langsung; 2) bersikap pesimis; 3) meminimalkan paksaan atau tekanan; 4) memberikan penghormatan; 5) meminta maaf; dan  6) menggunakan bentuk pasif. This study aims to describe positive and negative impression strategies in the form of directives in the family environment. This research is a qualitative descriptive using Miles Huberman's interactive model. The results found eighteen data classified, twelve data showed a positive impression strategy that is 1) give attention and know the needs or desires, 2) give more praise or sympathy, 3) use identity markers in groups of jargon or slang, 4) seek agreement, 5) avoid disagreements or differences, 6) funny, 7) show knowledge of speakers and consider the wishes of speakers, 8) offer, promise, 9) Involve speech partners in speech activities , 10) give or ask for reasons, 11) be optimistic, 12) give gifts. Then six data showed negative impression strategies including 1) Indirect expressions, 2) being pessimistic, 3) minimizing coercion or pressure, 4) paying homage, 5) apologizing, 6) using passive forms.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 161-178
Author(s):  
Kalpika Cahya Buana ◽  
Elita Ulfiana

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penelitian mengenai penggunaan jargon dalam komunitas sepeda. Tujuannya adalah mendeskripsikan penggunaan jargon dalam hal bentuk, makna, dan fungsi yang digunakan oleh komunitas Sepeda Solo Raya. Penelitian ini berjenis deskriptif kualitatif. Sumber data berupa percakapan dalam grup Facebook dan WhatsApp komunitas Sepeda Solo Raya. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik dokumentasi dan teknik catat. Penganalisisan data menggunakan metode padan dan agih. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan bentuk penggunaan jargon yang didasarkan pada proses pembentukan istilah beserta asal istilahnya, yakni bentuk tunggal, afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, abreviasi, dan frasa, yang berasal dari bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Jawa. Makna jargon dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni makna denotatif, konotatif, dan istilah. Berdasarkan fungsinya, jargon memiliki 13 fungsi, yakni memberikan perintah, menyampaikan imbauan, memberikan perhatian atau menyanjung, menyampaikan permintaan, memberikan persetujuan, menyampaikan penolakan, menyampaikan larangan, memberikan informasi, menyampaikan fakta, membuat pernyataan, menyampaikan pemberitahuan, menyingkap perasaan, dan memberikan pertanyaan. This research is motivated by research on the use of jargon in the bicycle community. The aim is to describe the use of jargon in terms of form, meaning, and function used by the Solo Raya bicycle community. This article was a descriptive qualitative study. The data sources are conversations in the Facebook and WhatsApp groups of the Solo Raya Bike community. The data in this study were obtained by documentation and note-taking techniques. Analysis of the data using the matching and agih method. The results of this study are found forms of jargon usage based on the process of forming the term and the origin of the term, namely singular form, affixation, reduplication, compounding, abbreviation, and phrases, which come from Indonesian, English, and Javanese. The meaning of jargon can be categorized into three types, namely denotative, connotative, and term meanings. Based on its function, jargon has 13 functions, namely giving orders, conveying appeals, paying attention/flattering, asking for requests, giving approval, conveying rejections, conveying prohibitions, providing information, conveying facts, making statements, conveying notifications, expressing feelings, and asking questions.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 113-122
Author(s):  
Rahmawati Sukmaningrum ◽  
Faiza Hawa

Artikel ini mengkaji teknik penerjemahan yang dikembangkan oleh Bassnet terhadap puisi “The Little Stone” ke dalam bahasa Jawa “Watu Klungsu”. Penerjemahan puisi ini menggunakan teknik penerjemahan interpretasi, harfiah, rima, dan larik secara bebas. Intervensi budaya dan norma tampak kental dalam karya terjemahan ini karena penerjemah menggunakan istilah dalam bahasa Jawa. Hal itu bertujuan untuk menyesuaikan dengan budaya bahasa sasaran dan mendekatkan kepada pembaca target. Hasil terjemahan ini secara harfiah memang berbeda dari puisi asli. Secara keseluruhan puisi terjemahan mempunyai tingkat keakuratan dan keberterimaan yang cukup tinggi. Penerjemah berhasil menciptakan rasa budaya dalam teks terjemahan tanpa meninggalkan makna yang disampaikan oleh penulis asli.  This study attempts to reveal the translation method proposed by Bassnet in translating “The Little Stone” into Javanese “Watu Klungsu”. In translating this poetry, the translator employed the blank verse translation, literal translation, rhymed translation and interpretation technique. Cultural interventions and norms are very strong in this translation work because the translator used many Javanese terms. It aims to adjust the target culture and to adhere the target readers. Literally, the translation result in target poetry is very different but in terms of meaning it is more accurate and acceptable. Translator is successfully creates „sense‟ of Javanese in the translation and at the same time he is able to conveys the original meaning of the source poetry.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 179-191
Author(s):  
I Iswanto ◽  
Viktor J. Arnold ◽  
Jefri Kabnani ◽  
Triati Salau

Antropolinguistik menempatkan bahasa sebagai kajian utama dan keberadaannya dalam berbagai aspek kebahasaan. Jika dalil tersebut digunakan, lirik sebagai aspek kebahasaan bergayut dengan musikalitas nyanyian “Ille Le” ‗nyanyian tidur‘ masyarakat Melolo. Secara lebih spesifik ditetapkan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana kajian antropolinguistik bentuk lingual umbu nyanyian tidur “Ille Le” pada masyarakat Melolo, Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan kajian pustaka diperoleh research gap yaitu penelitian spesifik antropolinguitik kajian nyanyian budaya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah semiotik kognitif berdasarkan prinsip semiotik de Saussure. Metode penelitian menggunakan ancangan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.. Hasil penelitian 1) lirik patriarkat terlihat dalam struktur syair “Ille Le” pada kata umbu ‗anak laki-laki‘; 2) lirik ini dinyanyikan berulang dalam ambitus nada pentatonik. Nyanyian “Ille Le” menceritakan kehidupan masyarakat Melolo pada seorang bayi laki-laki „umbu‟.. Kebaruan dalam penelitian ini yaitu kajian antropolinguistik yang berkaitan dengan lirik nyanyian budaya. Bentuk lingual yang khas tidak dapat dipisahkan dari bentuk musikalnya.  Anthropolinguistics places language as the main study and its existence in various aspects of language. Anthropolinguistics in this study relates to the lyrics and musicality of the song “Ille Le” „sleep song‟ of the people of Melolo, East Nusa Tenggara. The problem in this research is how the anthropolinguistic study of patriarchal lyrics in „“Ille Le”‟ sleep songs in the Melolo community, East Sumba Regency, East Nusa Tenggara. Based on the literature review, it was obtained research gap are specific anthropolinguistic research on cultural singing studies. The song „“Ille Le”‟ can be grouped into oral literature, the linguistic aspect is influenced by a unique ethnic music style. The theory used in this research is cognitive semiotics based on de Saussure semiotics. The research method used a qualitative design with a fenomenology approach. The results of the study 1) patriarchal lyrics can be seen in the poetry structure “Ille Le” in the word umbu 'boys'; 2) these lyrics are sung over and over in ambitus pentatonic tones. The song “Ille Le” seeks the life of the Melolo community in a baby boy 'umbu'. The distinctive lingual form cannot be separated from the musical form.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 148-160
Author(s):  
Ditya Ratu Arnanta ◽  
Ajeng Nusa Puspita Bestari ◽  
Gracelia Ken Arum Renaningtyas

Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia. Bahasa dapat berbentuk lisan maupun tulis. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa pun ikut mengalami perkembangan, salah satunya adalah ragam bahasa. Penelitian ini mengkaji pembentukan kata dalam ragam bahasa gaul pada komentar akun media sosial Fadil Jaidi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini berupa kata pada kalimat bahasa gaul dalam kolom komentar Fadil Jaidi yang dikumpulkan dengan teknik simak dan catat. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan metode agih. Dari analisis tersebut diperoleh hasil bahwa bahasa gaul yang terdapat dalam kolom komentar Fadil Jaidi ternyata banyak yang mengalami proses morfologi, di antaranya adalah proses morfologinya berupa singkatan, akronim, kontraksi, pemenggalan, dan reduplikasi dwilingga. Language is an important communication tool for humans. Language can be spoken or written. Along with the times, languages also experience development, one of which is the variety of languages. This study examines the formation of words in various slang in the comments of the social media account Fadil Jaidi. This research is a qualitative descriptive study. The data of this research are in the form of words in slang sentences in the comment column Fadil Jaidi which are collected by listening and note-taking techniques. The data that has been collected was analyzed by the agih method. From the analysis, it was found that the slang contained in Fadil Jaidi's comment column turned out to be experiencing many morphological processes, such as abbreviation, acronym, contraction, beheading, and dwilingga reduplication.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 123-133
Author(s):  
Ringga Nur Fitria ◽  
Bagus Surya Pratama

Gas merupakan suatu zat ringan yang bersifat seperti udara (di dalam suhu biasa tidak bisa menjadi cair). Gas juga dapat disebut sebagai minyak bumi yang sudah dicairkan dan dapat digunakan untuk keperluan memasak. Namun, kini kata gas tidak hanya bermakna seperti itu. Kata gas sekarang sudah biasa digunakan dalam bahasa sehari-hari. Penelitian ini mengkaji kata gas yang sudah mengalami pergeseran makna. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Data penelitian ini diperoleh melalui media sosial di Twitter. Metode analisis yang digunakan adalah metode agih. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa kata gas sudah mengalami pergeseran makna. Kata gas digunakan sebagai ungkapan untuk mengiyakan ajakan orang lain atau menyetujui apa yang dibicarakan orang lain. Selain itu, penggunaan kata gas bisa dimaknai sebagai jangan marah atau jangan emosi. Dari penelitian ini pula diketahui bahwa kata gas sudah mengalami pergeseran makna meluas. Gas is a light substance that behaves like air at temperature and usually cannot become liquid. Gas can also be referred to as petroleum which has been liquefied and can be used for cooking purposes. However, now the word gas doesn’t only mean like that. The word gas can now be used in everyday language. This research examines the word gas which has undergone a shift in meaning. This research is a descriptive qualitative research. The research data was obtained through social media on Twitter. The analytical method used is the method of agih. From this research, it will be found that the gas word had shifted in meaning. The word gas was used as an expression to say yes to someone else's invitation or to approve what other people statement. It also can be interpreted as not to be angry or, not to be emotional. From this research, it was also found that the word gas had  undergone a broad shift in meaning.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
pp. 87-100
Author(s):  
Herlina Setyowati ◽  
Zuly Qurniawati ◽  
Dwi Anjani W.

Fenomena kedwibahasaan dapat ditemukan dalam drama “Pak Bhabin” produksi Polisi Motret. Drama “Pak Bhabin” tersebut merupakan drama berbahasa Jawa, tetapi terkadang terdapat sisipan kata berbahasa Indonesia. Hal ini merupakan gejala campur kode. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji wujud campur kode kata berbahasa Indonesia dalam drama “Pak Bhabin”. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Adapun metode analisis data menggunakan metode agih dengan teknik lesap dan teknik ganti. Peneliti menyimak tayangan drama “Pak Bhabin” di kanal YouTube Polisi Motret yang tayang pada tahun 2019. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan penyisipan kata berbahasa Indonesia dengan jenis 1) kata benda yang utuh, misalnya: jalan, pakaian, dan sangkar; serta penyisipan campuran, misalnya: uange, cita-citane, dan cobaane; 2) kata kerja yang utuh, misalnya: ulangi, mengkhianati, dan percaya; serta penyisipan campuran, misalnya: nglempar-lempar; 3) kata keadaan, antara lain: bawel, rajin, dan cengeng. Bilingual phenomenon can be found in the drama "Pak Bhabin" produced by the Motret Police. Pak Bhabin is a drama spoken in Javanese, but sometimes inserted by Indonesian words. This is a symptom of code mixing. The purpose of this research is to examine the code mixing used in Pak Bhabin drama. The data collection technique used was the observation and note-taking technique. The data analysis method used was the agih method with delesion techniques and substitution techniques. The researcher watched the "Pak Bhabin" program on the Motret Police YouTube channel which aired in 2019. Based on the results of the study, there are insertion of Indonesian words with type 1) complete nouns, for example: jalan, pakaian, and sangkar; as well as the insertion of mixtures, for example: uange, cita-citane, and cobaane; 2) complete verbs, for example: ulangi, mengkhianati, and percaya; as well as the insertion of mixtures, for example: nglempar-lempar; 3) adjective, among others: bawel, rajin, and cengeng.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
pp. 1-14
Author(s):  
Herlianto A.

Penelitian ini menginvestigasi representasi feminisme pada lagu dangdut koplo Jawa. Tidak banyak yang mengkaji lagu dangdut koplo Jawa dari perspektif feminisme. Padahal, secara historis, Jawa memiliki agen-agen pergerakan untuk feminisme yang secara faktual seharusnya mempengaruhi kesusastraan dan kesenian Jawa. Ada lima lagu dalam bentuk transkrip sebagai data yang diperoleh dengan mentranskripsi lagu dangdut koplo Jawa dari YouTube. Data lalu dianalisis dengan menggunakan analisis wacana kritis van Dijk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lagu-lagu dangdut koplo Jawa merepresentasikan kesetaraan perempuan terhadap laki-laki. Peran perempuan diungkapkan tidak lagi sebagai second sex, yang sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga, tetapi mereka memiliki kesempatan untuk memilih masa depan secara independen. Sementara itu, feminisme dinyatakan secara langsung dan tidak langsung di dalam lagu dengan menggunakan bahasa kiasan dalam bentuk metafora.This research investigated the representation of feminism in Javanese koplo dangdut song. These songs have got little attention in terms of feminism representation. Meanwhile, historically, Javanese society has factual agents of movement for feminism who should be influencing to the Javanese arts and literature.There arefive transcriptions of the songs as the data which collected by transcripting the songs from YouTube. The collected data were then analysed by applying van Dijk frame work of critical discourse analysis. The results show that most of the songs present gender equality between men and women. The role of women is not only presented as the second sex or as mainly a house wife, but they have opportunities to choose their own future life independently. This condition is suggested by using indirect language or using metaphoric expressions.


JALABAHASA ◽  
2021 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
pp. 15-29
Author(s):  
Hana Putri Lestari

Penelitian ini mendeskripsikan makna rumah tangga dalam lirik “Settle Down” ciptaan Tetaz Francois Lois dan Johnson Kimbra Lee. Lagu dengan aliran freak folk ini menarik untuk diteliti karena makna liriknya dapat dijadikan pedoman dalam berumah tangga untuk tidak terlalu berekspetasi pada seseorang. Lirik lagu “Settle Down” mengisahkan ekspektasi, realita, serta problematika rumah tangga itu sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan metode deskriptif kualitatif melalui pendekatan analisis wacana. Teori yang digunakan adalah teori analisis wacana kritis model Teun A. van Dijk. Poin-poin analisis penelitian ini di antaranya struktur makro (tematik), superstruktur (skematik), dan struktur mikro (semantik, sintaksis, dan stilistik). Hasil penelitian menunjukkan lirik lagu “Settle Down” memiliki premis klise rumah tangga yang ideal bagi seorang perempuan. Adapun makna rumah tangga dalam lirik “Settle Down” terdiri atas ekspektasi atau harapan, ancaman, dan realita atau kenyataan. This research describes the meaning of family in “Settle Down” lyrics by Tetaz Francois Lois and Johnson Kimbra Lee. This freak folk song is interesting to study because the meaning of the lyrics can be used as a guide in family affairs. “Settle Down”’s lyrics tell expectations, realities, and problems of the household itself. This research is a literature research with a descriptive qualitative method. The theory of this research is Teun A. van Dijk’s critical discourse analysis. The analysis points of this research are macrostructure (thematic), superstructure (schematic), and microstructure (semantics, syntax, and stylistic). The results showed that “Settle Down”’s lyrics have a cliché premise, woman’s expectations for the ideal family. Family in “Settle Down” lyrics represents expectation or hope, threat, and reality.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document