Jurnal Teknologi Pangan dan Kesehatan (The Journal of Food Technology and Health)
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

12
(FIVE YEARS 12)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Sahid

2620-7753

Author(s):  
Hesti Pangastuti

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen di kantin Rumah Kayu, Institut Teknologi Sumatera. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Importance-Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode sampling secara purposif dilakukan dengan jumlah 94 responden, sebagian besar adalah mahasiswa. Atribut yang paling penting berdasarkan persepsi konsumen adalah keamanan dan kebersihan makanan dan minuman yang disajikan, sedangkan atribut yang memiliki performa paling baik adalah variasi menu. Hasil analisis IPA menunjukkan bahwa harga produk, kesesuaian harga dan kualitas, kesesuaian harga dan kuantitas, area makan yang nyaman dan menarik secara visual, dan kecepatan penyajian merupakan atribut-atribut yang memiliki prioritas tinggi untuk diintervensi. Hasil analisis CSI menunjukkan bahwa tingkat kepuasan konsumen adalah 72,33% dan dikategorikan sebagai ‘memuaskan’. Oleh karena itu, perbaikan beberapa atribut diperlukan sesuai dengan prioritas yang disarankan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. ABSTRACT: The objective of this study was to investigate the level of customer satisfaction in Rumah Kayu cafetaria at Institut Teknologi Sumatera. The study was conducted by using Importance-Performance Analysis (IPA) and Customer Satisfaction Index (CSI). Sampling method by purposive sampling was carried out with 94 respondents, mostly were students. The most important attribute from cafeteria customer perception was safeness and cleanliness of food and drink served, whereas the top performance attribute was menu variation. The results of IPA analysis showed that product price, price-quality fairness, price-quantity fairness, dining area comfortability and visual attractiveness, and quick serving were identified as high priorities for intervention. Finding based on CSI analysis showed that the level of customer satisfaction was 72.33% and categorized as ‘satisfied’. Therefore, improvement of some attributes required in accordance with priorities that have been generated by this study in order to improve customer satisfaction. Keywords: CSI, cafeteria, customer satisfaction, food service, IPA


Author(s):  
Intan Nurul Azni

Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) merupakan hal yang penting bagi pertumbuhan bayi dengan memperhatikan baik bentuk maupun jumlahnya. Pengembangan produk MP-ASI dilakukan melalui pengembangan formula makanan tambahan yang sesuai dengan standar gizi anak berupa bahan makanan campuran (BMC). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula bahan makanan campuran berbasis tepung kedelai, tepung beras merah, dan tepung pisang kepok yang memiliki nilai kalori dan protein yang memenuhi kebutuhan gizi pada anak berusia diatas 6 bulan. Penelitian ini terdiri dari 4 tahap, yaitu: pembuatan formula BMC, pengujian proksimat BMC, analisis organoleptik dengan uji hedonik, dan uji mikrobiologi dari formula terpilih. Bahan-bahan BMC terdiri dari tepung kedelai, tepung beras merah, tepung pisang kepok, susu skim, gula bubuk, serta minyak zaitun. Penelitian ini terdiri dari 3 formula dengan kadar tepung kedelai, tepung beras merah, dan tepung pisang kepok yang berbeda. Perbandingan tepung kedelai:tepung beras merah: tepung pisang kepok: susu skim: tepung gula: minyak zaitun pada Formula 1 (F1) adalah 30:15:15:30:5:5; F2 adalah 25:20:15:30:5:5; dan F3 adalah 25:15:20:30:5:5. Berdasarkan uji proksimat, ketiga formula telah memenuhi standar SNI MP-ASI 01-7111.1-2005 untuk kadar air. Sedangkan untuk kadar abu dan karbohidrat lebih tinggi dibanding SNI tersebut. Untuk kadar protein, F3 sudah sesuai SNI, namun F1 dan F2 di atas SNI. Untuk kadar lemak F1 dan F2 sudah sesuai dengan SNI, namun F3 di atas SNI. Berdasarkan hasil organoleptik, F3 memiliki skor yang tertinggi untuk semua parameter. Berdasarkan uji mikrobiologis, F3 sesuai standar SNI MP-ASI 01-7111.1-2005 untuk parameter MPN coliform, Escherichia coli, Salmonella sp, dan Staphylococcus aureus. ABSTRACT: Giving complementary feeding is important for infant's growth by considering both source and quantity. Developing complementary feeding products was carried out by formulating supplementary foods that are in accordance with children's nutritional standards in the form of composite foods. This study aims to obtain some formulas from the mixture of soybean flour, red rice flour, and kepok banana flour which have sufficient caloric and protein content to meet nutritional needs of children over 6 months. This study consisted of 4 steps composite foods formulation, proximate analysis, organoleptic analysis with hedonic tests, and microbiological tests for selected formulas. The ingredients of complimentary foods were soy flour, brown rice flour, kepok banana flour, skim milk, powdered sugar, and olive oil. This study consisted of 3 formulas with different levels of soy flour, brown rice flour, and kepok banana flour. The ratio of soy flour: brown rice flour: kepok banana flour: skim milk: powdered sugar: olive oil for Formula 1 (F1) was 30: 15: 15: 30: 5: 5; F2 was 25: 20: 15: 30: 5: 5; as well as F3 was 25: 15: 20: 30: 5: 5. Based on the proximate test, the three formulas met the SNI MP-ASI 01-7111.1-2005 standard for moisture content. While for ash and carbohydrate contents had a higher value than the SNI. The protein content of F3 was in accordance with SNI, but F1 and F2 were above SNI. Fat content for F1 and F2 were in accordance with SNI, but F3 was above SNI. Based on organoleptic results, F3 had the highest score for all parameters. Based on microbiological tests, F3 met with SNI MP-ASI standard 01-7111.1-2005 for MPN coliform, Escherichia coli, Salmonella sp, and Staphylococcus sp parameters. Keywords: Complementary feeding, composite foods, kepok banana, red rice, soy bean


Author(s):  
Wenny Sinaga

Kedelai adalah produk pangan bernilai gizi tinggi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pada penelitian ini, kedelai dimodifikasi dengan cara perkecambahan. Komponen zat gizi akan berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana selama proses perkecambahan sehingga menjadi lebih mudah dicerna bagi tubuh manusia. Selain itu, perkecambahan juga dapat meningkatkan kapasitas antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi perkecambahan untuk mengoptimalkan kapasitas antioksidan dari biji kedelai varietas Wilis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik untuk mengoptimalkan kapasitas antioksidan adalah dengan cara perkecambahan pada suhu 25°C selama 15 jam dengan rasio biji kedelai dan air 1:3 tanpa adanya penambahan garam. Kapasitas antioksidan kecambah kedelai var. Wilis pada 100 ppm memiliki radical scavenging activity sebesar 9,69% dengan scavenging ternormalisasi 0,65% dengan total fenol 2,1 mg GAE/g pada biji dan 2,9 mg GAE/g pada kecambah. Dari hasil identifikasi GC-MS ditemukan senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat pada biji kedelai dan kecambah kedelai berupa benzoic acid, 2-methoxy-4-vinylphenol, 2,5-dihydroxytoluene, pyrogallol 1,3-dimethyl ether, 2,5-dihydroxytoluene, pyrogallol 1,3-dimethyl ether, hexadecanoic acid methyl ester dan methyl oleate serta terdapat juga senyawa-senyawa antioksidan baru yang muncul setelah proses perkecambahan yaitu neophytadiene, campesterol, stigmasterol, delta-tocopherol dan gamma-tocopherol.  ABSTRACT: Soybean is a high nutrition food product that is largely consumed by Indonesians. In this research, the soybean will be modified by going through the germination process. Complex nutrition would be changed into substances that were more simple during the germination process. Therefore, it would be easier for human to digest it. Moreover, this process might also increase the antioxidant capacity of the soybean itself. The aim of this research is to find out the most suitable germination condition in order to acquire the optimum antioxidant capacity of Wilis variety soybean. The result shows that the best condition to optimize the antioxidant capacity is by performing the germination process at 25°C for 15 hours with soybean to water ratio being 1:3 without any salt addition. The antioxidant capacity of Wilis soybean at 100 ppm has 9,69% of radical scavenging activity, with 0,65% being normalized. The total phenolic compound found in the beans was 2,1 mg GAE/g, whereas 2,9 mg GAE/g were found in the sprout. Based on the GC-MS identification, the antioxidant compounds that are found in both the soybean and sprout are known to be benzoic acid, 2-methoxy-4-vinylphenol, 2,5-dihydroxytoluene, pyrogallol 1,3-dimethyl ether, 2,5-dihydroxytoluene, pyrogallol 1,3-dimethyl ether, hexadecanoic acid methyl ester, and methyl oleate. In addition, there are also several new antioxidant compounds that emerge after the germination process, which are neophytadiene, campesterol, stigmasterol, delta-tocopherol, and gamma-tocopherol. Keywords: Soybean var. Wilis, Sprout, Antioxidant, Water Ratio


Author(s):  
Shanti Pujilestari

Ampas kedelai merupakan produk samping pengolahan tahu atau susu kedelai yang masih mengandung protein 17.72% dan serat kasar sebesar 3.23%. Pada umumnya kue semprong yang merupakan kudapan tradisional Indonesia yang dibuat dengan bahan utama tepung beras berbentuk corong panjang. Pemanfaatan ampas kedelai pada kue semprong dapat dilakukan untuk menghasilkan makanan kudapan tradisional yang sehat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh formulasi tepung beras dan tepung ampas kedelai yang berbeda (100:0, 90:10, 80:20, 70:30 dan 60:40) terhadap mutu kue semprong dan untuk memperoleh formulasi kue semprong terpilih. Penelitian eksperimen ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap 5 perlakuan dengan 3x ulangan. Bila ada perbedaan, maka akan dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung beras dan tepung ampas kedelai yang berbeda menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, warna, aroma, rasa dan tekstur (α=0.05 dan α=0.01), tetapi berbeda tidak nyata pada kerenyahan semprong (α=0.05). Kue semprong terpilih adalah kue semprong dengan formulasi tepung beras dan tepung ampas kedelai 80:20, dengan kerenyahan 1106.12 g/mm2, kadar air 3.88%, abu 1.90%, protein 12.59%, lemak 16.12%, karbohidrat 64.06% dan serat kasar 4.21%, warna coklat (2.4), aroma kedelai agak kuat (3.4), rasa agak manis (3.2) dan agak renyah (3.6). Kue semprong terpilih telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2973-2011 untuk kadar air dan protein.  ABSTRACT: Soybean garbage is a byproducts in tofu or soybean milk manufacturer where still protein contains 17.72 and crude fiber 3.23%. Semprong is traditional Indonesian snack food which have roll shaped and crispness. Generally semprong made from rice flour as the main ingredient. The utilization of soybean garbage on semprong cake can go to find a healthy traditional snack food. The aims of this research was to determine the influence of the varies formulation of rice flour and soybean garbage flour (100:0, 90:10, 80:20, 70:30 dan 60:40) to the quality of semprong snack, and to get the preference formulation. The experiment design in this research was completely randomized design with five formulations factor with three replicates. The result showed that the varies formulation of rice flour and soybean garbage had significant effect on moisture content, ash, protein, fat, carbohydrate, crude fiber, colour, flavor, taste and crispness on organoleptic but haven’t significant effect on crispness of Physical test. The preference of semprong was formulation 80:20, with 1106.12 g/mm2 crispness, 3.88% moisture content, 1.90% ash, 12.59% protein, 16.12% fat, 64.06% carbohydrate, and 4.21% crude fiber. browning color (2.4), rather strong of soybean flavor (3.4), rather sweet taste (3.2) and rather crunchy (3.0). It characteristics had fulfilled in Indonesian National Standard (SNI) Number 2973-2011 on water and protein content. Keywords: Characteristics, rice flour, soybean garbage, semprong, traditional 


Author(s):  
Ranny Nakdiyani

Garam adalah bahan yang mempengaruhi kualitas fermentasi sauerkraut. Garam digunakan untuk menghilangkan air dari sayuran dan digunakan oleh bakteri asam laktat untuk tumbuh. Kubis dan wortel kelas rendah dapat diolah dengan sauerkraut untuk meningkatkan nilai ekonomi. Inti dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi garam yang dapat memanfaatkan kol dan wortel sauerkraut terbaik. Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yang terdiri dari 4 taraf (A1: 2,5%; A2: 5%; A3: 7,5%; A4: 10%) dan 4 pengulangan. Kualitas Sauerkraut dianalisis dengan uji organoleptik (mutu hedonik dan hedonik), uji fisik (susut bobot), uji kimia (pH, kadar air dan total padatan terlarut), vitamin C dan konsentrasi asam laktat. Data diolah secara statistik menggunakan aplikasi SPSS dengan analisis satu arah (ANOVA). Tindak lanjut Duncan dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan jika ANOVA memiliki efek yang signifikan. Formulasi terbaik adalah sauerkraut dengan konsentrasi garam 2,5%. Selain itu sauerkraut memiliki penurunan berat badan 4,55%, keasaman (pH) 3,70%, kadar air 91,11%, total padatan terlarut 7,40 Brix, vitamin C 3,29 mg / 100 g dan asam laktat 1,86%.  ABSTRACT: Salt is an ingredient that affects the quality of sauerkraut fermentation. Salt is used to remove water from vegetables that are used as lactic acid to grow. Low grade class of cabbage and carrot can be processed sauerkraut to increase economic value. The main of this research was to get concentration of salt that can be preserve the best sauerkraut cabbage and carrot . The research design used was Completely Randomized Design (CRD) with one factor consisting of 4 treatments levels (A1:2,5% ; A2:5% ; A3:7,5% ; A4:10%) and 4 repetitions. Sauerkraut’s quality analized by organoleptic test (hedonic and hedonic quality), physical test (weight loss test), chemical test (pH, water content and total dissolved solids), vitamin C and lactic acid concentration. Data was processed statistically using SPSS application with one way analysis (one ways ANOVA). Duncan’s follow-up was carried out to find out the differences between treatments if ANOVA had a significant effect. The best formulation is sauerkraut with 2,5% salt concentration. In addition sauerkraut has weight loss 4,55%, acidity (pH) 3.70%, water content 91,11%, total dissolved solid 7,40 Brix, vitamin C 3,29 mg/100 g and lactic acid 1,86%. Keywords: Sauerkraut, Salt, Fermentation


Author(s):  
Hersa Khoirunisa

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan makanan fungsional berupa produk biskuit tinggi serat yang dapat dijadikan makanan selingan anak obesitas. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan factor berupa jenis formula. Pemilihan biskuit terbaik dilakukan dengan menggunakan metode pembobotan antara nilai gizi dan hasil uji hedonik. Biskuit F1 dengan subtitusi 35% dan F2 dengan subtitusi 45% tidak memiliki perbedaan yang nyata dari hasil analisis uji hedonik menggunakan ANOVA, sehingga F2 merupakan formula terpilih dengan kandungan serat yang lebih tinggi dari F1 setara dengan 13% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) serat. Satu takaran saji (50g) biskuit jantung pisang mengandung energi 220 Kal, 3.55g protein, 8.9g lemak, 31.64g karbohidrat, dan 3.99g total serat pangan.  ABSTRACT: The aim of this study was to produce functional foods in the form of high-fiber biscuit that could be used as a snack for obese children. The experimental design used in this study was a completely randomized design with the formulas as the treatment factor. The selection of the best biscuits was done by weighting method between nutritional value and the result of hedonic test. F1 biscuits with 35 % substitution of banana inflorescence flour and F2 with 45% substitution did not have significant difference by ANOVA of the hedonic test result, so F2 with higher fiber than F1 was chosen as the preferred formula, which could contribute 13% of fiber based on Recommended Dietary Allowance (RDA). One serving (50g) of banana inflorescence biscuits contains 220 Kal, 3.55g protein, 8.9g fat, 31.64g carbohydrate, and 3.99g of total dietary fiber. Keywords: Banana inflorescence, biscuit, fiber, obesity 


Author(s):  
Annisa Kamil

Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah tropis yang mempunyai umur simpan yang pendek yaitu sekitar 2-3 hari. Masalah yang terjadi pada buah belimbing saat distribusi adalah karena faktor benturan dan penyakit yang dapat merusak buah belimbing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi penambahan pektin dan nanopartikel ZnO (NP-ZnO) terbaik dalam pembuatan bionanokomposit untuk mempertahankan kesegaran buah belimbing dewa sampai waktunya dikonsumsi. Nanopartikel disintesis dengan metode presipitasi pada suhu pemanasan 80°C selama 2 jam dan ditanur pada suhu 500°C selama 5 jam. Nanopartikel yang terbentuk dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pembuatan bionanokomposit dilakukan dengan 4 taraf yaitu Pektin 1%+ZnO 0% (P1Z0), Pektin 1%+ZnO 1%(P1Z1), Pektin 1.5%+ZnO 0%(P1.5Z0) dan Pektin1.5%+ZnO 1%(P1.5Z1). Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa nanopartikel ZnO telah terbentuk dengan adanya puncak pada panjang gelombang 474 cm-1 dan mempunyai morfologi bulat ketika dianalisis menggunakan SEM. Aplikasi bionanokomposit pada buah belimbing efektif dalam menurunkan susut bobot yang ditunjukkan pada perlakuan P1.5Z1 yang memiliki susut bobot paling rendah yaitu sebesar 21.42% pada hari kedelapan penyimpanan. Pada analisis kestabilan warna terlihat bahwa pada perlakuan P1.5Z0 mempunyai nilai browning indeks paling rendah yaitu 290.62 pada hari kedelapan penyimpanan. Dari penampakan fisik buah belimbing terlihat bahwa belimbing yang dilapisi dengan bionanokomposit pektin+ZnO mempunyai daya tahan terhadap penyakit yang lebih baik, terlihat dari tidak terjadi kerusakan fisik yang disebabkan oleh kapang sampai hari kedelapan penyimpanan. ABSTRACT: Star fruit (Averrhoa carambola L.) is a tropical fruit that has a short shelf life of around 2-3 days. The problem of star fruit distribution is due to collision factors and diseases that can damage the star fruit. The purpose of this study was to obtain the best concentration of addition of pectin and ZnO nanoparticles (NP-ZnO) in the manufacture of bionanocomposite to maintain the freshness of the star fruit until the time was consumed. Nanoparticles were synthesized by precipitation method at a heating temperature of 80° C for 2 hours and calcinated at 500 ° C for 5 hours. The nanoparticles were characterized using Fourier Transform Infra Red (FTIR) and Scanning Electron Microscopy (SEM). The production of bionanocomposite was carried out with 4 levels namely Pectin 1% + ZnO 0% (P1Z0), Pectin 1% + ZnO 1% (P1Z1), Pectin 1.5% + ZnO 0% (P1.5Z0) and Pectin 1.5 + ZnO 1% ( P1.5Z1). The results of FTIR analysis showed that ZnO nanoparticles had been formed with the presence of peaks at a wavelength of 474 cm-1 and had spherical morphology when analyzed using SEM. Bionanocomposite application in star fruit was effective in reducing the weight loss shown in treatment P1.5Z1 which had the lowest weight loss, which was 21.42% on the eighth day of storage. From the physical appearance of star fruit it was seen that starfruit coated with bionanocomposite pectin + ZnO had better disease resistance, as seen from no physical damage caused by molds until the eighth day of storage. Keywords: Star fruit, ZnO nanoparticles, bionanocomposite, shelf life, antimicrobial


Author(s):  
Nurul Asiah

Telur asin merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang mudah mengalami penurunan mutu selama proses penyimpanan. Salah satu metode untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan adalah dengan penyimpanan suhu rendah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui umur simpan dan penurunan mutu telur asin presto selama penyimpanan suhu rendah. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemeraman telur itik selama 7 hari dengan menggunakan adonan garam dengan konsentrasi garam sebanyak 22,5% terdiri dari campuran serbuk batu bata halus, abu gosok, garam dan air dengan perbandingan 15:6:9:1 (b/b). Tahap kedua adalah pematangan dengan presto selama 20 menit. Proses pematangan dengan presto dipilih karena lebih cepat. Tahap ketiga adalah prediksi umur simpan telur asin dengan metode survival analysis. Tahap keempat adalah pengujian mutu (kadar air, pH dan warna) awal dan akhir telur asin. Hasil menunjukkan bahwa umur simpan telur asin presto pada penyimpanan suhu 4°C adalah 8 hari. Kadar air merupakan parameter mutu yang mengalami penurunan mutu paling besar, yaitu 7,13 % pada putih telur dan 15,46% pada kuning telur. Sedangkan pH dan warna hanya mengalami perubahan nilai sebesar ± 2 digit.  ABSTRACT: Salted egg is one of Indonesia's traditional foods that is easily degraded during storage. One method to maintain the quality and extend shelf life is store in low temperatures. This research was conducted with the aim of knowing the shelf life and quality change of presto salted egg during low temperature storage. This research was conducted in several stages. The first stage was ripening of duck eggs for 7 days using salt mixture with salt concentration of 22,5% consist of fine brick powder, rubbing ash, salt and water with ratio of 15:6:9:1 (w/w). The second stage was cooking with presto for 20 minutes. The cooking in presto pan was chosen because faster prosess. The third stage was shelf life prediction of salted eggs with a survival analysis method. The fourth step was analyzing the quality change of salted egg (water content, pH and color) at the beginning and end of storage. The results showed that predicted shelf life of salted eggs at a storage temperature of 4°C was 8 days. Water content was the highest quality parameter that changes ie 7,13% in egg whites and 15,46% in egg yolks. While the pH and color value only changes ± 2 digits. Keywords: presto, quality, salted egg, shelf life


Author(s):  
Iman Basriman

Shorea leprosula (damar daging) adalah salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradable. Damar daging mengandung senyawa antimikroba sehingga plastik biodegradable yang dihasilkan juga memiliki sifat antimikroba. Untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dalam plastik biodegradable dengan penambahan resin, bisa dilakukan penambahan bahan kimia lain yang juga bersifat antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh matriks resin daging dengan tepung tapioka dalam pelapis kemasan biodegradable dengan penambahan seng klorida, perak nitrat, propionat dan propil paraben, terhadap kualitas mikrobiologis udang yang dikemas untuk penyimpanan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 5x5 dengan dua pengulangan, faktor pertama adalah jenis kemasan biodegradable dengan 5 level perlakuan (pelapisan lesitin + ZnCl2, lesitin + AgNO3, AgNO3, kontrol positif, dan kontrol negatif), faktor kedua adalah waktu penyimpanan dengan 5 tingkat perlakuan (0, 2, 4, 6, 8 hari). Parameter kualitas yang diuji meliputi kadar air, jumlah lempeng total, Escherichia coli, Salmonella typhi dan Vibrio cholerae pada udang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan resin kemasan pati, perak nitrat, dan lesitin selama 8 hari penyimpanan, menunjukkan kadar air menurun, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemasan ini dapat mengurangi kadar air. Untuk pelapisan mikroba total, semua jenis kemasan dengan lesitin, seng klorida dan perak nitrat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, tetapi berbeda secara signifikan dari kemasan kontrol positif dan negatif. Sedangkan untuk pengujian Eschericia coli, Salmonella typhi, Vibrio cholerae menunjukkan hasil kemampuan menahan pertumbuhan spesifik yang umum untuk semua jenis kemasan.  ABSTRACT: Shorea leprosula (resin flesh) is one of the plants that can be used as raw material in the manufacture of biodegradable plastics because it contains antimicrobial compounds, biodegradable plastics produced also have antimicrobial properties. To enhance the antimicrobial activity in the biodegradable plastics with the addition of resin flesh, other chemicals being antimicrobial properties can be introduced. This study aims to determine the effect of the matrix of resin flesh with tapioca starch in biodegradable packaging coated with zinc chloride, silver nitrate, propionate, propyl paraben, on the microbiological quality of the shrimp packed for storage purposes. The experimental design employed in this study was completely randomized factorial 5x5 with two repetitions, in which the first factor was the biodegradable plastics matrix of tapioca starch and resin flesh with 5 levels of treatment (coating lecithin + ZnCl2, lecithin + AgNO3, AgNO3, the positive control, and negative control), and the second factor was storage period with 5 levels of treatment (day 0,2,4,6,8). Quality parameters observed were moisture content, total plate count, Escherichia coli, Salmonella typhi, Vibrio cholerae of shrimp. The results showed that the addition of resin, silver nitrate, and lecithin to starch packaging for 8 days storage, demonstrated decreasing moisture content, so that it can be concluded that this packaging can reduce the moisture content. Total microbial coating counts for all kinds of packaging with lecithin, zinc chloride and silver nitrate showed no significant results difference, but significantly different from positive and negative control packaging. Meanwhile Escherichia coli, Salmonella typhi, and Vibrio cholerae tests showed the ability to restrain the specific growth being common to all types of packaging. Keywords: Shorea leprosula, antimicrobials, biodegradable 


Author(s):  
Alifia Yolandari

Minuman serbuk instan adalah salah satu produk minuman yang berbentuk serbuk, mudah larut dalam air, memiliki waktu rehidrasi yang singkat, praktis dalam penyajian dan memiliki umur simpan yang relatif lebih lama. Mentimun berpotensi untuk diolah menjadi produk berupa minuman serbuk instan. Pembuatan minuman serbuk mentimun dapat ditambahkan bahan lain berupa ekstrak jeruk nipis dan gula pasir. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi jus mentimun, gula pasir, ekstrak jeruk nipis yang memberikan mutu minuman serbuk instan terbaik. Penelitian ini menggunakan rancangan Mixture Design untuk mendapatkan 16 formulasi terbaik. Mutu minuman serbuk instan mentimun ditentukan melalui kimia yaitu kadar air dan kadar abu. Mutu fisik yaitu waktu larut, total padatan terlarut, dan stabilitas, serta mutu organoleptik yaitu hedonik dan mutu hedonik terhadap parameter warna, aroma, dan rasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman serbuk instan mentimun fomulasi 14 merupakan formulasi terbaik. Perbedaan jumlah komponen berupa jus mentimun, ekstrak jeruk nipis dan gula pasir berpengaruh terhadap kadar abu, warna, dan aroma. Perbedaan jumlah komponen jus mentimun, jeruk nipis dan gula pasir tidak berpengaruh terhadap kadar air, hedonik (aroma dan rasa), dan mutu hedonik (warna dan rasa). Hasil mutu kimia minuman serbuk instan mentimun memiliki kadar air sebesar 3,03% dan kadar abu sebesar 0,74%. Adapun hasil organoleptik terhadap hedonik warna adalah 3,44 (hijau kekuningan), hedonik aroma sebesar 2,6 (agak kuat) dan hedonik rasa sebesar 3,4 (agak manis).  ABSTRACT: Instant powder drink is powder drink product that is soluble, have a short rehydration time, easily served and have a longer shelf life. Cucumber can be potentially used to make instant powder drink. Manufacturing cucumber instant powder drink can be added by another ingredients like sugar and lime extract. The purpose of this research was to find out the differences of cucumber formulation (cucumber juice, sugar, and lime extract) and the quality of cucumber instant powder drink. This research used mixture design as an experimental method to get the best optimum of 16 formulations. The quality of instant powder drink is determined by chemical testing (moisture and ash), physical test (soluble time, total dissolved solids, and stability), and organoleptic test (hedonic quality test for color, scent, and taste). Hedonic test is used to determine the level of preference panelist for color, scent, and taste. The output data processing that is used in mixture design which are anova, and countour plot. The result shows that the difference of formulation has significantly on ash and hedonic quality of color and scent. The research showed that the instant powder drink with formulation of cucumber juice, susgar, and lime extract that is acceptable is formula that contains 76% of cucumber juice, 6% of lime extract and 18% of sugar. This formula contains 3,03% of moisture content and 0,74% of ash content. Based on the physical test this formula have 18 seconds of soluble time, 4 brix of total dissolved solids, and 11 minutes of stability. Cucumber instant powder drink has yellowish green color (score 3,44), strong scent (score 2,6), and sweetness (score 3,44). Keywords: cucumber, lime, mixture design


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document