Gorontalo Journal of Public Health
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

29
(FIVE YEARS 16)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Gorontalo

2614-5065, 2614-5057

2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 23
Author(s):  
Erlina Puspitaloka Mahadewi ◽  
Ade Heryana

UNICEF and WHO data showed that exclusive breastfeeding can reduce infant morbidity and mortality by 88%. The coverage of exclusively breastfeeding infants was 61.33%, the highest percentage was in West Nusa Tenggara (87.35%) and the lowest percentage was in Papua (15.32%). Exclusive breastfeeding is given when the baby is born until the age of 6 months. In Indonesia there are 31.36% of 37.94% of children sick because they do not receive exclusive breastfeeding. Aim of this study to determine the relationship of knowledge, work, and family support with the behavior of exclusive breastfeeding health center working area Bekasi City. This study was a cross sectional approach with a sample of 130 respondents. The sampling in this study using simple random sampling technique, analyzed by the chi square test conducted in July 2019 to April 2020. Results of this study there were 96 respondents (73.8%) mothers who did not provide exclusive breastfeeding and 34 resondents (26.2%) mothers who give exclusive breastfeeding to their babies. There was a significant relationship between knowledge (p = 0,000 and PR = 1,588), employment (p = 0,000 and PR = 1,995), family support (p = 0,001 and PR = 1,514) with exclusive breastfeeding health center working area Bekasi. It was concluded that knowledge, employment, and family support were related to exclusive breastfeeding. It was recommended for health workers to create innovations and new programs to increase exclusive breastfeeding, and in the family level should provide support for exclusive breastfeeding practices.Berdasarkan data UNICEF dan juga data WHO pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi lebih dari 88%. Cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif sebesar 61,33%, persentase tertinggi terdapat pada Nusa Tenggara Barat (87,35%) dan persentase terendah terdapat di Papua (15,32%). ASI eksklusif diberikan saat bayi mulai dilahirkan sampai pada usia 6 bulan. Di Indonesia terdapat 31,36% dari 37,94% anak yang sakit dikarenakan tidak dapat menerima ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pengetahuan, pekerjaan dan dukungan keluarga dengan perilaku pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bekasi. Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional, dengan besar sampel sebanyak 130 responden. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dan analisis data menggunakan uji chis-quare yang dilakukan pada bulan Juli 2019 sampai April 2020. Hasil penelitian terdapat 96 (73,8%) ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dan 34 responden (26,2%) yang telah memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan (p = 0,000 dan PR = 1,588), pekerjaan (p = 0,000 dan PR = 1,995) dan dukungan keluarga (p = 0,001 dan PR = 1,514) dengan perilaku pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kota Bekasi. Disimpulkan bahwa pengetahuan, pekerjaan, dan dukungan keluarga berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Disarankan untuk petugas kesehatan membuat inovasi dan program baru untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif, dan pada tingkat keluarga kiranya memberikan dukungan terhadap pemberian ASI eksklusif.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Dedi Mahyudin Syam ◽  
Herlina S Sunuh

Environmental factors, birth weight and food intake can influence the incidence of stunting. The prevalence of stunting in toddlers in Central Sulawesi Province in 2015 was very short by 11.4% and short by 23.9%. 2-16 very short categories by 10.2% and short categories by 21.8%. 2017 the very short category was 14.0% and the short category was 22.1%. The purpose of this research was to know handwashing with soap, treating drinking water and food related to stunting in Central Sulawesi. The type of research was analytic with the approach of cross sectional survey with a sample 289 people in 4 (four) Regency Areas (Banggai, Donggala, Sigi and Palu). Data processing and analysis include univariate and bivariate were used chi square test. Results of 289 respondents carry out handwasing with soap 176 (60.9%), not carry out handwasing with soap activity 113 (39.1%), statistical test obtained p value = 0.000. Treating drinking water and food 270 (93.4%), not treating clean water and food only 19 (6.6%), stunting status 133 (46.0%), not stunting 155 (56.0%), statistical test obtained p value = 0.001. Conclusion There was a relationship between hand washing with soap, treating drinking water and food with stunting in Central Sulawesi.Faktor lingkungan, berat badan lahir dan asupan makanan dapat mempengaruhi kejadian stunting. Prevalensi stunting pada balita di Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2015 kategori sangat pendek sebesar 11.4% dan pendek sebesar 23.9%. 2-16 kategori sangat pendek sebesar 10.2% dan kategori pendek sebesar 21,8%. 2017 kategori sangat pendek sebesar 14.0% dan kategori pendek sebesar 22.1%. Tujuan penelitian adalah diketahuinya cuci tangan pakai sabun (CTPS), mengelola air minum dan makanan berhubungan  dengan stunting di Sulawesi Tengah. Jenis penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional survey dengan sampel berjumlah 289 orang di 4 (empat) daerah Kabupaten (Banggai, Donggala, Sigi dan Palu). Pengolahan dan analisis data meliputi univariat, Bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan dari 289 responden melaksanakan CTPS 176 (60,.9%), tidak CTPS 113 (39,1%), Uji statistik diperoleh nilai p = 0,000. Sudah mengelola air minum dan makanan 270 (93,4%), tidak mengelola air bersih dan makanan 19 (6,6%), status gizi stunting 133 (46,0%), tidak stunting 155 (56,0%), uji statistik diperoleh nilai p = 0,001. Kesimpulan ada hubungan cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan dengan stunting di Sulawesi Tengah.  


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 32
Author(s):  
Ni Luh Putu Devhy ◽  
Anak Agung Gde Oka Widana

Pictorial health warnings (PHW)) and local regulations non-smoking areas (NSA) are among the government's efforts to reduce the prevalence of smoking. This study aims to describe adolescent opinions about PHW and Perda involving 158 samples. The sample was chosen by random sampling, the sample was teenagers who sat in junior high school. Data collection was done through structured interviews using questionnaires that have been tested before then analyzed descriptively. The average results of respondents were 13 years old, 57.6% were women and 42.4% were men. 93% of respondents already knew of PHW and 89.2% saw PKB within 30 days. 94.9% of respondents said that PWH made them concerned about the dangers of smoking, 94.3% of respondents believed that PWH was more effective than written health warnings, and 97.5% of respondents supported implementing PWH. 90.5% of respondents knew about the NSA regulation, 98.1% of respondents knew that schools were the NSA regional regulation area, 97.5% respondents supported the implementation of the NSA regulation in all public areas, 97.5% of respondents supported the government in enforcing the local regulation NSA in the room. In this study the five most frightening PWH images according to adolescents in the first position are lung cancer PWH. The results showed positive opinions and obtained support from adolescents to the regional regulation on smoke free area and PHW, so this can be used to develop a cigarette hazard control program.Peringatan kesehatan bergambar (PKB) dan peraturan daerah (PERDA) Kawasan tanpa rokok (KTR) merupakan salah satu upaya pemerintah yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi merokok. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan opini remaja tentang PKB dan Perda yang melibatkan 158 sampel. Sampel dipilih secara random sampling, sampel merupakan remaja yang duduk dibangku SMP. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisioner yang telah diuji sebelumnya kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rerata responden berusia 13  tahun, 57,6% adalah perempuan dan 42,4% adalah laki-laki. 93% responden sudah tahu adanya PKB dan 89,2% melihat PKB dalam 30 hari. 94,9% responden mengatakan bahwa PKB membuat mereka peduli terhadap bahaya merokok, 94,3% responden percaya bahwa PKB lebih efektif daripada peringatan kesehatan berupa tulisan, dan 97,5% responden mendukung PKB implementasi PKB. 90,5% responden sudah tahu adanya Perda KTR, 98,1% responden sudah tahu di sekolah merupakan kawasan Perda KTR, 97,5% reponden mendukung implementasi Perda KTR di semua area tempat umum, 97,5% responden mendukung pemerintah dalam menegakkan Perda KTR di dalam ruangan. Pada penelitian ini kelima gambar PKB yang paling menakutkan menurut remaja pada posisi pertama adalah PKB kanker paru. Hasil menunjukkan opini yang positif dan didapatkan dukungan remaja terhadap Perda KTR dan PKB, maka hal ini dapat digunakan untuk pengembangan program pengendalian bahaya rokok.  


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 41
Author(s):  
Herman Hatta ◽  
Marselia Sandalayuk

Yellow pumpkin is a commodity that is easily damaged so it needs for off harvest handling including preservation and processing. This study was aimed to determine the carbohydrate, protein content of pumpkin flour and get the best formulation in making cookies from pumpkin flour. The research method used was true experimental design using with completely randomized design (CRD) with variations in the addition of pumpkin flour in the treatment of P0 (60 gr), P1 (100 gr), P2 (150 gr), P3 (150 gr), P4 (250 gr) with two replications. Based on the results of the cookie test, the highest carbohydrate content in P0 treatment was 59.12% in treatment 1 and 57.61% in treatment 2 while the lowest in P4 treatment was 51.36% in replication 1 and 51.83% in replications 2, analysis of variance showed that carbohydrates in cookies significantly affected with addition of pumpkin flour, based on further analysis Duncan's test results (p < 0.00). Protein analysis test results showed that the highest protein content in treatment P4 was 8.44% replications 1 and 7.46% in replications 2, while the lowest in treatment P0 was 7.17% replications 1 and 7.44% in replications 2, analysis the variance showed that the protein in cookies had a very significant effect on the addition of pumpkin flour, based on further analysis Duncan's test results (p < 0.00). It was concluded that the addition of pumpkin flour significantly affected in carbohydrate and protein levels in cookies.Labu kuning adalah komoditas yang mudah rusak sehingga perlu adanya penanganan lepas panen termasuk pengawetan dan pengolahan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan karbohidrat, protein dari tepung labu kuning serta mendapatkan formulasi terbaik dalam pembuatan cookies dari tepung labu kuning. Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental design  menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan variasi penambahan tepung labu kuning pada perlakuan P0 (60 gr), P1 (100 gr), P2 (150 gr), P3 (200 gr), P4 (250 gr) dengan perlakuan dua kali ulangan. Berdasarkan hasil uji kue cookies menunjukkan kandungan karobohidat tertinggi pada perlakuan P0 sebesar 59,12% pada pengulangan 1 dan 57,61% pada pengulangan 2 sedangkan terendah  pada perlakuan P4 sebesar 51,36% pada pengulangan 1 dan 51,83% pada pengulangan 2, analisa sidik ragam menunjukkan bahwa karbohidrat pada cookies berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung labu kuning, berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (p < 0,00). Hasil  uji analisa protein menunjukkan bahwa kandungan protein tertinggi pada perlakuan P4 sebesar 8,44% pengulangan 1 dan 7,46% pada pengulangan 2, sedangkan terendah  pada perlakuan P0 sebesar 7,17% pengulangan 1 dan 7,44% pada pengulangan 2, analisa sidik ragam menunjukkan bahwa protein pada kue cookies berpengaruh sangat nyata terhadap penambahan tepung labu kuning, berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (p < 0,00). Disimpulkan bahwa penambahan tepung labu kuning berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat dan protein pada cookies.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 8
Author(s):  
Citra Puspa Juwita

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an endemic disease of Tangerang City with fluctuating case month by month. DHF is a disease that caused by dengue virus and transmitted by Ae. Aegypti, and also have relation with climate variability conditions. This research is using secondary data with ecological study design by using time series, to see the correlations between climate variability (temperature, precipitation and humidity) with hemorarhagic dengue fever cases in Tangerang City in the period 2004-2013. This research was using univariate analysis method and bivariate analysis with correlation and linear regression.  This study revealed that significant correlation between dengue hemorrhagic fever cases with climate variability; in moderate correlation which correlation between dengue hemorrhagic fever with temperature has coefficient correlation 0,314 and p = 0.004; correlation between dengue hemorrhagic fever with precipitation has coefficient correlation 0,355 and p = 0.000; and correlation between dengue hemorrhagic fever with humidity has coefficient correlation 0,298 and p = 0.002. Strong correlations can be seen with a short period by year. Significant relationship on climate variability (temperature, rainfall and humidity) with the incidence of DHF period of 10 years (2004-2013) with moderate closeness.Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang endemis di Kota Tangerang dengan kejadian yang berfluktuasi per bulannya. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti ini akan tinggi ketika musim penghujan tiba dan akan berangsur-angsur menurun ketika tidak musim penghujan. Dengan menggunakan data sekunder yang tersedia, penelitian ini menggunakan desain studi ekologi, berdasarkan urutan waktu (time series) untuk melihat adakah hubungan antara variabilitas iklim (suhu, curah hujan dan kelembaban) dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Tangerang. Analisis yang digunakan adalah univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan uji korelasi dan regresi linear. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara kejadian demam berdarah dengue dengan variabilitas iklim dengan keeratan hubungan yang sedang yaitu pada hubungan antara kejadian demam berdarah dengue dengan suhu memiliki koefesien korelasi 0,314 dan nilai p = 0,004; hubungan antara kejadian demam berdarah dengue dengan curah hujan memiliki koefesien korelasi 0,355 dan nilai p = 0,000; dan hubungan antara kejadian demam berdarah dengue dengan kelembaban memiliki koefesien korelasi 0,298 dan p = 0,002. Hubungan yang erat dapat dilihat dengan periode waktu yang pendek yaitu per tahun. Hubungan yang bermakna pada variabilitas iklim (suhu, curah hujan dan kelembaban) dengan kejadian DBD periode 10 tahun (2004-2013) dengan keeratan sedang.


2020 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Sutrio Sutrio ◽  
Roza Mulyani

School children are important objectives in improving the nutritional status of society. Nutritional status one of them is influenced by protein consumption. Fish is a good source of protein for the growth period and low fish consumption in elementary school students is a problem caused by various factors. This research was to know the pattern of fish consumption with nutritional status in the school children in the Gulf of Pandan Coastal Regency Pesawaran. Research was used cross-sectional research study. The research was conducted at Teluk Pandan Coast Elementary School in August-September 2019. Samples in this study were children of V and VI classes as many as 111 students. Data analysis using chi-square test.The results was showed that the level of protein intake (p = 0.040) was association with the nutritional status while the amount of fish consumption (p = 0.599), the frequency of fish consumption (p = 0.954), the proportion of fish protein consumption (P = 0.076) were not related with nutritional status. The school can utilize media such as posters that contain the importance of consuming fish in school children and include material about the importance of protein intake and fish proteins into physical and sports education subjects and campaigning for the "love to eat fish" slogan. Parents make fish processed with a variety of menu variations so that children can prefer fish.Anak sekolah merupakan sasaran penting dalam perbaikan status gizi masyarakat. Status gizi salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi protein. Ikan merupakan sumber protein yang baik untuk masa pertumbuhan dan rendahnya konsumsi ikan pada siswa Sekolah Dasar merupakan masalah yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi ikan dengan status gizi pada anak sekolah di Pesisir Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran. Penelitian menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di SDN Pesisir Teluk Pandan pada bulan Agustus-September 2019. Sampel pada penelitian ini adalah anak kelas V dan VI sebanyak 111 siswa. Analisa data menggunakan uji chi-square test. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara tingkat asupan protein (p = 0.040) dengan status gizi dantidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi ikan (p = 0.599), frekuensi konsumsi ikan (p = 0.954), proporsi konsumsi protein ikan (p = 0.076) dengan status gizi. Pihak sekolah dapat memanfaatkan media seperti poster yang berisikan tentang pentingnya mengonsumsi ikan pada anak sekolah dan memasukkan materi tentang pentingnya asupan protein dan protein ikan kedalam mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga serta mengkampanyekan kembali slogan “gemar makan ikan”. Orang tua murid membuat olahan ikan dengan berbagai variasi menu sehingga anak lebih bisa menyukai ikan.


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 162
Author(s):  
Moh. Rivandi Dengo ◽  
Idjrak Mohamad

The coverage of Antenatal Care (ANC) visits in Gorontalo District during the last three years is as follows: the first visit of the pregnant women in 2015 reached 90%, the visit in the following year in 2016 decreased to 76%, and the visit in 2017 reached 89,86%. This research aims to find out the factors related to the decrease of Antenatal Care in accordance with the decrease in the Antenatal Care visits in the first contact of pregnant women checking K-1 in the working area of Community Health Center Bongomeme Gorontalo District in 2018. The population of the current research was all pregnant women listed in Kohort pregnant women book in the Community Health Center Bogomeme in 2018 there were 163 pregnant women participated. The research design used was a cross sectional study approach. The obtained data were subsequently examined using chi-square test by referring to p value < 0,005. The research results shown that the parity variable of the pregnancy has p value of 0,038, pregnant women knowledge has p value of 0,012, and pregnant women job has p value of 0,000. Thus, this variable has a parity of pregnancy, knowledge of pregnant women and occupation of pregnant women has a relationship with antenatal visits (K-1), while family support variables with p value of 0.478 means that this variable has no relationship with antenatal visits (K-1). The conclusion was the parity, pregnant women knowledge, and pregnant women occupation have the significant relationship with the antenatal care visits (K-1), while the family support has no significant relationship with antenatal visits (K-1). The pregnant women should maintain the pregnancy spacing, maintain the pregnancy health, and increase their knowledge.Cakupan kunjungan Antenatal Care (ANC) di Kabupaten Gorontalo selama tiga tahun terakhir adalah cakupan kunjungan pertama ibu hamil (K-1) tahun 2015 mencapai 90%, pada tahun berikutnya tahun 2016 terjadi penurunan yaitu 76% dan pada tahun 2017 mencapai 89,86%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya kunjungan Antenatal Care pada kontak pertama pemeriksaan ibu hamil K-1 pada Wilayah Kerja Puskesmas Bongomeme Kabupaten Gorontalo tahun 2018. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil tercatat di buku kohort ibu hamil Puskesmas Bongomeme tahun 2018 yaitu sebanyak 163 orang ibu hamil. Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan cross sectional study. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistic chi square dengan melihat nilai p value < 0,005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable paritas kehamilan dengan nilai p value 0,038, pengetahuan ibu hamil nilai p value 0,012, dan pekerjaan ibu hamil nilai p value 0,000. Artinya variabel paritas kehamilan, pengetahuan ibu hamil dan pekerjaan ibu hamil memiliki hubungan dengan kunjungan antenatal (K-1). Sedangkan variabel dukungan keluarga nilai p value 0,478 ini berarti variabel dukungan keluarga tidak memiliki hubungan dengan kunjungan antenatal (K-1). Disimpulkan bahwa paritas, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu ada hubungan yang signifikan dengan kunjungan antenatal K-I, sedangkan dukungan keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kunjungan antenatal (K-I). Ibu hamil agar lebih menjaga jarak kehamilan, menjaga kesehatan kehamilan, meningkatkan pengetahuan ibu hamil.


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 139
Author(s):  
Firdausi Ramadhani ◽  
Ririh Yudhastuti ◽  
Sri Widati

Based on data from Bangkalan District health profile in 2010, total DHF cases were 709 cases. In 2011 there was a decline in cases, namely 226 people and one person died. In 2012 there was a surge in 397 cases and six people were declared dead (Bangkalan District Health Profile 2010-2012). Bangkalan District Health Office has sought various programs to deal with dengue cases. This study aims to determine the knowledge and implementation of the Eradication of Mosquito Nests. Using qualitative methods with a case study approach. Data collection was carried out during the period of April-June 2017. The population is in part of the community living in Kamal Sub-district. Data was collected through interviews with housewives from Kamal Village, community leaders and Puskesmas officers. From the results of the study it was found that public knowledge about 3M Plus DHF and PSN was still low. Communities are more familiar with fogging and larvacide to combat dengue than the 3M Plus PSN program. The low implementation of 3M Plus PSN and the lack of information on 3M Plus DBD and PSN. As a recommendation, the relevant parties should immediately take strategic and technical steps in implementing the 3M Plus PSN as the main approach in DHF control. Facilitating partnerships between communities and the government and seeking community participation in tackling DHF through PSN mobilization activities. Expanding access to information about 3M Plus DHF and PSN, not only in schools but also covering all levels of society.Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Bangkalan tahun 2010  kasus DBD total penderita sebanyak 709 kasus. Pada tahun 2011 sempat mengalami penurunan kasus yaitu dengan jumlah 226 penderita dan satu orang dinyatakan meninggal. Pada tahun 2012 kembali mengalami  lonjakan  yaitu 397 kasus dan enam orang dinyatakan meninggal (Profil Kesehataan Kabupaten Bangkalan 2010-2012). Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan sudah mengupayakan berbagai program untuk mengatasi kasus DBD.             Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan selama periode Bulan April-Juni 2017. Populasinya sebagian masyarakat yang tinggal di Kecamatan Kamal. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan ibu rumah tangga Desa Kamal, tokoh masyarakat dan petugas Puskesmas. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pengetahuan masyarakat tentang DBD dan PSN 3M Plus masih rendah. Masyarakat lebih mengenal fogging dan larvasida untuk menanggulangi DBD daripada program PSN 3M Plus. Rendahnya pelaksanaan PSN 3M Plus dan minimnya informasi mengenai DBD dan PSN 3M Plus. Sebagai rekomendasi, sebaiknya pihak terkait segera mengambil langkah strategis dan teknis dalam pelaksanaan PSN 3M Plus sebagai pendekatan utama dalam pengendalian DBD. Memfasilitasi  kemitraan antara masyarakat dan pemerintah serta mengupayakan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi DBD melalui kegiatan penggerakan PSN. Memperluas akses informasi tentang DBD dan PSN 3M Plus, bukan hanya di sekolah namun juga mencakup seluruh lapisan masyarakat.


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 146
Author(s):  
Sunarti Hanapi ◽  
Nuryani Nuryani ◽  
Rahmawaty Ahmad

Based on Indonesian Basic Health Research 2018Vitamin A capsule coverage for children 6-59 months reached 53.1%. Based on Department of Health Gorontalo district Vitamin A capsule coverage in work area of Asparaga community health center reached 80%. The research aims at investigating association of giving vitamin A toward toddler. This research used observational analytic method with cross sectional study approach. This research was conducted in February until April with total of samples were 262 children  6-59 mount and respondents were toddler mother. The technique of collecting samples was using purposive sampling technique and the technique of data collection was using questionnaire. The technique of data analysis was chi square test. The findings reseacrh was found that the giving of vitamin A on toddler was 126 (48,1%) and not giving vitamin A was 136 (51,9%) toddlers, low mothers knowledge 63,4%, active cadre 28,2%, active participation toddlers 5,0%. Base on analysis bivariate indicated that sufficient knowledge of mothers 67,7% of the toddlers were given vitamin A and chi square test showed knowledge of p value = 0,000, the role of active cadres 82,4% of the toddlers were given vitamin A with p value = 0,000 and the activity of toddlers visiting community health center / Posyandu 100% of the toddlers were given vitamin A with p value = 0,000. It was concluded that the mothers knowledge factor, the role of cadres and the activity of toddlers visiting Community Health Center and Posyandu were related to the provision of viramin A in the toddlers. It was recommended for mothers of toddlers to explore more information regarding the importance of providing vitamin A to toddlers, and to be active partisipation in Community Health Center / Posyandu activities.Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 cakupan kapsul vitamin A pada anak 6-59 bulan mencapai 53,1%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo cakupan pemberian vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Asparaga mencapai 80%. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui sejumlah faktor yang berhubungan dengan pemberian vitamin A pada balita. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini dilakukan pada Februari sampai April dengan jumlah sampel 262 balita umur 6-59 bulan dengan ibu balita sebagai responden. Pengambilan sampel dengan tekhnik purvosive sampling dan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, analisis menggunaka chi square test. Hasil penelitian didapatkan pemberian vitamin A pada balita sebanyak 126 (48,1%) dan tidak diberikan vitamin A sebanyak 136 (51,9%) balita, pengetahuan ibu kurang 63,4%, keaktifan kader 28,2%, keaktifan kunjungan balita 5,0%. Berdasarkan hasil uji bivariat menunjukkan pengetahuan ibu cukup 67,7% anak balita diberikan vitamin A chi square  test menunjukkan pengetahuan  p value = 0,000, peran kader aktif 82,4% balita diberikan vitamin A dengan p value = 0,000, dan keaktifan kunjungan balita ke Puskesmas / Posyandu 100% balita diberikan vitamin A dengan p value = 0,000 berhubungan dengan pemberian vitamin A pada balita. Disimpulkan bahwa faktor pengetahuan ibu, peran kader dan keaktifan kunjungan balita ke Puskesmas dan Posyandu berhubungan dengan pemberian viramin A pada balita. Disarankan kepada ibu balita agar lebih menggali informasi terkait pentingnya pemberian vitamin A pada balita, serta aktif dalam kegiatan Puskesmas / Posyandu.


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 154
Author(s):  
Inne Soesanti

Toddler stunted problems describe the existence of chronic nutritional problems, ranging from the womb to the age of 2 years. This study aims to describe the eating patterns stuntted the toddlers in Pasongsongan Village. This study was used qualitative approach. The informants was determined by purposively, with informants were grandmothers or mothers who have grandchildren or stunting children, traditional healer/herbalist, posyandu cadre, public community. Data collection using interview and observation techniques. The result was showed stunted toddlers who were given food in the porridge form until the age of one year, rice cake and soup without side dishes and vegetables. These foods were given on the grounds that the intestine of the child was not strong in receiving rough food. Animal foods were given a compilation of 12 months selected children classified as late. Sea fish was given after the child can walk, with the reasons toddlers can get infection intestinal worms. Wormy myth was very trusted by the informants, that cause most of them not give sea fish to their children before the age of one years. Practices to give food with high  carbohydrate water and low protein dense. The conclusion was the lack of protein sources such as egg, sea fish, and chicken in both quality and quantity can be a factor that cause stunting in the children under two years old. The suggestions for the children under two years old must be given food sources of protein, and given information for the mother about knowledge the benefits of consuming fish for children under the age of two years.Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, mulai dari dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pola makan anak baduta pendek di Desa Pasongsongan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan informan secara purposive, dengan informan adalah nenek atau ibu yang mempunyai cucu atau anak baduta yang stunting, dukun/pembuat jamu, kader posyandu dan tokoh masyarakat. Pengumpulan data dengan teknik wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan anak baduta stunting diberikan makanan berupa bubur sampai usia satu tahun, lontong dan kuah tanpa lauk dan sayur, makanan-makanan tersebut diberikan dengan alasan usus anak belum kuat menerima makanan yang kasar. Makanan hewani diberikan ketika anak berusia 12 bulan tergolong terlambat. Ikan laut diberikan setelah anak bisa berjalan, dengan alasan takut anak terkena cacingan. Mitos cacingan sangat dipercaya oleh para informan, sehingga banyak yang tidak memberikan ikan laut kepada anaknya sebelum usia satu tahun. Pemberian makanan lebih banyak mengandung karbohidrat dan air serta rendah protein. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kurangnya pemberian sumber protein seperti telur, ikan laut, dan daging ayam baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menjadi faktor yang menyebabkan stunting pada anak baduta. Saran yang diberikan bahwa anak di bawah usia dua tahun harus diberikan makanan sumber protein, dan kepada ibu balita perlu diberikan informasi terkait pengetahuan mengenai manfaat mengkonsumsi ikan bagi anak di bawah usia dua tahun.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document