Jurnal Ekologi Kesehatan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

103
(FIVE YEARS 36)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

2354-8754, 1412-4025

2020 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 112-118
Author(s):  
Muhammad Rasyid Ridha ◽  
Budi Hairani ◽  
Gusti Meliyanie ◽  
Wulan Rasna Giri Sembiring ◽  
Abdullah Fadilly ◽  
...  

ABSTRACT Dengue hemorrhagic fever is a global health problem and can be transmitted through vectors, namely Aedes aegypti. One of the controls can be through lethal ovitrap combined with attractant. This study aims to compare the percentage of trapped eggs, the number of eggs hatched, and larval mortality in the lethal ovitrap that were given two additional types of attractants. The insecticides used were temephos, while the attractants used were 20% straw soaking water, and water that Ae. aegypti have used to lay eggs. The type of research is an experiment with a completely randomized design. The sample used was female mosquito of Ae. aegypti that is full of blood from laboratory colonization. The results showed that straw soaking water was more influential attractant than the former Ae. aegypti colonization water in attracting Ae. aegypti mosquitoes to lay eggs. The highest larval mortality was found in a combination of lethal ovitrap with straw soaking water. Statistically there is an influence of the type of attractant on hatchability and the development of Ae. aegypti into adult mosquitoes. The combination of lethal ovitrap and attractant of straw soaking water can be an alternative control strategy for DHF program managers to reduce the density of Ae. aegypti mosquitoes and minimize transmission of dengue hemorrhagic fever in an area. Keywords: Aedes aegypti, attractant, lethal ovitrap, straw soaking water   ABSTRAK Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan global dan dapat ditularkan melalui vektor yaitu Aedes aegypti. Salah satu pengendaliannya dapat melalui lethal ovitrap yang dipadukan dengan atraktan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan persentase jumlah telur terperangkap, jumlah telur menetas, dan mortalitas larva pada lethal ovitrap yang diberi tambahan dua jenis atraktan. Insektisida yang digunakan adalah temefos, sedangkan atraktan yang digunakan adalah air rendaman jerami dengan konsentrasi 20%, dan air bekas kolonisasi/telur larva Ae. aegypti. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan acak lengkap. Sampel yang digunakan adalah nyamuk Ae. aegypti betina yang kenyang darah hasil kolonisasi di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air rendaman jerami merupakan atraktan yang lebih berpengaruh dibandingkan air bekas kolonisasi Ae. aegypti dalam menarik nyamuk Ae. aegypti untuk bertelur. Mortalitas larva tertinggi terdapat pada kombinasi lethal ovitrap dengan air rendaman jerami. Secara statistik ada pengaruh jenis atraktan terhadap daya tetas dan perkembangan Ae. aegypti menjadi nyamuk dewasa. Kombinasi lethal ovitrap dengan atraktan air rendaman jerami dapat menjadi strategi pengendalian alternatif bagi pengelola program DBD untuk mengurangi kepadatan nyamuk Ae. aegypti dan meminimalisasi transmisi penyakit demam berdarah dengue di suatu wilayah. Kata kunci: Aedes aegypti, atraktan, lethal ovitrap, rendaman jerami


2020 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 84-93
Author(s):  
Ika Dharmayanti ◽  
Dwi Hapsari Tjandrarini

ABSTRACT  Diarrhea is a major health problem in Indonesia with high morbidity and mortality rates. Unhealthy environment and unhygienic behavior are closely related to diarrhea disease. This study aims to identify the association between environmental conditions and behavior with the occurrence of diarrhea in Jawa and Bali. Data source used was the integration data of March’s Susenas and Riskesdas 2018. A logistic regression analysis was chosen to elicit the relationship between sanitation and drinking water facilities, open defecation practice, and other factors with the prevalence of diarrhea. The results showed that open defecation (OR = 1.2; 95% CI: 1.12 to 1.29; P<0.001, and improper of household sanitation and drinking water (OR = 1.11; 95% CI: 1.04 to 1.2; P = 0.003) had significant association with diarrhea. Other factors are age 0-5 years (OR = 1.56; 95% CI: 1.46 to 1.66; P <0,001) and low education (OR = 1.33; 95% CI: 1.21 to 1.47; P <0,001). This study shows the hygienic behavior is the essential factors to reduce the incidence of diarrhea. Therefore, it is recommended to to prioritize aspects of behavior and environmental health, namely changing people’s behavior to defecate in a latrine, and provide proper sanitation and sufficient drinking water. Keywords: Diarrhea; sanitation; drinking water; open defecation   ABSTRAK Penyakit diare merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang masih tinggi. Lingkungan yang tidak sehat dan perilaku tidak higienis sangat erat kaitannya dengan penyakit diare. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kondisi lingkungan dan perilaku dengan penyakit diare di pulau Jawa dan Bali. Sumber data yang digunakan adalah data integrasi Susenas Maret dan Riskesdas 2018. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik untuk melihat hubungan antara ketersediaan sanitasi dan air minum, perilaku buang air besar serta faktor lainnya terhadap kejadian diare. Hasil menunjukkan bahwa faktor perilaku buang air besar sembarangan (OR = 1,2; 95% CI: 1,12 - 1,29; P <0,001) serta akses sanitasi dan air minum rumah tangga tidak layak/tidak tersedia (OR = 1,11; 95% CI: 1,04 - 1,2; P = 0,003) memiliki hubungan dengan kejadian diare. Faktor lainnya yaitu: usia 0-5 tahun (OR = 1,56; 95% CI: 1,46 - 1,66; P <0,001) dan pendidikan rendah (OR = 1,33; 95% CI: 1,21 - 1,47; P <0,001).  Penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku higienis sangat penting untuk menurunkan kejadian diare. Oleh karena itu direkomendasikan untuk mengutamakan aspek perilaku dan kesehatan lingkungan, yaitu merubah perilaku masyarakat untuk BAB di jamban, serta menyediakan sanitasi dan air minum yang layak. Kata kunci: Diare, sanitasi, sarana air minum, buang air besar sembarangan


2020 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 101-111
Author(s):  
Asep Hermawan ◽  
Miko Hananto

ABSTRACT The High morbidity of dengue requires effective and efficient prevention efforts. Breaking  chain of transmission through the eradication of mosquito nests (PSN) is a way that is believe an  effective and efficient in controlling dengue. However, a nation-wide study shows that PSN has not been fully implemented in Indonesia. The aim of study was to described the relations between sociodemographic factors and mosquito bite prevention behaviour of PSN action in Indonesia, using Riskesdas 2018 data. The Population was used  households is as  samples in Indonesia as much as 262,917. The dependent variable is PSN actions and the independent variables are age group, occupation, education level, urban and rural areas as well as mosquito bite prevention practice by households and individuals. Data were analyzed using multiple logistic regression. The result was shown that the age group, education, occupation of the head of the household (KRT) and housewife (IRT) (P value <0.05) arean important variables that was influenced PSN action in Indonesia. In multiple logistic regression test, the influential variables are age group, education level, type of work, using mosquito repellent (spray / mosquito coil/ electric), the mosquito netting installed at ventilation house , sleep used insecticide-treated mosquito nets <3 years, repellent / bite-preventing materials, and the electric mosquito rackets. The variable that has the biggest influence is the larvasidation of the water reservoir. . To preserved of PSN implementation continuously, PSN campaigns can be carried out at various age levels, education levels and occupations. Keywords: Eradication of mosquito nests, sociodemography, dengue, and mosquito bites   ABSTRAK Morbiditas dengue yang tinggi memerlukan upaya pencegahan yang efektif dan efisien. Memutus rantai penularan melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan salah satu cara yang dipercaya efektif dan efisien dalam pengendalian dengue saat ini. Namun, sebuah penelitian berskala nasional menunjukkan bahwa PSN belum sepenuhnya dilaksanakan di Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan faktor sosiodemografi dan praktek pencegahan gigitan nyamuk terhadap perilaku PSN di Indonesia, dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Populasi adalah rumah tangga di Indonesia dengan sampel 262.917 rumah tangga. Variabel dependen adalah perilaku PSN dan variabel independen adalah kelompok usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, wilayah perkotaan dan perdesaan serta praktek pencegahan gigitan nyamuk oleh rumah tangga dan individu. Data dianalisis menggunakan regresi logistik. Hasil analisis menunjukan bahwa kelompok umur, pendidikan, pekerjaan  kepala rumah tangga (KRT)  dan ibu rumah tangga (IRT) (nilai P<0,05) merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku PSN di Indonesia. Pada uji regresi logistik, variabel berpengaruh adalah kelompok umur, tingkat pendididikan, jenis pekerjaan, menggunakan obat nyamuk (semprot /bakar/ elektrik, ventilasi rumah dipasang kasa nyamuk, tidur menggunakan kelambu berinsektisida<3 tahun, repelen/bahan pencegah gigitan, dan raket nyamuk elektrik. Pengaruh terbesar adalah larvasidasi penampungan air. Untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan PSN, kampanye PSN dapat dilakukan pada berbagai tingkatan  usia, pendidikan dan pekerjaan.  Kata kunci: Pemberantasan sarang nyamuk, sosiodemografi, dengue, pencegahan gigitan nyamuk


2020 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 94-100
Author(s):  
Dwi Septia Nengsih ◽  
Sigit Ari Saputro ◽  
Khuliyah Candraning Diyanah

ABSTRACT Small intestine infection caused by Giardia lamblia (giardiasis) occurs mostly in children living in developing country with poor sanitation. This study aims to determine the risk of giardiasis and personal hygiene conditions in pre-school students at KB-TK Al Amin Paciran Lamongan aged 2-6 years. Number of samples were 61 students, the dependent variable was the incidence of giardiasis, and independent variable was personal hygiene including nail hygiene, hand washing habit, footwear habit, and defecating habits. The result showed that 5 out of 61 students (8,2%) were infected with Giardia lamblia. All children (100%) with giardiasis had poor nail hygiene, footwear habit, and defecating habit. As many as 80% of students with giardiasis have poor handwashing habits. Students with poor footwear habit (OR=43,71; 95% CI 3,98-2046,9); open defecation habits (OR=13,33; 95% CI 1,40-628,05); poor nail hygiene (OR=12,31; 95% CI 1,29-580,49); poor hand washing habits (OR=5,73; 95% CI 0,5-290,96) had a greater risk of developing giardiasis. Supervision and healthy behavior are highly recommended, including using footwear when playing on the ground, defecating in the latrine, maintaining nail hygiene, and washing hands with soap before eating or after defecating. Keywords: Prevalence, giardiasis, personal hygiene, pre-school students   ABSTRAK Infeksi usus halus disebabkan oleh Giardia lamblia (giardiasis) banyak terjadi pada anak-anak yang tinggal di negara berkembang dengan tingkat sanitasi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko terjadinya giardiasis dan kondisi hygiene perorangan pada murid PAUD  di KB-TK Al Amin Paciran Lamongan usia 2-6 tahun. Jumlah sampel adalah 61 murid, variabel dependen adalah kejadian giardiasis, dan variabel independen adalah hygiene perorangan meliputi kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan menggunakan alas kaki, dan kebiasaan buang air besar (BAB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 dari 61 murid (8,2%) terinfeksi Giardia lamblia. Seluruh murid (100%) dengan giardiasis mempunyai kebersihan kuku, kebiasaan menggunakan alas kaki dan kebiasaan BAB yang kurang baik. Sebanyak 80% murid dengan giardiasis mempunyai kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik. Murid dengan kebiasaan menggunakan alas kaki kurang baik (OR=43,71; 95% CI 3,98–2046,9); kebiasaan BAB sembarangan (OR=13,33; 95% CI 1,40–628,05); kebersihan kuku kurang baik (OR=12,31; 95% CI 1,29-580,49); kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik (OR=5,73; 95% CI 0,5–290,96) mempunyai risiko lebih besar terkena giardiasis. Pengawasan dan berperilaku hidup sehat sangat dianjurkan antara lain menggunakan alas kaki ketika bermain di tanah, membiasakan BAB di jamban, menjaga kebersihan kuku, dan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan atau setelah buang air besar. Kata kunci: Prevalensi, giardiasis, hygiene perorangan, murid PAUD


2020 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 134-147
Author(s):  
Ekowati Rahadjeng ◽  
Enung Nurhotimah

ABSTRACT Posbindu PTM is one of NCD risk factor prevention and control programs in Indonesia. About 50.6% of villages already carry out Posbindu PTM, but the prevalence of PTM risk factors remains high. This article aims to inform the results of the evaluation of Posbindu PTM implementation in residential environment, including benefits, utilization, constraints and implementation opportunities. Evaluation is carried out through a systemic review of articles related Posbindu PTM implementations published online in 2015-2020. Articles searched through google scholar search engine, Garuda portal, and Pubmed/PMC with keywords: Posbindu PTM implementation, utilization of Posbindu PTM, constraints and opportunities. As a selection criterion is the article is the result of research or evaluation of the implementation of Posbindu PTM and its utilization, and the article can be accessed in full text. Publications totaled 44 articles, and 19 articles met the criteria. Posbindu PTM activities generally have not been implemented regularly and comprehensively. The problem with the implementation of Posbindu PTM is that the officer is not precise in setting targets, lack of operational funds, and limited ability of cadres. Improving the benefits of Posbindu PTM requires the coaching of health workers, strengthening cadre competencies in counseling/education, and strengthening regulation in the region. Keywords: Posbindu PTM, implementation, benefits, obstacles, opportunity   ABSTRAK Posbindu PTM merupakan salah satu program pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM di Indonesia. Sekitar 50,6% desa sudah melaksanakan Posbindu PTM, namun prevalensi faktor risiko PTM tetap tinggi. Artikel ini bertujuan menginformasikan hasil evaluasi pelaksanaan Posbindu PTM di lingkungan tempat tinggal, meliputi manfaat, pemanfaatan, kendala dan peluang pelaksanaanya. Evaluasi dilakukan melalui sistematik reviu artikel terkait pelaksanaan Posbindu PTM yang dipublikasi secara online pada tahun 2015-2020. Artikel ditelusuri melalui mesin pencari google scholar, portal garuda, dan Pubmed/PMC dengan kata kunci: pelaksanaan Posbindu PTM, pemanfaatan Posbindu PTM, kendala dan peluang Posbindu PTM. Sebagai kriteria seleksi adalah artikel merupakan hasil penelitian atau evaluasi pelaksanaan Posbindu PTM dan pemanfaatannya, dapat menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, dan artikel tersebut dapat diakses secara full text.  Jumlah publikasi terkait berjumlah 44 artikel, dan 19 artikel memenuhi  kriteria seleksi. Kegiatan Posbindu PTM umumnya belum dilaksanakan secara rutin dan komprehensif. Kegiatan dimanfaatkan oleh usia 35 tahun ke atas dan pasien PTM. Permasalahan pelaksanaan Posbindu PTM adalah Petugas kurang tepat dalam menetapkan sasaran, kurangnya dana operasional, dan keterbatasan kemampuan Kader melakukan konseling. Dukungan pemangku kepentingan merupakan peluang berkembangnya Posbindu PTM. Peningkatan manfaat Posbindu PTM memerlukan pembinaan petugas kesehatan, penguatan kompetensi kader dalam melakukan konseling/edukasi, dan penguatan regulasi di daerah. Kata kunci: Posbindu PTM; pelaksanaan; manfaat; kendala; peluang


2020 ◽  
Vol 19 (2) ◽  
pp. 119-133
Author(s):  
Mujiati Mujiati ◽  
Sugiharti Sugiharti ◽  
Siti Masitoh ◽  
Eva Laelasari

ABSTRACT Indonesian Health Program with Family Approach (PIS-PK) is one of the health development priority programs by visiting family to increase target coverage and access to health services. This research was conducted by quantitative approach through interview using a structured questionnaire to Head of PHC or Head of Administration Division or PIS-PK officer) or PHC officer who understand about PIS-PK in 9699 PHC in 34 provinces. Data were analyzed descriptively. The results showed that PHC that had been trained in PIS-PK was better prepared in management compared to PHC that had not been trained. PHC that had been trained by PIS-PK were better prepared in availability of human resources, budget, RUK and RPK, availability of PIS-PK instruments, presence of socialization, availability of computers with internet access, monthly and quarterly administration has been carried out, and presence evaluation. PHC are expected to prepare these aspects so that they can be prepared management to carry out PIS-PK. It is expected that District/ city health offices able to carry out routine monitoring and evaluation, supervision and technical assistance to the PHC. Keywords: Readiness; Primary health care’s management; Indonesian Health Program with Family Approach   ABSTRAK Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) merupakan salah satu program prioritas pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas dengan cara mendatangi keluarga untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan akses pelayanan kesehatan. Program PIS-PK dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2016, oleh karena itu perlu dilakukan analisis tentang kesiapan manajemen Puskesmas dalam menjalankan PIS-PK.  Analisis dilakukan dengan menggunakan data laporan Riset Ketenagaan Kesehatan (Risnakes) 2017 terpublikasi. Data Risnakes dikumpulkan dengan pendekatan kuantitatif melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur pada Kepala Puskesmas, Kepala Bagian Tata Usaha atau Penanggungjawab PIS-PK atau petugas puskesmas yang memahami tentang PIS-PK di 9.697 Puskesmas di 34 provinsi. Hasil analisis menunjukkan Puskesmas yang sudah melaksanakan pelatihan PIS-PK (78,8%) lebih siap secara manajemen dibanding dengan Puskesmas yang belum melaksanakan pelatihan PIS-PK (49,9%). Kesiapan dalam pelaksanaan PIS-PK  karena puskesmas lebih siap dalam aspek ketersediaan SDM, anggaran, telah disusunnya RUK dan RPK, ketersediaan instrumen PIS-PK, adanya sosialisasi, ketersediaan komputer dengan akses internet, telah dilakukannya lokmin bulanan dan triwulanan, serta adanya evaluasi kehadiran. Puskesmas diharapkan dapat menyiapkan aspek-aspek tersebut agar siap secara manajemen untuk menjalankan PIS-PK. Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melakukan monitoring, evaluasi, supervisi dan bimbingan teknis program secara rutin kepada puskesmas. Kata kunci: Manajemen puskesmas, pelatihan, PIS-PK


2020 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 1-20
Author(s):  
Athena Athena ◽  
Eva Laelasari ◽  
Tities Puspita

ABSTRACT When the Covid-19 pandemic was established, various countries made efforts to prevent the transmission of the disease; Indonesia is no exception. One way to break the chain of transmission is to disinfect. This article is a scoping review with the aim of getting an overview of the implementation of disinfection in preventing Covid-19 transmission in public areas and possible health risks posed in several regions in Indonesia. The data/information were collected by searching websites of various ministries/institutions and online media within 3 (three) months, starting from March 2020 (establishment of the Covid-19 pandemic) until May 2020. Data and information collected includes location, procedures, and targets of disinfection, as well as disinfectants used, and their effects on health. Data analysis was performed descriptively. The results showed that disinfection in public areas were conducted in offices, health facilities (hospitals and health centers), housing, shopping centers/malls/market, transportation areas (highways, terminals, bus stops, and vehicles). Disinfection has been carried out by spraying directly on surfaces/objects that are often touched and by spraying in the disinfection booth using irritant disinfectants. It can be concluded that the implementation of disinfection in public areas has the potential to cause health risks. It needs supervision in the implementation of disinfection, socialization and education about potential health risks to the community. Keywords: Disinfection, spraying, disinfection booths, public areas, disinfectants, health risks   ABSTRAK Saat ditetapkannya status pandemi Covid-19, berbagai negara melakukan upaya pencegahan penularan penyakit tersebut; tidak terkecuali Indonesia. Salah satu cara untuk memutus rantai penularan  adalah dengan melakukan disinfeksi. Artikel ini merupakan scoping review dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan disinfeksi dalam pencegahan penularan Covid-19 di area publik dan kemungkinan risiko kesehatan yang ditimbulkan. Cara pengumpulan data/informasi adalah dengan penelusuran website berbagai kementerian/lembaga dan media online dalam kurun 3 (tiga) bulan, yaitu mulai Maret 2020 (penetapan pandemi Covid-19) sampai dengan Mei 2020. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi acuan, lokasi, cara, sasaran disinfeksi, serta disinfektan yang digunakan, dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa disinfeksi di area publik, di perkantoran, fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas), perumahan, pusat perbelanjaan/mall/pasar, dan area transportasi (jalan raya, terminal, halte, dan kendaraan) dilakukan dengan cara penyemprotan langsung terhadap permukaan/benda yang sering disentuh dan di dalam bilik disinfeksi, menggunakan disinfektan yang bersifat iritatif. Pelaksanaannya disinfeksi di beberapa area publik masih belum sesuai dengan Protokol/Pedoman Disinfeksi dalam Pencegahan Penularan Covid-19 sehingga berportensi menimbulkan risiko kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan disinfeksi di area publik berpotensi menimbulkan risiko kesehatan. Perlu adanya pengawasan dalam pelaksanaan disinfeksi dan sosialisasi serta edukasi tentang potensi risiko kesehatan terhadap masyarakat. Kata kunci: Disinfeksi, penyemprotan, bilik disinfeksi, area publik, disinfektan, risiko kesehatan


2020 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 59-75
Author(s):  
Novianti Novianti ◽  
Ning Sulistiyowati ◽  
Oster Suriani Simarmata ◽  
Rachmalina S Prasodjo ◽  
Athena Anwar ◽  
...  

ABSTRACT The Healthy Indonesia Program with Family Approach (PIS-PK) is an effort to strengthen basic health that began in 2015. To get more comprehensive data and information on the implementation of PIS-PK, in 2017 the Center for Public Health Efforts to carry out a PIS-PK evaluation study in several districts/cities in Indonesia. This study uses a quantitative and qualitative approach, in one puskesmas in Labuan Bajo Regency, North Sumatra Province and Semarang City, Central Java Province. Data collection was carried out by means of in-depth interviews about the implementation of PIS-PK including input indicators (personnel, funds, tools and methods), processes (planning, implementation, supervision), and output. The results of the study show that the implementation of input indicators, such as the limited number of Puskesmas human resources in data collection and data entry, also not yet clear about the sources of funding for implementing PIS-PK. On output (results of family visits), there are differences in the results of the calculation of indicators between the results of data collection conducted by PIS-PK puskesmas officers and study results. When compared between the two puskesmas, Puskesmas H Semarang is more ready for PIS-PK than Puskesmas P in Labuan Batu Regency. It can be concluded that in the implementation of PIS-PK in both puskesmas still encountered problems, both in terms of inputs (personnel, funds, tools and methods), processes (planning, implementation, supervision), and output. As a suggestion, there needs to be more comprehensive planning in implementing PIS-PK. Keywords: PIS-PK, evaluation research, input, process, and output indicator   ABSTRAK Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) merupakan program upaya penguatan kesehatan dasar yang mulai dilaksanakan pada  tahun 2015. Untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih komprehensif tentang pelaksanaan PIS-PK, pada tahun 2017 Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat melakukan studi evaluasi PIS-PK di beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, di salah satu puskesmas di Kabupaten Labuan Bajo, Provinsi Sumatera Utara dan Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.  Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam mengenai pelaksanaan PIS PK meliputi indikator input (tenaga, dana, alat dan metode), proses (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan), dan output. Hasil studi menunjukkan bahwa pelaksanaan untuk indikator input, seperti masih terbatasnya SDM puskesmas dalam melakukan pendataan maupun entri data, juga belum jelasnya sumber pembiayaan pelaksanaan PIS-PK. Pada output (hasil kunjungan keluarga) terdapat perbedaan hasil perhitungan indikator antara hasil pendataan yang dilakukan oleh petugas PIS-PK puskesmas dengan hasil studi.  Jika dibandingkan diantara ke dua puskesmas, Puskesmas H Kota Semarang lebih siap PIS-PK daripada Puskesmas P Kabupaten Labuan Batu. Dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan PIS-PK di kedua puskesmas masih menemui permasalahan, baik dalam hal input (tenaga, dana, alat dan metode), proses (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan), maupun output.  Sebagai saran, perlu adanya perencanaan yang lebih komprehensif dalam implementasi PIS-PK. Kata kunci: PIS PK, riset evaluasi, Indikator input, proses, dan output


2020 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 76-83
Author(s):  
Yunita Arihandayani ◽  
Evi Martha

ABSTRACT  The proportion of sedentary behavior is increasing in all age groups, both in adults and children, from year to year. Various adverse health effects in children and adolescents can occur due to sedentary behavior carried out continuously over a long period of time. Several factors are associated with the practice of sedentary behavior in children and adolescents. This study aims to determine factors associated with sedentary behavior in junior high school students in Cibinong sub-district, Bogor regency, West Java province. The research used cross sectional study design with 312 junior high school students of 7th and 8th grade. Data were collected using questionnaires that had been pre-tested for validity and reliability and were analyzed using chi-square test and multiple logistic regression in SPSS. The results showed 50.6% of respondents performed sedentary behavior more than 6 hours. Age (OR= 1.9), peer support (OR=1.8) and school facilities (OR=0.2)  were associated with sedentary behavior. Students who are older, do not have peer support, and attend school with insufficient facilities are more likely to conduct sedentary behavior. For that reason, in order to prevent sedentary behavior among students, it is important to consider the age of the student, the fulfillment of adequate school facilities and the presence of peer support among students. Keywords: Sedentary behavior, student, parenting patterns, school regulations and facilities   ABSTRAK Proporsi perilaku sedentari semakin meningkat pada semua kelompok umur, baik pada orang dewasa dan anak-anak, dari tahun ke tahun. Pada anak-anak dan remaja, berbagai dampak kesehatan merugikan dapat terjadi akibat perilaku sedentari yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya perilaku sedentari pada anak-anak dan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa SMP di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 312 siswa SMP kelas 7 dan kelas 8. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya serta dianalisis menggunakan regresi logistik ganda. Sebanyak 50,6% responden melakukan perilaku sedentari lebih dari 6 jam. Hasil analisis membuktikan faktor umur (OR=1,9), dukungan teman sebaya (OR=1,8), dan fasilitas  sekolah (OR= 0,2) berhubungan dengan perilaku sedentari. Ini artinya bahwa siswa dengan usia lebih tua, yang tidak memiliki dukungan teman sebaya, dan yang bersekolah di sekolah dengan fasilitas kurang memadai kemungkinan lebih besar untuk berperilaku sedentari. Untuk itu, dalam upaya pencegahan perilaku sedentari pada siswa, perlu diperhatikan umur siswa, pemenuhan fasilitas sekolah yang memadai serta adanya dukungan teman sebaya dalam pergaulan siswa. Kata kunci: Perilaku sedentari, siswa, pola asuh, fasilitas sekolah, peraturan sekolah


2020 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 45-58
Author(s):  
Nuryani Zainuddin ◽  
Khariri Khariri ◽  
M Ma'arif ◽  
E Riani ◽  
Susan M Noor

ABSTRACT Indonesia regulates post-entry observations of slaughter animals through the Animal Quarantine Installation (AQI). For the continuation of the existence of AQI, it is necessary to carry out an analysis of the sustainability of AQI waste management, because errors in waste management can cause disease and environmental pollution. The purpose of this study is to evaluate and determine the sustainability of AQI based on 5 dimensions, namely the dimensions of ecology, economics, technology, social, and institutions. AQIs taken as research objects are one government AQI and one private AQI. The study was conducted by observation. The results of the observations were analyzed using a modification of the Rap-fish method with Multidimensional Scaling called Rap-AQI. The results showed the sustainability of private AQI in multidimensional aspects showing a sustainability index of 57.47, each indicated from the dimensions of ecology (54.17), economy (70.12), social (57.47), technology (54.89), and institutional (50,73). Whereas the government's AQI showed unsustainable results with a sustainability index of 45.02, each from ecological dimensions (49.24), economic (45.30), social (55.77), technology (29.27) and institutional dimensions (43.53). Leverage attribute analysis shows that of 54 existing attributes, there are 12 sensitive attributes as a key factor in the sustainability of AQI waste management. Keywords: Sustainability, animal quarantine installation, atribute, dimention   ABSTRAK Indonesia mengatur pengamatan pasca-masuk hewan potong melalui Instalasi Karantina Hewan (IKH). Pemerintah telah melakukan kebijakan untuk pencegahan atau meminimalkan risiko penyebaran organisme penyakit hewan dan zoonosis pada kegiatan impor hewan dipintu masuk yaitu IKH. Untuk keberlanjutan keberadaan IKH, perlu dilakukan analisis keberlanjutan pengelolaan limbah IKH, karena kesalahan dalam pengelolaan limbah dapat menimbulkan dampak penyakit dan pencemaran lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi dan menentukan keberlanjutan IKH berdasarkan 5 dimensi, yaitu dimensi-dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan kelembagaan. IKH yang diambil sebagai objek penelitian adalah satu IKH pemerintah dan satu IKH swasta. Penelitian dilakukan dengan pengamatan. Hasil pengamatan dianalisa dengan menggunakan modifikasi metode Rap-fish dengan Multidimensional Scaling yang disebut Rap-IKH. Hasil penelitian menunjukkan keberlanjutan IKH swasta dalam multidimensi aspek menunjukkan indeks keberlanjutan 57,47, masing-masing ditunjukkan dari dimensi ekologi (54,17), ekonomi (70,12), sosial (57,47), teknologi (54,89), dan kelembagaan (50,73). Sedangkan IKH pemerintah menunjukkan hasil yang kurang berkelanjutan dengan indeks keberlanjutan 45,02, masing-masing dari dimensi ekologi (49,24), ekonomi (45,30), sosial (55,77), teknologi (29,27) dan dimensi kelembagaan (43,53). Analisis leverage atribut menunjukkan bahwa dari 54 atribut yang ada, terdapat 12 atribut sensitif sebagai faktor kunci keberlanjutan pengelolaan limbah IKH. Kata kunci: Keberlanjutan, instalasi karantina hewan, atribut, dimensi


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document